1. Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak.
2. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah[1605].
3. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu Dialah yang terputus[1606].
[1605] Yang dimaksud berkorban di sini ialah menyembelih hewan Qurban dan
mensyukuri nikmat Allah.
[1606] Maksudnya terputus di sini ialah terputus dari rahmat Allah.
Surat Al Kautsar merupakan surat yang
terpendek dalam Al Qur`an. Isinya mengandung ungkapan-ungkapan yang indah lagi
mengagumkan, membuat yang membacanya berdecak kagum. Makna-makna kalimatnya
yang kuat dan istimewa menunjukkan menjadi bagian mukjizat Ilahi.1
Betapa agung surat ini dan betapa melimpah
pelajaran-pelajaran yang bisa dipetik dalam bentuknya yang ringkas.
Sebenarnya, makna surat ini dapat
diketahui melalui ayat penutupnya. Allah telah menghalangi kebaikan dari
orang-orang yang membenci RasulNya. Ia terhalangi untuk mengingatNya, hartanya
dan keluarganya, sehingga pada gilirannya, di akhirat ia akan merugi akibat
dari semua perbuatan yang tidak terpuji tersebut. Kehidupannya pun tanpa nilai,
tidak mendatangkan manfaat. Ia tidak membekali diri dengan amalan shalih saat
hidup di dunia, sebagai bekal di hari akhiratnya. Hatinya akan terhalangi dari
kebaikan, sehingga dia tidak mengenali kebaikan, apalagi mencintainya. Begitu
juga ia terhalang dari beriman kepada RasulNya. Amalan-amalannya akan terhalangi
dari ketaatan. Tidak ada satupun yang menjadi penolong baginya. Dia tidak akan
memberikan apresiasi terhadap ajaran Rasulullah صلي الله عليه وسلم, bahkan ia menolaknya untuk memuaskan hawa nafsunya atau pengikutnya,
gurunya, pemimpinnya dan lain-lain.
Oleh karena itu, berhati-hatilah, jangan
membenci sesuatu yang datang dari Rasulullah صلي الله عليه وسلم atau menolaknya untuk memuaskan hawa nafsumu, atau membela mazhabmu, atau
disibukkan dengan syahwat-syahwat atau urusan dunia. Sesungguhnya Allah سبحانه و تعالي tidak mewajibkan untuk taat kepada seseorang, kecuali taat kepada
RasulNya, dan mengambil apa-apa yang datang darinya. Jika seluruh makhluk
menyelisihi seorang hamba sementara ia taat kepada Rasulullah صلي الله عليه وسلم, sesungguhnya Allah tidak akan menanyainya tentang itu. Maka barangsiapa
yang taat atau ditaati, sesungguhnya hal itu terjadi hanya dengan mengikuti
Rasulullah صلي الله عليه وسلم. Seandainya diperintahkan dengan sesuatu
yang menyelisihi Rasulullah صلي الله عليه وسلم, maka tidak perlu
ditaati. Pahamilah hal itu, dan dengarkanlah. Taatilah dan ikutilah, jangan
berbuat bid`ah, niscaya amalanmu tidak akan terputus dan tertolak. Tidak ada
kebaikan bagi amalan yang jauh dari Sunnah Rasulullah صلي الله عليه وسلم, dan tidak ada kebaikan bagi orang yang mengamalkannya. Wallahu a'lam.2
Ayat ini menunjukkan keluasan karunia
tanpa batas, dan kenikmatan yang besar lagi melimpah. Seperti firman-Nya:
“Dan kelak pasti Rabb-mu memberikan
karuniaNya kepadamu, lalu (hati) kamu menjadi puas.” [QS: Adh Dhuha : 5]
Karunia yang besar ini berasal dari Dzat
Pemberi karunia Yang Besar, kaya, lagi luas anugerahnya. Oleh karena itu, kata
ganti pertama (mutakallim) dalam ayat ini, bentuknya dijama`kan, menjadi innaa
(إِنَّآ) yang menandakan keagungan Sang Rabb, Dzat Yang Maha
Pemberi.
Karunia ini utuh dan berkesinambungan
sebab kalimat pada ayat ini diawali dengan kata inna yang menunjukkan penegasan
dan realisasi kandungan berita layaknya fungsi sumpah. Demikian juga, Allah
menggunakan fi'il madhi (kata kerja lampau) dalam kalimat ini, yang bertujuan
sebagai penekanan kejadian peristiwa. Sebab obyek yang sifatnya harapan yang
berasal dari Dzat Yang Maha Mulia, terhitung sebagai perkara yang pasti
terjadi.
