Muhammad Taha al-Junayd - Murottal Ayat Kursi
Powered by mp3skull.com
Keutamaan
Ayat Kursi
Semua
surat dalam al-Qur’an adalah surat yang agung dan mulia. Demikian juga seluruh
ayat yang dikandungnya. Namun, Allah ta’ala dengan kehendak dan
kebijaksanaanNya menjadikan sebagian surat dan ayat lebih agung dari sebagian
yang lain. Surat yang paling agung adalah surat al-Fatihah, sedangkan ayat yang
paling agung adalah ayat kursi, yaitu di surat Al-Baqarah, ayat 255. Yang akan
kita pelajari bersama dalam kesempatan ini adalah ayat kursi.
Ubay
bin Ka’b radhiallahu ‘anhu berkata: Rasulullah shallallahu
‘alahi wa sallam bersabda:
“Wahai Abul Mundzir (gelar kunyah Ubay),
tahukah engkau ayat mana di kitab Allah yang paling agung?”
Aku
menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih
tahu.”
Beliau
berkata, “Wahai Abul Mundzir, Tahukah
engkau ayat mana di kitab Allah yang paling agung?”
Aku
pun menjawab,
Maka
beliau memukul dadaku dan berkata, “Demi Allah,
selamat atas ilmu (yang diberikan Allah kepadamu) wahai Abul Mundzir.” (HR. Muslim no. 810)
Dalam
kisah Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu dengan setan yang
mencuri harta zakat, disebutkan bahwa setan tersebut berkata,
“Biarkan aku mengajarimu beberapa
kalimat yang Allah memberimu manfaat dengannya. Jika engkau berangkat tidur,
bacalah ayat kursi. Dengan demikian, akan selalu ada penjaga dari Allah
untukmu, dan setan tidak akan mendekatimu sampai pagi.”
Ketika
Abu Hurairah menceritakannya kepada Rasulullah shallallahu
‘alahi wa sallam,
beliau berkata,
“Sungguh ia telah jujur, padahal ia
banyak berdusta.” (HR. al-Bukhari no. 2187)
Dalam
kisah lain yang mirip dengan kisah di atas dan diriwayatkan Ubay bin Ka’b radhiallahu
‘anhu,
disebutkan bahwa si jin mengatakan:
“Barangsiapa
membacanya ketika sore, ia akan dilindungi dari kami sampai pagi. Barangsiapa
membacanya ketika pagi, ia akan dilindungi sampai sore.” (HR. ath-Thabrani no.
541, dan al-Albani mengatakan bahwa sanadnya bagus)
“Barangsiapa
membaca ayat kursi setelah setiap shalat wajib, tidak ada yang menghalanginya
dari masuk surga selain kematian.” (HR. ath-Thabrani no.
7532, dihukumi shahih oleh al-Albani)
Disunnahkan
membaca ayat ini setiap (1) selesai shalat wajib, (2) pada dzikir pagi dan
sore, (3) juga sebelum tidur.
“Allah,
tidak ada sesembahan (yang berhak disembah) selain Dia Yang hidup kekal serta
terus menerus mengurus (makhluk).”
Allah
adalah nama yang paling agung milik Allah ta’ala. Allah mengawali ayat ini
dengan menegaskan kalimat tauhid yang merupakan intisari ajaran Islam dan
seluruh syariat sebelumnya. Maknanya, tidak ada sesembahan yang benar untuk
disembah selain Allah. Konsekuensinya tidak boleh memberikan ibadah apapun
kepada selain Allah.
Al-Hayyu dan al-Qayyum adalah dua di antara
al-Asma’ al-Husna yang Allah miliki. Al-Hayyu artinya Yang hidup dengan
sendirinya dan selamanya. Al-Qayyum berarti bahwa semua
membutuhkan-Nya dan semua tidak bisa berdiri tanpa Dia. Oleh karena itu, Syaikh
Abdurrahman as-Sa’di mengatakan bahwa kedua nama ini menunjukkan seluruh
al-Asma’ al-Husna yang lain.
Sebagian
ulama berpendapat bahwa al-Hayyul Qayyum adalah nama yang
paling agung. Pendapat ini dan yang sebelumnya adalah yang terkuat dalam
masalah apakah nama Allah yang paling agung, dan semua nama ini ada di ayat
kursi.
“Dia
Tidak mengantuk dan tidak tidur.”
