Syukur kepada nikmat Allah yang tiada terputus dan
pemberian-Nya yang tak pernah berhenti memiliki keutamaan dan kedudukan yang
tinggi. Allah sendiri yang telah memerintahkan syukur ini di dalam kitab-Nya
dan melarang perilaku kufur yang menjadi lawannya, memuji para pelakunya, dan
menyandangkannya kepada hamba-hamba pilihan-Nya. Allah juga menjadikan syukur
sebagai tujuan penciptaan makhluk dan puncak dari perintah-Nya. Dia telah
menjanjikan pahala yang besar bagi pelakunya dan menjadikannya sebagai sebab
bertambahnya nikmat dan karunia-Nya, serta menjadikannya sebagai penjaga dan
pelanggeng nikmat tersebut.
Allah telah memerintahkan
syukur di beberapa tempat dalam Al Qur'an. Seperti dalam firman-Nya;
"Dan syukurilah nikmat Allah jika kamu hanya kepada-Nya saja
menyembah." (QS. An Nahl: 114)
"Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula)
kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari
(nikmat)-Ku." (QS. Al Baqarah: 152)
"Maka mintalah rezeki itu di sisi Allah, dan sembahlah Dia dan
bersyukurlah kepada-Nya. Hanya kepada-Nya lah kamu akan dikembalikan."
(QS. Al Ankabut: 17)
Allah telah menggabungkan
syukur dengan iman. Dia mengabarkan tidak ada alasan untuk mengadzab hamba-Nya
jika mereka bersyukur dan beriman kepada-Nya. Allah Ta'ala berfirman:
"Mengapa Allah akan menyiksamu, jika kamu bersyukur dan beriman?
Dan Allah adalah Maha Mensyukuri lagi Maha Mengetahui." (QS.
An Nisa': 147) Maksudnya: jika kalian melaksanakan dan memenuhi tujuan
diciptakannya kalian, yaitu syukur dan iman, bagaimana Aku (Allah) akan
menyiksamu?
Allah Subhanahu wa Ta'ala mengabarkan
bahwa orang-orang yang bersyukur adalah orang yang sukses di antara
hamba-hamba-Nya dalam menghadapi ujian Allah.
"Dan demikianlah telah Kami uji sebahagian mereka (orang-orang yang
kaya) dengan sebahagian mereka (orang-orang miskin), supaya (orang-orang yang
kaya itu) berkata: "Orang-orang semacam inikah di antara kita yang diberi
anugerah oleh Allah kepada mereka?" (Allah berfirman): "Tidakkah
Allah lebih mengetahui tentang orang-orang yang bersyukur (kepada-Nya)?"
(QS. Al An'am: 53)
Allah juga mengaitkan tambahan
nikmat dengan syukur. Tambahan nikmat ini tiada terbatas sebagaimana tak
terbatasnya rasa syukur kepada-Nya.
"Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan:
"Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat)
kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya adzab-Ku sangat
pedih"." (QS. Ibrahim: 7) Bertambahnya nikmat ada bersama
syukur akan tetap berlaku untuk selama-lamanya. Karenanya dikatakan, "Saat
engkau melihat keadaanmu tidak bertambah baik maka mulailah bersyukur."
Allah telah membagi manusia
dalam dua kelompok: syukur dan kufur. Kufur dan pelakunya adalah sesuatu yang
paling dibencinya. Sebaliknya, syukur dan para pelakunya adalah yang paling
dicintai-Nya. Allah Ta'ala berfirman dalam Surat al Insan:
"Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang
bersyukur dan ada pula yang kafir." (QS. Al Insan: 3)
"Jika kamu kafir, maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman)
mu dan Dia tidak meridai kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur,
niscaya Dia meridai bagimu kesyukuranmu itu." (QS. Az Zumar:
7)
"Dan barang siapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya
ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barang siapa yang tidak bersyukur, maka
sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji." (QS. Luqman:
12)
"Dan barang siapa yang bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur
untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan barang siapa yang ingkar, maka
sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia." (QS. An Naml:
40)
Allah Subhanahu wa Ta'ala juga
mengabarkan bahwa orang yang beribadah kepada-Nya adalah hamba-hamba-Nya yang
bersyukur. Sedangkan orang yang tidak bersyukur tidak masuk dalam golongan
orang yang beribadah kepada-Nya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
"Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang
baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika
benar-benar hanya kepada-Nya kamu menyembah." (QS. Al Baqarah:
172)
"Dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridai bagimu kesyukuranmu
itu." (QS. Az Zumar: 7)
Wasiat pertama yang Allah
sampaikan kepada manusia setelah dia berakal adalah bersyukur kepada Allah dan
kepada kedua orang tua. Allah Ta'ala berfirman:
"Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua
orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang
bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan
kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu."
(QS. Luqman: 14)
Allah telah mengaitkan
beberapa balasan dari macam-macam ibadah dengan kehendak-Nya. Seperti firman-Nya,
"Maka Allah
nanti akan memberikan kekayaan kepadamu dari karunia-Nya, jika Dia menghendaki."
(QS. Al Taubah: 28); "Maka Dia menghilangkan bahaya yang karenanya kamu berdoa
kepada-Nya, jika Dia menghendaki." (QS. Al An;am: 41); "Dia akan mengampuni siapa
yang dikehendaki-Nya." (QS. Ali Imran: 129); "Dan Allah menerima tobat
orang yang dikehendaki-Nya." (QS. Al Taubah: 15).
