Segala
puji hanya bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Shalawat dan salam
semoga selalu tercurah kepada Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam,
para sahabat dan seluruh kaum muslimin yang senantiasa berpegang teguh pada sunnah Beliau sampai hari
kiamat.
Mizan
atau timbangan adalah alat untuk mengukur sesuatu berdasarkan berat dan ringan.
Adapun mizan di akherat adalah sesuatu yang Allah letakkan pada hari Kiamat
untuk menimbang amalan hamba-Nya. (Syarah Lum’atul
I’tiqaad, Syaikh
Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin, hal. 120)
Mizan
di hari Kiamat adalah sesuatu yang hakiki dan benar-benar ada. Hanya Allah Ta’ala yang mengetahui
seberapa besar ukurannya. Seandainya langit dan bumi diletakkan dalam daun
timbangannya, niscaya mizan tersebut akan tetap lapang. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
“Pada
hari Kiamat, mizan akan ditegakkan. Andaikan ia digunakan untuk menimbang
langit dan bumi, niscaya ia akan tetap lapang. Maka Malaikat pun berkata,
“Wahai Rabb-ku, untuk siapa timbangan ini?” Allah berfirman: “Untuk siapa saja
dari hamba-hamba-Ku.” Maka Malaikat berkata, “Maha suci Engkau, tidaklah kami
dapat beribadah kepada-Mu dengan sebenar-benarnya.” (Diriwayatkan oleh
al-Hakim dan dinilai shohih oleh al-Albani dalam Silsilah As-Silsilah
Ash-Shohihah,
no. 941).
Kaum
muslimin rahimakumullah, mizan ini sangat
akurat dalam menimbang, tidak lebih dan tidak kurang sedikitpun. Allah Ta’ala berfirman:
“Dan
Kami akan tegakkan timbangan yang adil pada hari Kiamat, sehingga tidak seorang
pun yang dirugikan walaupun sedikit. Jika amalan itu hanya seberat biji
sawipun, pasti Kami akan mendatangkan (pahala)nya. Dan cukuplah Kami sebagai
pembuat perhitungan.” (QS. Al-Anbiya’: 47)
Mizan
ini memiliki dua daun timbangan sebagaimana diceritakan dalam hadits tentang
kartu (bithoqoh) yang akan kami sampaikan haditsnya nanti. Lalu, apakah yang
ditimbang di hari Kiamat kelak? Para ulama kita berbeda pendapat tentang apa
yang ditimbang di hari Kiamat. Ada tiga pendapat dalam masalah ini.
Pendapat Pertama, Yang Ditimbang Adalah Amal
Pendapat
ini didukung oleh hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu
‘anhu, bahwa
Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda:
“Ada
dua kalimat yang ringan diucapkan oleh lisan, tetapi berat dalam timbangan
(pada hari Kiamat), dan dicintai oleh ar-Rahman (Allah Yang Maha Pengasih): Subhaanallohi
wa bihamdihi dan Subhanallohil ‘Azhim.” (Hadits shohih.
Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 6406, 6682, dan Muslim, 2694).
Pendapat
ini yang dipilih oleh Ibnu Hajar al-Ashqolani rahimahullah. Beliau berpendapat
bahwa yang ditimbang adalah amal, karena Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
“Tidak
ada sesuatu yang lebih berat ketika ditimbang (di hari Kiamat) daripada akhlak
yang mulia.” (Diriwayatkan
oleh al-Bukhari dalam kitab al-Adab al-Mufrad, no. 270 dan dinilai
shohih oleh al-Albani dalam Shahiih al-Adab al-Mufrad, no. 204)
Kedua, Yang Ditimbang Adalah Orangnya
Ada
beberapa hadits yang menunjukkan bahwa yang ditimbang
adalah orangnya. Berat atau ringannya timbangan tergantung pada keimanannya,
bukan berdasarkan ukuran tubuh, berat badannya, atau banyaknya daging yang ada
di tubuh mereka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya
pada hari Kiamat nanti ada seorang laki-laki yang besar dan gemuk, tetapi
ketika ditimbang di sisi Allah, tidak sampai seberat sayap nyamuk.” Lalu Nabi shallallahu
’alaihi wa sallam bersabda: ”Bacalah..
“Dan
Kami tidak mengadakan suatu penilaian bagi (amalan) mereka pada hari Kiamat.” (QS. Al-Kahfi: 105).