Kata Al-Kautsar berbentuk wazan fau'al
seperti kata naufal. Bangsa Arab menamakan segala sesuatu yang melimpah baik
kuantitasnya, atau besar kedudukan dan urgensinya dengan nama kautsar.
Para ulama tafsir berselisih pendapat
dalam menafsikan Al Kautsar yang diberikan kepada Nabi صلي الله عليه وسلم. Pendapat mereka terangkum dalam keterangan berikut ini :
·
Pertama, sungai di surga.
·
Kedua, telaga Nabi di Mahsyar.
·
Ketiga, kenabian dan kitab suci.
·
Keempat, Al Qur`an.
·
Kelima, Islam.
·
Keenam, kemudahan memahami Al Qur`an dan
aturan syariat.
·
Ketujuh, banyaknya sahabat, ummat dan
kelompok-kelompok pembela.
·
Kedelapan, pengutamaan Nabi diatas orang
lain
·
Kesembilan, meninggikan sebutan Nabi صلي الله عليه وسلم
·
Kesepuluh, sebuah cahaya dihatimu
mengantarkanmu kepada-Ku, dan menghalangimu dari selain-Ku
·
Kesebelas, syafaat.
·
Keduabelas, mukjizat-mukjizat Allah yang
menjadi sebab orang-orang meraih hidayah melalui dakwahmu.
·
Ketigabelas, tidak ada yang berhak
diibadahi kecuali Allah, Muhammad adalah utusan Allah.
·
Keempatbelas, memahami agama.
·
Kelimabelas, shalat lima waktu.
·
Keenambelas, perkara yang agung.
·
Ketujuhbelas, kebaikan yang merata yang
Allah berikan kepada Beliau.
Al Wahidi رحمه الله berkata,”Kebanyakan
ahli tafsir berpendapat, bahwa Al Kautsar adalah sungai di surga.”3
Panutan para ulama tafsir, Ibnu Jarir At
Thabari رحمه الله berkata: “Pendapat yang paling utama menurutku adalah
pendapat orang yang mengatakan Al Kautsar adalah nama sungai di surga yang
dianugerahkan kepada Rasulullah di surga kelak. Allah menyebutkan ciri khasnya
dengan sifat katsrah (melimpah ruah) sebagai pertanda ketinggian kedudukannya.
Kami mengatakan itu sebagai tafsiran yang
paling utama lantaran banyaknya riwayat dari Rasulullah صلي الله عليه وسلم yang menjelaskannya"4
Al Qurtubi رحمه الله berkata ,
”Penjelasan yang paling benar adalah perkataan yang pertama dan kedua, karena
kedua perkataan tersebut ditetapkan oleh Nabi dalam sebuah nas tentang Al
Kautsar.”5
Asy Syaukani رحمه الله mengatakan,”Tafsir
ini dari Ibnu Abbas رضي الله عنهما, pandangannya bertumpu pada maknanya secara bahasa. Akan tetapi Rasulullah
صلي الله عليه وسلم telah menafsirkannya sebagai sungai di
surga dalam haditsnya yang shahih".
Aku (Syaikh Salim) berkata:
Keterangan-keterangan yang dikemukakan oleh mayoritas ulama tafsir merupakan
kebenaran yang nyata, karena beberapa perkara berikut ini:
Pertama : Telah diriwayatkan dari Rasulullah صلي الله عليه وسلم, bahwasanya Beliau menafsirkan Al Kautsar sebagai sungai di surga dalam
beberapa hadits. Diantaranya.
Dari Anas, dia berkata: Pada suatu hari
ketika Rasulullah صلي الله عليه وسلم berada di tengah kami, Beliau mengantuk
sekejap. Kemudian Beliau mengangkat kepalanya dengan senyum. Maka kami
bertanya: “Apa yang membuatmu tertawa, wahai Rasulullah?” Rasulullah
menjawab,”Baru saja turun kepadaku sebuah surat,” maka Beliau membaca surat Al
Kautsar. Kemudian Rasulullah bersabda,”Apakah kalian tahu apakah Al Kautsar
itu?” Maka kami berkata,”Allah dan RasulNya lebih mengetahui.” Rasulullah
bersabda,”Al Kautsar adalah sungai yang dijanjikan Rabbku Azza wa Jalla
untukku. Disana terdapat kebaikan yang banyak. Ia adalah telaga yang akan
didatangi umatku pada hari Kiamat. Jumlah bejananya sebanyak
bintang-bintang...."6
Kedua, Keterangan-keterangan
yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas رضي الله عنهما tidak bertentangan dengan nash hadits yang shahih.
