http://faridanm.blogspot.com/
Muqoddimah
Alhamdulillah,
sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi
Muhammad
صلي الله عليه وسلم, keluarga, dan sahabatnya.
Amma Ba’du:
Sejarah
masuknya agama Islam ke negeri kita tercinta Indonesia
sungguhlah
unik dan menakjubkan. Betapa tidak, konon nenek moyang kita beragama Hindu dan
Buddha dan di bawah kekuasaan kerajaan-kerajaan Hindu dan Buddha pula. Walau
demikian, semua itu tidak dapat menghadang laju pergerakan para penyebar syi'ar
Islam. Kisah sejarah ini semakin unik, karena nenek moyang kita memeluk agama
Islam dengan sukarela, tanpa paksaan dan iming-iming materi. Keputusan berani
mereka ini tentu berisiko berat, karena mereka pastilah berhadapan dengan para
penguasa dan pemuka masyarakat mereka. Bisa Anda bayangkan, kira-kira bagaimana
sikap para pendeta, biksu, dan pemuka agama Hindu dan Buddha tatkala mengetahui
pilihan masyarakatnya.
Tahukah
Anda, siapakah tokoh-tokoh penyebar agama Islam di bumi Nusantara ini? Apakah
profesi mereka yang berhasil mengislamkan nenek moyang kita? Konon, mereka
adalah para pedagang muslim yang singgah di berbagai pelabuhan nusantara, lalu
berinteraksi dengan masyarakat sekitar. Sekarang coba Anda bandingkan dengan
kemajuan dakwah penyebaran syi'ar Islam di zaman sekarang.
Dengan
berbagai kemudahan dan fasilitas yang ada para juru dakwah zaman sekarang belum
kuasa mengukirkan sejarah segemilang yang ditorehkan para pedagang kala
itu.
Melalui
tulisan sederhana ini, saya mengajak Anda mengenal sejauh manakah keluhuran
perilaku pedagang muslim sehingga begitu memikat simpati masyarakat. Dengan
mengetahui berbagai etika dan adab pengusaha muslim sejati, diharapkan Anda
dapat merintis kembali sejarah emas tersebut.
ETIKA PERTAMA:
KETULUSAN NIAT
Niat adalah dasar dan pembangkit segala bentuk ucapan dan tindakan.
Bila niat Anda tulus dan luhur, niscaya ketulusan niat ini terpancar dalam
ucapan dan tindakan Anda. Seorang pedagang muslim menjalankan perniagaannya
dalam rangka menjaga kehormatan dirinya sehingga tidak merendahkan diri dengan
meminta-minta. Dengan berniaga keluhuran jiwa seorang muslim terbukti dengan
tercukupinya kebutuhan dan nafkah setiap orang yang berada di bawah tanggung
jawabnya.
لَأَنْ يَغْدُوَ أَحَدُكُمْ فَيَحْطِبَ عَلَى ظَهْرِهِ
فَيَتَصَدَّقَ بِهِ وَيَسْتَغْنِيَ بِهِ مِنْ النَّاسِ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ
يَسْأَلَ رَجُلًا أَعْطَاهُ أَوْ مَنَعَهُ ذَلِكَ فَإِنَّ الْيَدَ الْعُلْيَا
أَفْضَلُ مِنْ الْيَدِ السُّفْلَى وَابْدَأْ بِمَنْ تَعُولُ
Andai seorang di antara kalian pergi mencari kayu bakar dan
memanggulnya di atas punggungnya, sehingga dengan itu ia dapat bersedekah dan
mencukupi kebutuhannya (tidak meminta-minta kepada) orang lain, itu lebih baik
daripada ia meminta-minta kepada orang lain, baik orang itu memberinya atau
menolak permintaannya. Karena sesungguhnya tangan yang di atas itu lebih utama
daripada tangan yang di bawah. Dan mulailah (nafkahmu dari) orang-orang yang
menjadi tanggung jawabmu." [1]
ETIKA KEDUA:
TANGGUH DAN PANTANG MENYERAH
Di antara kepribadian pedagang muslim yang membedakannya dari
selainnya ialah ketangguhan mental dan jiwanya. Berbagai aral yang melintang di
jalan hidupnya tidak menjadikan semangatnya luntur. Kegagalan dan tantangan,
yang kadang menghiasi perjuangannya, tidak menjadikannya lemah dan kendur
semangat. Dia akan selalu optimis dan menatap masa depan dengan penuh
kepercayaan. Semboyannya hanya satu, "Selama hayat di kandung badan, maka
keberhasilan dan rezekinya pastilah mengalir." Semboyan ini bukanlah diperoleh
dari sesuatu yang hampa, melainkan diperoleh dari janji Alloh dan
Rosul-Nya.