(Hadits shohih. Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 4729 dan Muslim, no. 2785)
‘Abdullah
ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu adalah seorang sahabat
betisnya kecil. Tatkala ia mengambil ranting pohon untuk siwak, tiba-tiba angin
berhembus dengan sangat kencang dan menyingkap pakaiannya, sehingga terlihatlah
kedua telapak kaki dan betisnya yang kecil. Para sahabat yang melihatnya pun
tertawa. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya: “Apa
yang sedang kalian tertawakan?” Para sahabat menjawab, “Kedua betisnya
yang kecil, wahai Nabiyullah.” Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
“Demi
Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh kedua betisnya itu di mizan
nanti lebih berat dari pada gunung uhud.” (Diriwayatkan oleh
Ahmad dalam Musnad-nya, I/420-421 dan
ath-Thabrani dalam al-Kabiir, IX/75. Hadits ini
dinilai shohih oleh al-Albani dalam As-Silsilah
Ash-Shohihah,
no. 3192).
Pendapat Ketiga, Yang Ditimbang Adalah Lembaran
Catatan Amal
Diriwayatkan
dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash radhiyallahu
‘anhuma,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang
artinya): “Sungguh Allah akan membebaskan
seseorang dari umatku di hadapan seluruh manusia pada hari Kiamat dimana ketika
itu dibentangkan 99 gulungan catatan (dosa) miliknya. Setiap gulungan
panjangnya sejauh mata memandang, kemudian Allah berfirman: ‘Apakah ada yang
engkau ingkari dari semua catatan ini? Apakah para (Malaikat) pencatat amal
telah menganiayamu?,’ Dia menjawab: ‘Tidak wahai Rabbku,’ Allah bertanya:
‘Apakah engkau memiliki udzur (alasan)?,’ Dia menjawab: ‘Tidak Wahai Rabbku.’
Allah berfirman: “Bahkan sesungguhnya engkau memiliki satu kebaikan di sisi-Ku
dan sungguh pada hari ini engkau tidak akan dianiaya sedikitpun. Kemudian
dikeluarkanlah sebuah kartu (bithoqoh) yang di dalamnya terdapat kalimat:
Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan
yang haq selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan
Rasul-Nya.
Lalu Allah berfirman: ‘Hadirkan
timbanganmu.’ Dia berkata: ‘Wahai Rabbku, apalah artinya kartu ini dibandingkan
seluruh gulungan (dosa) itu?,’ Allah berfirman: ‘Sungguh kamu tidak akan
dianiaya.’ Kemudian diletakkanlah gulungan-gulungan tersebut pada satu daun
timbangan dan kartu itu pada daun timbangan yang lain. Maka gulungan-gulungan
(dosa) tersebut terangkat dan kartu (laa ilaaha illallah) lebih berat.
Demikianlah tidak ada satu pun yang lebih berat dari sesuatu yang padanya
terdapat Nama Allah.” (Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, no.
2639, Ibnu Majah, no. 4300, Al-Hakim, 1/6, 529, dan Ahmad, no. II/213. Hadits
ini dinilai shohih oleh al-Albani dalam Silsilah
Ahaadiits ash-Shahiihah, no. 135)
Pendapat
terakhir inilah yang dipilih oleh al-Qurthubi. Beliau mengatakan, “Yang benar,
mizan menimbang berat atau ringannya buku-buku yang berisikan catatan amal…” (At-Tadzkirah, hal. 313)
Kesimpulan
Tiga
pendapat di atas tidak saling bertentangan satu sama lain. Sebagian orang ada
yang ditimbang amalnya, sebagian yang lain ditimbang buku catatannya, dan
sebagian yang lain ditimbang dirinya.
Syaikh
Muhammad bin sholih al-’Utsaimin rahimahullah mengatakan bahwa
secara umum yang ditimbang adalah amal perbuatannya, karena kebanyakan dalil-dalil
menunjukkan bahwa yang ditimbang adalah amal perbuatan. Adapun timbangan buku
catatan amal dan pelakunya, maka itu khusus untuk sebagian orang saja. (Syarah
al-’Aqidah al-Wasithiyyah, hal. 390)
Apa
yang disampaikan oleh syaikh ‘Utsaimin inilah yang nampaknya lebih menentramkan
hati. Wallahu Ta’ala a’lam. Semoga sedikit
sajian yang kami sampaikan ini bisa menjadi pendorong bagi kita untuk beramal
sholih. Dan sekecil apapun amalan yang kita lakukan, tidak akan disia-siakan
walaupun sebesar semut kecil. Dan di hari Kiamat kelak, setiap manusia pasti
akan melihat setiap amal yang telah dia usahakan di dunia ini.
Kita
memohon kepada Allah Ta’ala, semoga Allah Ta’ala menutup umur kita
dengan kebaikan dan keselamatan. Sesungguhnya Dia Maha Kuasa atas segala
sesuatu.
—
Penulis: dr. Muhaimin Ashuri
Muroja’ah: Ustadz Aris Munandar, MA
Artikel www.muslim.or.id
Muroja’ah: Ustadz Aris Munandar, MA
Artikel www.muslim.or.id
0 komentar:
Posting Komentar