Dari Abi Basyar dari Said bin Jubair dari
Ibnu Abbas رضي الله عنهما, sesungguhnya dia berkata tentang Al Kautsar. Ia adalah limpahan kebaikan
yang Allah berikan kepada Rasulullah. Abu Bisyr berkata kepada Said bin Jubair ‘Sesungguhnya
orang-orang menyangkanya sungai di surga’. Maka Said berkata,”Sungai di surga
merupakan bagian dari kebaikan yang Allah berikan kepada Rasulullah"7
Ibnu Athiyah رحمه الله menyatakan :
"Alangkah indahnya pernyataan yang dikemukakan oleh Ibnu Abbas رضي الله عنهما dan alangkah baiknya penyempurnaan
keterangan dari Ibnu Jubair. Masalah tentang sungai (di surga) telah ditetapkan
dalam hadits Isra (mi'raj) dan hadits lainnya. Semoga Allah senantiasa
mencurahkan shalawatNya kepada Muhammad dan semoga Allah memberikan manfaat
kepada kita semua dengan hidayahNya.”8
Ibnu Katsir رحمه الله menjelaskan :
“Penafsirannya bisa dengan sungai dan selainnya. Karena Al-Kautsar berasal dari
kata Al Katsrah, yaitu kebaikan yang melimpah ruah. diantaranya adalah
berbentuk sungai tersebut... Telah diriwayatkan dalam riwayat yang shahih dari
Ibnu Abbas رضي الله عنهما, bahwasanya dia menafsirkannya dengan makna sungai juga.
Ibnu Jarir رحمه الله berkata : “Abu
Kuraib telah menceritakan kepada kami (ia berkata), Umar bin Ubaid telah
menceritakan kepada kami dari Atha`dari Said bin Jubair dari Ibnu Abbas, ia
berkata:"Al-Kautsar adalah sungai di surga. Kedua tepi sungai tersebut
adalah emas dan perak, mengalir di atas yaqut (sejenis batu mulia) dan mutiara,
airnya putih berasal dari salju dan lebih manis daripada madu."9
Al-Hafidz Ibnu Hajar رحمه الله berkata: "Jadi,
kutipan Said bin Jubair terhadap perkataan Ibnu Abbas yang berbunyi
"(Al-Kautsar) itu adalah kebaikan yang melimpah ruah". tidak
bertentangan dengan pernyataan lainnya yang menafsirinya sebagai sungai di
surga. Karena sungai merupakan bagian dari kebaikan yang banyak. Mungkin saja
Sa'id ingin menunjukkan bahwa tafsir Ibnu Abbas lebih utama karena bersifat
umum. Akan tetapi telah ditetapkan pengkhususannya dengan sungai dari
keterangan Nabi, maka tidak ada pilihan untuk mengesampingkannya".10
Dengan itu menjadi jelas bahwa:
·
Tafsir Ibnu Abbas tidak bertentangan
dengan penjelasan Rasullullah صلي الله عليه وسلم bahwa Al-Kautsar
adalah sungai di surga. Bahkan ini juga merupakan tafsiran Ibnu Abbas رضي الله عنهما dalam riwayat yang bisa
dipertanggungjawabkan, sebagai telah disebutkan oleh Ibnu Katsir.
·
Bahwa tafsir Ibnu Abbas masuk dalam
kandungan ayat secara umum. Oleh karena itu, Syaikhul Islam berkata:"Kata
Al-Kautsar yang sudah populer merupakan sungai di surga, sebagaimana telah
disebutkan dalam hadits-hadits yang jelas lagi shahih.
Ibnu Abbas رضي الله عنهما berkata : Al-Kautsar sesungguhnya
merupakan kebaikan yang banyak, yang Allah berikan kepada Rasulullah. Jika
penduduk surga yang paling rendah (tingkatannya saja) dianugerahi dengan
sepuluh kali lipat dunia seisinya. Maka bayangkan saja apa yang akan Allah
sediakan bagi Rasulullah صلي الله عليه وسلم dalam surga kelak.
Maka, Al-Kautsar menjadi sinyal dan indikator banyaknya nikmat yang Allah
berikan kepada Nabi صلي الله عليه وسلم kedudukannya
(nikmat-nikmat itu). Sungai tersebut yaitu Al-Kautsar, merupakan sungai yang
terbesar, paling bagus airnya, paling jernih, paling manis dan yang tertinggi.