Maha
Suci Allah dari segala kekurangan. Dia selalu menyaksikan dan mengawasi segala
sesuatu. Tidak ada yang tersembunyi darinya, dan Dia tidak lalai terhadap
hamba-hamba-Nya.
Allah
mendahulukan penyebutan kantuk, karena biasanya kantuk terjadi sebelum tidur.
Barangkali
ada yang mengatakan, “Menafikan kantuk saja sudah cukup sehingga tidak perlu
menyebut tidak tidur; karena jika mengantuk saja tidak, apalagi tidur.”
Akan
tetapi, Allah menyebut keduanya, karena bisa jadi (1) orang tidur tanpa
mengantuk terlebih dahulu, dan (2) orang bisa menahan kantuk, tetapi tidak bisa
menahan tidur. Jadi, menafikan kantuk tidak berarti otomatis menafikan tidur.
“Kepunyaan-Nya
apa yang di langit dan di bumi.”
Semesta
alam ini adalah hamba dan kepunyaan Allah, serta di bawah kekuasaan-Nya. Tidak
ada yang bisa menjalankan suatu kehendak kecuali dengan kehendak Allah.
“Tiada
yang dapat memberi syafaat di sisi Allah tanpa izin-Nya.”
Memberi
syafaat maksudnya menjadi perantara bagi orang lain dalam mendatangkan manfaat
atau mencegah bahaya. Inti syafaat di sisi Allah adalah doa. Orang yang
mengharapkan syafaat Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam berarti mengharapkan
agar Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam mendoakannya di sisi
Allah. Ada syafaat yang khusus untuk Nabi Muhammad, seperti syafaat untuk
dimulainya hisab di akhirat, dan syafaat bagi penghuni surga agar pintu surga
dibukakan untuk mereka. Ada yang tidak khusus untuk Nabi shallallahu
‘alahi wa sallam,
seperti syafaat bagi orang yang berhak masuk neraka agar tidak dimasukkan ke
dalamnya, dan syafaat agar terangkat ke derajat yang lebih tinggi di surga.
Jadi,
seorang muslim bisa memberikan syafaat untuk orang tua, anak, saudara atau
sahabatnya di akhirat. Akan tetapi, syafaat hanya diberikan kepada orang yang
beriman dan meninggal dalam keadaan iman. Disyaratkan dua hal untuk
mendapatkannya, yaitu:
Izin
Allah untuk orang yang memberi syafaat.
Ridha
Allah untuk orang yang diberi syafaat.
Oleh
karena itu, seseorang tidak boleh meminta syafaat kecuali kepada Allah. Selain
berdoa, hendaknya kita mewujudkan syarat mendapat syafaat; dengan meraih ridha
Allah. Tentunya dengan menaatiNya menjalankan perintahNya semampu kita, dan
meninggalkan semua laranganNya.
“Dia
mengetahui apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka.”
Ini
adalah dalil bahwa ilmu Allah meliputi seluruh makhluk, baik yang ada pada masa
lampau, sekarang maupun yang akan datang. Allah mengetahui apa yang telah,
sedang, dan yang akan terjadi, bahkan hal yang ditakdirkan tidak ada, bagaimana
wujudnya seandainya ada. Ilmu Allah sangat sempurna.
“Dan
mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah kecuali dengan apa yang
dikehendaki-Nya.”
Tidak
ada yang mengetahui ilmu Allah, kecuali yang Allah ajarkan. Demikian pula ilmu tentang dzat dan
sifat-sifat Allah. Kita tidak punya jalan untuk menetapkan suatu nama atau
sifat, kecuali yang Dia kehendaki untuk ditetapkan dalam al-Quran dan
al-Hadits.
“Kursi
Allah meliputi langit dan bumi.”
Ibnu
Abbas radhiallahu ‘anhu menafsirkan kursi
dengan berkata:
“Kursi
adalah tempat kedua telapak kaki Allah.” (HR. al-Hakim no.
3116, di hukumi shahih oleh al-Hakim dan adz-Dzahabi)
Ahlussunnah
menetapkan sifat-sifat seperti ini sebagaimana ditetapkan Allah dan Nabi shallallahu
‘alahi wa sallam,
sesuai dengan kegungan dan kemuliaan Allah tanpa menyerupakannya dengan sifat
makhluk.
