Ilmu adalah cahaya dan petunjuk,
sedangkan kebodohan adalah kegelapan dan kesesatan. Allah Subhanahu Wa Ta’ala
berfirman:
“Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya
dari Allah dan kitab yang memberikan keterangan yang sangat jelas. Dengan kitab
itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridhaan-Nya ke jalan
keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang dari
gelap-gulita kepada cahaya yang terang-benderang dengan seizin-Nya dan
menunjuki mereka ke jalan yang lurus.” (Al-Maidah:15-16)
Namun hanya sebagian kecil hamba-Nya
yang mau mempelajari Islam secara serius dan baik. Mereka lebih
berbangga dan bersemangat dengan ilmu dunia karena dengannya mereka bisa
diridhoi sesama manusia lainnya, seakan mereka tak butuh ridho Allah Subhanahu
wata’ala, sebagaimana firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:
“Maka tatkala datang kepada mereka
rasul-rasul (yang diutus kepada) mereka dengan membawa keterangan-keterangan,
mereka lebih membanggakan pengetahuan yang ada pada mereka. Maka mereka
dikepung oleh azab Allah yang selalu mereka perolok-olokkan itu.” (Al-Mu’min: 83)
Ketahuilah, bahwa ilmu yang diwajibkan
kita untuk mencarinya adalah ilmu syar’i (ilmu agama Islam yang benar dan lurus
sesuai Qur’an dan Sunnah). Begitu pula orang-orang yang dipuji karena memiliki
ilmu dan yang disebut sebagai ulama adalah orang-orang yang memiliki ilmu
syar’i. Yaitu ilmu tentang syariat atau agama Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang
dibawa oleh utusan-Nya. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadits Abud Darda
radiyallahu anhu , bahwa Nabi Shalallhu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Dan sesungguhnya ulama adalah pewaris
para nabi. Para nabi tidaklah mewariskan dinar, tidak pula mewariskan dirham.
Akan tetapi mereka mewariskan ilmu. Barangsiapa mendapatkannya maka dia telah
mendapatkan bagian yang sangat mencukupi.” (HR. Abu Dawud dan yang lainnya,
dihasankan oleh Asy-Syaikh Al-Albani rahimakumullah)
Adapun ilmu pengetahuan yang berkaitan
dengan teknologi, kedokteran, dan yang lainnya, meskipun hal itu memiliki
manfaat, namun bukanlah ilmu yang disebutkan pujiannya di dalam Al-Qur’an
maupun As-Sunnah.
Dengan Ilmu Seorang Hamba Mengenal
Tuhannya
Dengan menuntut ilmulah, seseorang akan
mengenal Rabb-nya dan akan kokoh di atas agama yang mulia. Dengan menuntut
ilmu, seseorang akan mengetahui bahwa Dialah Allah Subhanahu Wa Ta’ala
satu-satunya sesembahan yang benar, sedangkan selain-Nya adalah sesembahan yang
batil. Dengan demikian, Allah Subhanahu Wa Ta’ala akan selamatkan seseorang
dengan sebab menuntut ilmu dari kegelapan syirik dan kemaksiatan serta
kesesatan bid’ah dan kerancuan pemikiran. Begitu pula, Allah Subhanahu Wa
Ta’ala akan menyelamatkannya dari kegelapan dan kesulitan serta dijauhkan dari
siksa-Nya di hari kebangkitan.
Dengan Ilmu Seorang Hamba Melakukan Amal
Shalih Sesuai Tuntunan Yang Benar (Tidak Menyimpang)
Menuntut ilmu adalah jalan untuk
mendapatkan keridhaan Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan jalan menuju surga-Nya yang
penuh dengan kenikmatan. Nabi Shalallhu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Barangsiapa berjalan dalam rangka
menuntut ilmu maka akan dimudahkan jalannya menuju surga.” (HR. Muslim)
Hadits ini menunjukkan bahwa jalan yang
pertama kali harus ditempuh untuk mencapai jannah (surga) tidak lain adalah
dengan cara menuntut ilmu. Barangsiapa menempuh jalan lainnya, atau menyangka
bahwa dirinya akan mendapatkan kenikmatan jannah meskipun tanpa menuntut ilmu,
maka akan sia-sialah usahanya meskipun dengan susah-payah dia menjalaninya.