وَمَا بِكُم مِّن نِّعْمَةٍ فَمِنَ
اللّهِ
Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allohlah
(datangnya). (QS. an-Nahl [16]: 53)
ETIKA KETIGA:
T A W A K A L
Keimanan Anda—sebagai pengusaha muslim—kepada Alloh tidak menjadikan
Anda bertopang dagu dan pasrah dengan setiap kenyataan. Keimanan terus mendorong
Anda untuk berusaha tanpa kenal lelah. Walau demikian, Anda menyerahkan hasil
dari usaha keras Anda kepada kehendak dan karunia Alloh.
نَحْنُ قَسَمْنَا بَيْنَهُم مَّعِيشَتَهُمْ فِي الْحَيَاةِ
الدُّنْيَا وَرَفَعْنَا بَعْضَهُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِيَتَّخِذَ بَعْضُهُم
بَعْضاً سُخْرِيّاً
Kamilah yang menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam
kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian
lainnya beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian
lainnya. (QS. az-Zukhruf [43]: 32)
Betapa indah gambaran Rosululloh صلي الله عليه وسلم tentang tawakal berikut
ini:
لَوْ أَنَّكُمْ تَتَوَكَّلُونَ عَلَى اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ
لَرَزَقَكُمْ كَمَا يَرْزُقُ الطَّيْرَ تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُوحُ
بِطَانًا
Andai engkau bertawakal kepada Alloh dengan sebenarnya, niscaya Alloh
memberimu rezeki sebagaimana Alloh memberi rezeki kepada burung yang di pagi
hari meninggalkan sarangnya dan ketika senja hari tiba, ia telah kenyang." (HR.
Ahmad: 1/30)
Coba Anda cermati burung-burung yang ada di sekitar rumah Anda. Di
pagi hari, adakah burung yang tidak meninggalkan sarangnya? Bila ada, maka dapat
dipastikan itu adalah burung yang sedang menderita sakit. Dengan demikian,
tawakal yang benar tidak menjadikan Anda manusia pemalas. Akan tetapi, tawakal
menjadikan Anda dapat menatap hari esok dengan penuh percaya diri tanpa ada
kekhawatiran sedikit pun.
ETIKA KEEMPAT:
BERNIAGA NAMUN TIDAK LALAI DARI MENGINGAT
ALLOH
Di antara karakter pengusaha muslim yang sangat indah dan membedakan
Anda dari pengusaha nonmuslim ialah senantiasa ingat kepada Alloh Ta'ala. Dengan
demikian, Anda senantiasa menjalankan kewajiban ibadah kepada Alloh tanpa
terganggu oleh berbagai aktivitas perniagaan Anda.
رِجَالٌ لَّا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلَا بَيْعٌ عَن ذِكْرِ
اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاء الزَّكَاةِ يَخَافُونَ يَوْماً تَتَقَلَّبُ
فِيهِ الْقُلُوبُ وَالْأَبْصَارُ
Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak pula oleh
jual beli dari mengingat Alloh dan dari mendirikan sholat dan menunaikan zakat.
Mereka takut kepada suatu hari yang padanya hati dan penglihatan bergoncang.
(QS. an-Nur [24]: 37)
Anda senantiasa sadar bahwa Alloh Ta'ala mengetahui setiap perbuatan
dan ucapan Anda. Dan Anda pun percaya bahwa setiap ucapan dan perbuatan Anda
pastilah mendapat balasannya yang setimpal. Kesadaran ini menjadikan Anda
waspada dan tidak menghalalkan segala
macam cara dalam mencari keuntungan niaga.
لَا تَسْتَبْطِئُوا الرِّزْقَ , فَإِنَّهُ لَـمْ يَكُنْ عَبْدٌ
يَـمُوْتُ حَتَّى يَبْلُغَهُ آخِرُ رِزْقٍ هُوَلَهُ , فَاتَّقُوا اللهَ
وَأَجْمِلُوا فِي الطَّلَبِ مِنَ الْـحَلَالِ وَتَرْكِ الْـحَرَامِ
"Jangan pernah engkau merasa rezekimu telat datang, karena
sesungguhnya tiada seorang pun hamba yang mati, hingga telah datang kepadanya
rezeki terakhir yang ditentukan untuknya. Maka bertaawalah engkau kepada Alloh
dan tempuhlah jalan yang baik dalam mencari rezeki. Tempuhlah yang halal dan
tinggalkan yang haram." [1]
Anda berlaku santun dalam menjalankan perniagaan, karena Anda beriman
bahwa harta kekayaan dunia bukanlah standar keberhasilan, baik di dunia atau
akhirat. Harta kekayaan hanyalah titipan dan bahkan ujian, apakah Anda bersyukur
atau sebaliknya, kufur.