Ayat
ini menunjukkan besarnya kursi Allah dan besarnya Allah. Dalam sebuah hadits,
Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda:
“Tidaklah
langit yang tujuh dibanding kursi kecuali laksana lingkaran anting yang
diletakkan di
“Dan
Allah tidak terberati pemeliharaan keduanya.”
Seorang
ibu, tentu merasakan betapa lelahnya mengurus rumah sendirian. Demikian juga
seorang kepala desa, camat, bupati, gubernur atau presiden dalam mengurus
wilayah yang mereka pimpin. Namun, tidak demikian dengan Allah yang Maha Kuat.
Pemeliharaan langit dan bumi beserta isinya sangat ringan bagi-Nya. Segala
sesuatu menjadi kerdil dan sederhana di depan Allah.
“Dan
Dia Maha Tinggi lagi Maha Besar.”
Allah
memiliki kedudukan yang tinggi, dan dzat-Nya berada di ketinggian, yaitu di
atas langit (di atas singgasana). Dalam sebuah hadits, Nabi shallallahu
‘alahi wa sallam bertanya
kepada seorang budak perempuan: “Di mana Allah?”
Ia
menjawab, “Di langit.”
Nabi shallallahu
‘alahi wa sallam bertanya, “Siapa
saya?”
Ia
menjawab, “Engkau adalah Rasulullah.”
Maka,
Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam berkata kepada
majikannya (majikan budak perempuan tersebut -ed), “Bebaskanlah
ia, karena sungguh dia beriman!” (HR. Muslim no. 537)
Jelaslah
bahwa keyakinan sebagian orang bahwa Allah ada dimana-mana bertentangan dengan
al-Qur’an dan al-Hadits.
Demikian
pula Allah memiliki kedudukan yang agung dan dzatnya juga agung sebagaimana
ditunjukkan oleh keagungan kursiNya dalam ayat ini.
Kesimpulan:
Semua
ayat al-Qur’an agung. Adapun ayat yang paling agung adalah ayat kursi.
Disunnahkan
untuk membaca ayat ini setiap selesai shalat wajib, pada dzikir pagi dan sore, dan
sebelum tidur.
Penegasan
kalimat tauhid.
Arti al-Hayyu dan al-Qayyum yang menunjukkan
seluruh nama Allah yang lain.
Semua
bentuk kekurangan harus dinafikan dari Allah.
Arti
syafaat dan syarat memperolehnya.
Ilmu
Allah sangat sempurna.
Kita
hanya menetapkan untuk Allah nama dan sifat yang ditetapkan oleh Allah
dan RasulNya sesuai dengan keagungan dan kemuliaanNya, tanpa menyerupakannya
dengan nama dan sifat makhluk.
Arti
dan keagungan kursi Allah.
Ketinggian
dan keagungan Allah dalam dzat dan kedudukan.
Kesalahan
orang yang mengatakan Allah ada di mana-mana.
Penetapan
banyak nama dan sifat Allah yang menunjukkan kemuliaan dan kesempurnaan-Nya.
Wallahu a’lam.
Referensi:
Al-Quran dan Terjemahnya
Tafsir Ibnu
Katsir
Fathul Qadir, asy-Syaukani
Taysirul Karimir Rahman, Abdurrahman as-Sa’di
Shahih al-Bukhari
Shahih Muslim
Al-Mu’jam al-Kabir, ath-Thabrani
al-Mustadrak, al-Hakim.
Shahih Ibnu Hibban
Shahih Targhib wa Tarhib, al-Albani
Silsilah Ahadits Shahihah, al-Albani
Fathul Majid, Abdurrahman bin
Hasan
Fiqhul Asma’il Husna, Abdurrazzaq al-Badr
Al-Qamus al-Muhith, al-Fairuzabadi
Ibnu
Abil ‘Izz al-Hanafi berkata: “…tiada kehidupan untuk hati,
tidak ada kesenangan dan ketenangan baginya, kecuali dengan mengenal Rabbnya,
Sesembahan dan Penciptanya, dengan Asma’, Sifat dan Af’al (perbuatan)-Nya, dan
seiring dengan itu mencintai-Nya lebih dari yang lain, dan berusaha mendekatkan
diri kepada-Nya tanpa yang lain…” (Syarah al-Aqidah ath-Thahawiyyah)
***
Penulis: Ustadz Anas Burhanuddin, Lc.
Artikel www.muslim.or.id
Artikel www.muslim.or.id
0 komentar:
Posting Komentar