Jadi, maksudnya adalah Al-Kautsar
merupakan sungai di surga, menjadi bagian kebaikan yang banyak sekali yang
Allah anugerahkan kepada rasulNya di dunia dan akhirat.11
Aku (Syaikh Salim) berkata: Perkataan yang
memastikannya dengan sungai di surga adalah pendapat yang benar, karena adanya
keterangan jelas dari Rasulullah. Meskipun tafsiran yang umum tidak
berseberangan dengan tafsiran yang khusus, sebab itu termasuk menjadi
bagiannya. Tapi ada unsur pemutarbalikan fakta. Alasannya, kebaikan yang
melimpah yang diberikan Allah juga mencakup Al-Kautsar. Hal ini telah tercantum
dalam hadits Anas yang telah lewat dalam Shahih Muslim : "Itu adalah sungai
yang dijanjikan Rabbku. Di sana terdapat kebaikan yang melimpah". Ini
masuk dalam kategori penyebutan obyek yang besar untuk memasukkan kenikmatan
yang tingkatannya lebih rendah".
Ketiga : Keterangan yang
dikemukakan oleh Al-Qurtubi رحمه الله, yaitu:
"Dan semua tafsiran yang dikemukakan dalam
masalah ini (makna Al-Kautsar), telah diberikan kepada Rasulullah صلي الله عليه وسلم sebagai tambahan atas karunia telaga. Semoga Allah mencurahkan selawat dan
keselamatan yang banyak kepada Beliau"12
Jadi, tidak ada yang pertentangan antara
penafsiran Al-Kautsar dengan sungai atau telaga.
Al-Kautsar adalah sungai di surga dan
airnya akan dialirkan keadalam telaga. Maka Al-Kautsar airnya berada dalam
sebagaimana diriwayatkan dalam hadits Abu Dzar, ia berkata, "Wahai
Rasulullah, apa bejananya al-ahaudh (telaga)?" Rasulullah menjawab: "
Demi dzat yang jiwa Muhammad ada di tanganNya, sungguh bejananya lebih banyak
dari jumlah bintang-bintang dan planet-planet yang ada di langit di malam malam
gelap gulita tanpa awan. Bejana-bejana dari surga. Barangsiapa yang minum
darinya, maka tidak akan merasa haus selamanya. Ada dua talang dari surga yan
menjulur ke dalamnya. barangsiapa yang minum darinya, tidak akan merasa haus
selamanya. Lebar sungai tersebut sama dengan panjangnya, kira-kira sejauh
antara Amman dan Aila`. Airnya lebih putih dari susu dan lebih manis dari
madu". 13
Catatan Kaki:
1.
Al-Fawaid Al-Musyawwiq hlm. 253-255
2.
Daqaiqu At-Tafsir (6/311-312)
3.
Al-Wasith Fi Tafsiri Al-Quranil Majid (4/565)
4.
Jami'u Al-Bayan Fi Tafsiri Al-Qur'an (30 : 208-209)
5.
Al-Jami'u Li Ahkamil Qur'an (20/218)
6.
HR Muslim (400) kitab shalat bab hujjatu man qaala al-basmalah ayatun
min awwali kulli surat siwa bara'ah.
7.
HR Bukhari (8/731 - Fathul Bari), kitab at-tafsir bab surat Inna
A'thainaakal Kautsar
8.
Al-Muharrar Al-Wajiz Fi Tafsiri Al-Kitabi Al-Aziz (16/372-373)
9.
Tafsiru Al-Quranil Azhim (4/596)
10.
Fathul Bari (8/732)
11.
Daqaiqu At-Tafsir (6/312-313)
12.
Al-Jami'u Li Ahkamil Quran (20/318)
13.