Bahkan dia akan menjadi orang yang merugi karena sia-sia amalannya. Dirinya
menyangka telah banyak beramal, padahal apa yang dilakukan adalah amalan bid’ah
(menyimpang) yang tidak akan diterima oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Bahkan
bisa jadi tanpa disadarinya yang dilakukan adalah perbuatan syirik yang akan
menjadi sebab gugurnya seluruh amal ibadah yang telah dilakukannya. Allah
Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
Katakanlah: “Apakah akan Kami beritahukan
kepada kalian tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?” Yaitu
orang-orang yang telah sia-sia amalannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan
mereka menyangka bahwa mereka telah berbuat sebaik-baiknya. (Al-Kahfi: 103-104)
Berhati-hati Dalam Menuntut Ilmu, Tidak
Belajar Sendiri, dan Ikutilah Ulama Yang Baik
Ketahuilah, bahwasanya disamping
bersemangat, seseorang juga harus berhati-hati dalam menuntut ilmu. Karena ilmu
itu tidaklah diambil kecuali dari ahlinya. Sehingga dikatakan oleh sebagian
para ulama kita:
“Sesungguhnya ilmu ini adalah agama maka
lihatlah dari siapa kalian mengambil agama kalian.”
Maka sudah semestinya bagi kaum muslimin
untuk mempelajari agamanya dari para ulama. Karena mereka adalah
orang-orang yang menempati kedudukan para nabi dalam menyampaikan agama. Maka
sungguh merupakan suatu anggapan yang salah ketika seseorang merasa mampu untuk
memahami agama ini tanpa bimbingan para ulama, dan merasa cukup dengan
mempelajari sendiri dari kitab-kitab yang dimilikinya (tidak belajar secara sendiri/otodidak).
Begitu pula merupakan suatu kesalahan yang besar ketika seseorang
menganggap yang penting kembali kepada Al-Qur’an dan hadits (As-Sunnah) dengan
mengambilnya sendiri dan tidak mengambilnya melalui para ulama.
Sungguh telah muncul orang-orang yang
meremehkan kedudukan para ulama sehingga mengambil kesimpulan serta menetapkan
hukum sendiri dari apa yang dia baca dari Al-Qur’an dan hadits. Padahal cara
membacanya saja masih banyak yang salah, apalagi memahami kandungannya serta
mengambil hukum dari apa yang dia baca. Maka yang demikian ini sungguh sangat
berbahaya. Karena untuk melakukan itu dibutuhkan perangkat ilmu yang begitu
banyak, dan hanya para ulama yang benar-benar kokoh ilmunya yang bisa
melakukannya. Oleh karena itu, marilah kita berupaya sekuat kemampuan kita
untuk senantiasa berhati-hati dan mengembalikan urusan agama kita kepada
ahlinya.
Orang Berilmu adalah Pilihan Allah.
Orang Terpilih Allah Mudahkan Memahami Ilmu.
Tanda yang menunjukkan bahwa seseorang
diinginkan Allah Subhanahu wa ta’ala untuk mendapatkan kebaikan berupa
kenikmatan surga-Nya adalah mudahnya ia memahami agama Allah Subhanahu Wa
Ta’ala. Hal ini sebagaimana tersebut dalam hadits:
“Barangsiapa yang Allah inginkan
terhadapnya kebaikan maka Allah akan pahamkan dia terhadap agamanya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Sehingga ketidakpahaman seseorang
terhadap agamanya menunjukkan bahwa dirinya bukan orang yang dikehendaki oleh
Allah Subhanahu Wa Ta’ala untuk mendapatkan kebaikan (bukan orang
terpilih sesuai kehendak dan takdir-Nya karena Allah Maha Tahu mana hambaNya
yang mau dan pantas menerima hidayah, red), meskipun orang
tersebut ahli dalam masalah ekonomi, kesehatan, serta ilmu pengetahuan
yang lainnya. Bahkan apabila ilmu pengetahuannya tentang dunia
tersebut memalingkan dirinya dari mempelajari agama Allah Subhanahu Wa Ta’ala
sehingga tidak menerima ajaran yang ada di dalamnya, maka dirinya telah
tertular sifat orang kafir yang disebutkan dalam firman Allah Subhanahu Wa
Ta’ala:
“Maka tatkala datang kepada mereka
rasul-rasul (yang diutus kepada) mereka dengan membawa keterangan-keterangan,
mereka lebih membanggakan pengetahuan yang ada pada mereka. Maka mereka
dikepung oleh azab Allah yang selalu mereka perolok-olokkan itu.” (Al-Mu’min: 83)
Akhirnya, mudah-mudahan Allah Subhanahu
Wa Ta’ala memberikan taufiq-Nya kepada kita semua sehingga menjadi orang-orang
yang paham terhadap satu-satunya agama yang diridhai-Nya, yaitu agama Islam.
Sumber :
Untuk melihat tulisan lengkap sesuai
sumber asli tulisan diatas, silahkan baca tulisan berjudul “Kewajiban Menuntut
Ilmu “(ditulis oleh: Al-Ustadz Saifudin Zuhri, Lc.), Majalah AsySyariah Edisi
059 atau klik http://asysyariah.com/kewajiban-menuntut-ilmu.html/Kebun
Hidayah
0 komentar:
Posting Komentar