وَاعْلَمُواْ أَنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلاَدُكُمْ فِتْنَةٌ
وَأَنَّ اللّهَ عِندَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ
Dan ketahuilah bahwa harta benda dan anak keturunanmu hanyalah
cobaan, dan sesungguhnya Alloh, di sisi-Nya terdapat pahala yang agung. (QS.
al-Anfal [8]: 28)
Anda percaya bahwa keberhasilan hidup tidaklah diukur dari banyak
atau sedikitnya kekayaan Anda. Terlalu rendah dan hina bila kesuksesan hidup
diukur dengan materi.
لَوْ كَانَتْ الدُّنْيَا تَعْدِلُ عِنْدَ اللَّهِ جَنَاحَ
بَعُوضَةٍ مَا سَقَى كَافِرًا مِنْهَا شَرْبَةَ مَاءٍ
"Andai dunia beserta isinya seberat sayap nyamuk, niscaya Alloh tidak
pernah memberi kesempatan kepada orang kafir untuk meneguk walau hanya seteguk
air minum." [2]
ETIKA KELIMA:
J U J U R
Syari'at Islam mengajarkan untuk selalu berbuat jujur dalam segala
keadaan. Anda berlaku jujur walau secara lahir kejujuran Anda dapat menimbulkan
kerugian pada diri Anda sendiri.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُونُواْ قَوَّامِينَ
بِالْقِسْطِ شُهَدَاء لِلّهِ وَلَوْ عَلَى أَنفُسِكُمْ أَوِ الْوَالِدَيْنِ
وَالأَقْرَبِينَ إِن يَكُنْ غَنِيّاً أَوْ فَقَيراً فَاللّهُ أَوْلَى بِهِمَا فَلاَ
تَتَّبِعُواْ الْهَوَى أَن تَعْدِلُواْ وَإِن تَلْوُواْ أَوْ تُعْرِضُواْ فَإِنَّ
اللّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيراً
Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar
penegak keadilan, menjadi saksi karena Alloh biarpun terhadap dirimu sendiri
atau ibu bapak dan kaum kerabatmu, jika ia kaya ataupun miskin, maka Alloh lebih
tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin
menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutarbalikkan (kata-kata) atau enggan
menjadi saksi, maka sesungguhnya Alloh adalah Maha Mengetahui segala apa yang
kamu kerjakan. (QS. an-Nisa' [4]: 135)
يَا مَعْشَرَ التُّجَّارِ فَاسْتَجَابُوا لِرَسُولِ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَرَفَعُوا أَعْنَاقَهُمْ وَأَبْصَارَهُمْ
إِلَيْهِ فَقَالَ إِنَّ التُّجَّارَ يُبْعَثُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فُجَّارًا
إِلَّا مَنْ اتَّقَى اللَّهَ وَبَرَّ وَصَدَقَ
"Wahai para pedagang!" Spontan mereka menegakkan leher dan pandangan
guna memperhatikan seruan Rosululloh صلي الله عليه وسلم. Lalu beliau bersabda,
"Sesungguhnya para pedagang kelak pada hari kiamat akan dibangkitkan sebagai
orang-orang fajir (jahat) kecuali pedagang yang bertaqwa kepada Alloh, berbuat
baik, dan berlaku jujur." [1]
Al-Qodhi 'Iyadh رحمه الله berkata, "Kebiasaan para pedagang adalah menipu dalam perniagaan dan
berambisi untuk menjual barang dagangannya dengan segala cara yang dapat mereka
lakukan. Tanpa terkecuali, dengan sumpah palsu dan yang serupa. Karenanya, Nabi
صلي الله عليه وسلم memvonis mereka sebagai
orang-orang jahat (fajir). Beliau hanya mengecualikan dari vonis ini para
pedagang yang senantiasa menghindari hal-hal yang diharamkan, senantiasa
memenuhi sumpah, dan jujur dalam setiap ucapannya." (Dinukil oleh al-Mubarokfuri
dalam kitabnya Tuhfatul Ahwadzi: 4/336)
ETIKA KEENAM:
SENANTIASA MEMUDAHKAN ORANG
LAIN
Perniagaan dan keuntungan bukanlah cita-cita akhir Anda dari
berniaga. Keuntungan hanyalah sarana untuk memudahkan urusan dunia dan akhirat
Anda. Wajar bila Anda selalu bersikap ringan tangan dan rendah hati pada setiap
urusan termasuk ketika sedang berniaga.