HR Muslim (2300) kitab al-fadhail bab itsbati haudh nabiyyina washfan
14. Al-Qurtubi رحمه الله berkata dalam Al-Mufhim1 "Di antara perkara-perkara yang diwajibkan
atas setiap muslim mukallaf untuk mengetahuinya dan membenarkannya adalah:
15. Bahwasanya Allah telah menganugerahkan karunia buat NabiNya Muhammad صلي الله عليه وسلم secara khusus berupa Al-Kautsar, yaitu haudh (telaga) yang telah
dijelaskan nama, sifat, minuman dan bejananya dalam banyak hadits yang shahih
dan masyhur. Sehingga membekaskan pengetahuan yang pasti dan keyakinan yang
bulat. Sebab, telah diriwayatkan dari Nabi صلي الله عليه وسلم melalui lebih dari tiga puluh sahabat-sahabat, riwayat dua puluh orang
diantara mereka tercantum dalam Shahihain dan riwayat lain terdapat dalam
selain dua kitab tersebut, dengan jalur periwayatan yang shahih dan riwayat
yang masyhur"
16. Ulama salaf dan ulamah ahlus sunnah wal jama'ah dari kalangan kholaf telah
sepakat untuk menetapkannya. Sedangkan aliran ahli bid'ah mengingkarinya. Merka
menyimpangkannya dari makna tekstualnya, dan berlebih-lebihan dalam
menafsirkannya tanpa dalil yang bisa diterima akal atau budaya. Padahal tidak
ada kepentingan untuk menakwilkannya. Maka, muncullah orang-orang yang merobek
kesepakatan ulama salaf dan meinggalkan madzhab imam generasi khalaf.
17. Qadli Iyadh رحمه الله berkata: "Hadits-hadits tentang telaga adalah
shahih, beriman kepadanya merupakan suatu kewajiban, dan membenarkannya merupakan
bagian dari iman. Menurut Ahlus Sunnah wal Jamaah maknanya adalah seperti makna
zhahirnya, tidak perlu ditakwilkan atau diperdebatkan lagi.
18. Haditsnya bersifat mutawatir. Banyak sahabat yang meriwayatkannya. Imam
Muslim menyebutkan hadits itu melalui riwayat Ibnu Amr bin 'Ash, Aisyah, Ummu
Salamah, Uqbah bin Amir, Ibnu Mas`ud, Harits bin Wahab, Mustaurid, Abu Dzar,
Tsauban, Anas dan Jabir bin Samurah رضي الله عنهم.
19. Sedangkan selain Imam Muslim, meriwayatkannya melalui sahabat Abu Bakar
As-Siddiq, Zaid bin Arqam, Abu Umamah, Abdullah bin Zaid, Abu Barzah, Suwaid
bin Jabalah, Abdullah bin Ash Shanabahi, Al Barra` bin 'Azib, Asma` binti Abu
Bakr, Khaulah binti Qais dan lain-lain رضي الله عنهم.
20. An-Nawawi رحمه الله berkata: Bukhari dan Muslim meriwayatkan juga dari
Abu Hurairah رضي الله
عنه.
21. Selain Bukhari dan Muslim juga meriwayatkannya dari riwayat Umar bin
Khatthab, 'A'idz bin Umar dan lainnya رضي الله عنهم.
22. Al-Hafidz Abu Bakar Al-Baihaqi رحمه الله telah mengumpulkan
seluruhnya dalam bukunya Al Ba'tsu Wan Nusyur lengkap dengan sanad-sanadnya.
Qhadi Iyadl رحمه الله berkata, "Dengan penjelasan ini, hadits tersebut
bisa masuk kategori mutawatir."2
23. Al-Hafidz Ibnu Hajar رحمه الله berkata, "Seluruh sahabat yang
disebutkan Qadli Iyadh berjumlah dua puluh lima orang, An-Nawawi menambah tiga
sahabat lagi dan aku telah menambah jumlah itu sebanyak yang mereka sebutkan,
sehingga semuanya berjumlah lima puluh orang sahabat....
24. Telah sampai kepadaku kabar bahwa sebagian ulama mutaakhirin (ulama-ulama
sekarang) mencatat jumlah sahabat (yang meriwayatkannya) lebih dari delapan
puluh orang".
25. Jadi, ayat tersebut menunjukkan dengan jelas terhadap apa yang menjadi
masyhur di kalangan mayoritas ulama tentang keistimewaan pemberian Al-Kautsar
kepada Nabi kita. Beliaulah yang mempunyai maqam mahmud dan al-haudh (telaga).
26. Ya Allah! berikanlah kami minum dari telaga itu yang akan membuat kami
tidak akan merasa haus setelah meminumnya untuk selama-lamanya. Sesungguhnya
Engkau menjamin segala kebaikan dan Cukuplah Engkau bagi kami, sebaik-baik
penolong dan hanya kepadaMu tujuan hidup kami.
Catatan Kaki:
1. Al-Muslim (6/90)
2. Syarah Shahih Muslim (15/52-53)
(Sumber:ibnumajjah)
0 komentar:
Posting Komentar