Dari sahabat Jabir bin Abdillah رضي الله عنه, bahwa Rosululloh
صلي الله عليه وسلم
bersabda:
رَحِمَ اللَّهُ رَجُلًا سَمْحًا إِذَا بَاعَ وَإِذَا اشْتَرَى
وَإِذَا اقْتَضَى
"Semoga Alloh senantiasa merahmati seseorang yang senantiasa berbuat
mudah ketika ia menjual, ketika membeli, dan ketika menagih." [1]
Sikap Anda ini merupakan cerminan nyata dari keimanan Anda bahwa
kehidupan dunia ini hanyalah sesaat, dan selanjutnya cepat atau lambat anda
pasti berpindah ke alam akhirat. Karenanya, Anda tak kenal lelah untuk
terus-menerus menabur benih-benih kehidupan akhirat semasa hidup di dunia fana
ini.
Pada suatu hari Rosululloh صلي الله عليه وسلم bercerita, "(Pada hari
kiamat kelak) Alloh mendatangkan salah seorang hamba-Nya yang pernah Dia beri
harta kekayaan, kemudian Alloh bertanya kepadanya, 'Apa yang engkau lakukan
ketika di dunia?' (Dan mereka tidak dapat menyembunyikan dari Alloh suatu
kejadian)[2] Sang hamba menjawab, 'Wahai
Tuhanku, Engkau telah mengaruniakan kepadaku harta kekayaan, dan aku berjual
beli dengan orang lain, dan kebiasaanku (akhlaqku) adalah senantiasa memudahkan,
aku meringankan (tagihan) orang yang mampu dan menunda (tagihan kepada) orang
yang tidak mampu.' Kemudian Alloh berfirman, 'Aku lebih berhak untuk melakukan
ini daripada engkau, mudahkanlah hamba-Ku ini.'" [3]
Tidakkah Anda menjadi tergiur mendengar kisah Rosululloh صلي الله عليه وسلم di atas? Semasa di dunia,
perniagaan Anda berjalan lancar, harta melimpah, dan ternyata di akhirat,
kekayaan Anda menghantarkan Anda ke pintu surga?
ETIKA KETUJUH:
MEMBELANJAKAN HARTA DI JALAN YANG
BENAR
Manisnya kekayaan, mungkin saja menjadikan Anda lalai dan lupa
daratan. Betapa tidak, segala yang Anda inginkan dapat terwujud dengan mudah
berkat kekayaan Anda yang melimpah. Betapa sering Anda bisa menahan diri dan
bersikap bersahaja tatkala kantong Anda cekak, namun hal itu begitu berat untuk
Anda lakukan bila kantong Anda tebal.
Keimanan dan keluhuran jiwa Andalah yang dapat menahan Anda dari
sikap angkuh dan melampaui batas ketika berhasil mencapai kekayaan. Yang
demikian itu karena Anda sadar bahwa suatu saat nanti kekayaan itu harus Anda
pertanggungjawabkan, dari mana memperolehnya dan ke mana Anda
membelanjakannya.
لَا تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى
يُسْأَلَ عَنْ عُمُرِهِ فِيمَا أَفْنَاهُ وَعَنْ عِلْمِهِ فِيمَ فَعَلَ وَعَنْ
مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَ أَنْفَقَهُ وَعَنْ جِسْمِهِ فِيمَ
أَبْلَاهُ
"Kelak pada hari kiamat, tidaklah kedua kaki seorang hamba dapat
bergeser hingga ia ditanya tentang umurnya, untuk apa ia habiskan; tentang
ilmunya, apa yang ia perbuat dengannya; tentang hartanya, dari mana dan ke mana
ia belanjakan; dan tentang badannya, untuk apa ia gunakan." [1]
PENUTUP
Semoga paparan singkat ini menggugah semangat dan iman Anda untuk
memancarkan iman dan keluhuran jiwa Anda dalam setiap sikap dan perbuatan Anda,
tanpa terkecuali ketika Anda berniaga. Betapa besar pahala yang diraih bila Anda
berhasil membuktikan bahwa Islam adalah agama yang menjunjung tinggi akhlaq
mulia dan menempatkannya di atas segala kepentingan dunia. Wallohu Ta'ala
A'lam.[]
(Sumber: www.ibnumajjah.wordpress.com)
0 komentar:
Posting Komentar