Adapun syukur, Allah telah
memutlakkan balasan-Nya secara total sebagaimana yang disebutkan dalam
firman-Nya: "Dan Kami akan memberi
balasan kepada orang-orang yang bersyukur." (QS. Ali Imran:
145); "Dan
Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur."
(QS. Ali Imran: 144).
Allah juga mengabarkan bahwa
musuh-Nya, Iblis, menjadikan syukur sebagai sasaran tertinggi dalam menggoda
manusia. Dia berusaha menjadikan mereka sebagai orang tidak bersyukur, karena
tahu keagungan kedudukan syukur yang termasuk kedudukan yang paling mulia dan
paling tinggi di sisi Allah. Allah berfirman:
"Kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang
mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati
kebanyakan mereka bersyukur (taat)." (QS. Al A'raf: 17)
Allah juga mengabarkan bahwa
orang-orang yang bersyukur jumlahnya sedikit. Allah berfirman: "Dan sedikit sekali dari
hamba-hamba Ku yang beryukur." (QS. Saba': 13); " . . tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur."
(QS. Al Baqarah: 243, Yusuf: 38, Ghafir: 61).
Allah mengabarkan bahwa untuk
syukur inilah Allah menciptakan makhluk-Nya dan mencurahkan berbagai nikmat.
Allah berfirman,
"Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak
mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati,
agar kamu bersyukur." (QS. An Nahl: 78)
"Dan karena rahmat-Nya, Dia
jadikan untukmu malam dan siang, supaya kamu beristirahat pada malam itu dan
supaya kamu mencari sebahagian dari karunia-Nya (pada siang hari) dan agar kamu
bersyukur kepada-Nya." (QS. Al Qashshash: 73)
"Dan Dia-lah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu) agar kamu
dapat memakan daripadanya daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan dari
lautan itu perhiasan yang kamu pakai; dan kamu melihat bahtera berlayar
padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kamu
bersyukur." (QS. An Nahl: 14) dan ayat-ayat yang semakna
dengan ini banyak sekali.
Syukur adalah jalan hidup yang
ditempuh para utusan Allah dan nabi-Nya. Allah telah memuji rasul pertama yang
diutus ke bumi dengan menyandangkan sifat syukur padanya. Allah Ta'ala berfirman:
"(yaitu) anak cucu dari
orang-orang yang Kami bawa bersama-sama Nuh. Sesungguhnya dia adalah hamba
(Allah) yang banyak bersyukur." (QS. Al Isra': 3)
Penghususnan Nuh di sini,
dengan disebutkan namanya sedangkan konteks ditujukan kepada para hamba sebagai
keturunannya, sebagai isyarat agar mengikutinya. Dia bapak manusia ke dua.
Karena Allah tidak menciptakan manusia setelah terjadinya banjir besar pada
zaman Nuh, kecuali dari keturunannya. Sebagaimana firman Allah, "Dan Kami jadikan anak
cucunya orang-orang yang melanjutkan keturunan." (QS.
Fushshilat: 77) Allah memerintahkan keturunannya agar mengikuti bapak mereka
dalam hal syukur, karena dia adalah hamba yang banyak bersyukur.
Allah juga memuji Nabi
kesayangan-Nya, Ibrahim dengan syukur kepada nikmat-Nya. Allah berfirman:
"Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan
lagi patuh kepada Allah dan hanif. Dan sekali-kali bukanlah dia termasuk
orang-orang yang mempersekutukan (Tuhan),(lagi) yang mensyukuri nikmat-nikmat
Allah, Allah telah memilihnya dan menunjukinya kepada jalan yang lurus."
(QS. An Nahl: 120-121)
Allah mengabarkan bahwa Nabi
Ibrahim sebagai Ummah, yakni teladan yang diikuti dalam kebaikan.
Dia juga sebagai orang yang selalu taat kepada Allah, senantiasa menuju kepada
Allah dan berpaling dari selain-Nya, kemudian pujian tersebut ditutup dengan
sifat syukur kepara nikmat-nikmat-Nya. Maka Allah menjadikan syukur sebagai
puncak pujian kepada kesayangan-Nya ini.
Allah telah memerintah kepada
hamba-Nya, Musa 'alaihis
salam, agar mensyukuri kenabian, risalah, dan diajak bicara
langsung oleh Allah. Allah berfirman;
"Allah berfirman: "Hai Musa sesungguhnya Aku memilih
(melebihkan) kamu dari manusia yang lain (di masamu) untuk membawa risalah-Ku
dan untuk berbicara langsung dengan-Ku, sebab itu berpegang teguhlah kepada apa
yang Aku berikan kepadamu dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang
bersyukur"." (QS. Al A'raf: 144) ayat semakna dengan ini,
yang menerangkan syukur para Nabi 'alaihimus salam, sangat banyak yang menunjukkan hal
itu adalah jalan hidup mereka.
Sedangkan keterangan tentang
syukurnya Nabi Muhammadshallallahu 'alaihi wasallam sangat banyak, laksanan lautan luas yang tak
bertepi, karena beliau manusia yang paling kenal dengan Allah, paling takut,
dan paling bersyukur kepada nikmat-nikmat-Nya serta paling tinggi kedudukannya
di sisi Allah. Terdapat dalam Shahih al Bukhari,
dari Aisyahradliyallah
'anha, dia berkata: "Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam berdiri
shalat (malam) hingga kedua kaki beliau bengkak." Lalu Aisyah berkata
kepada beliau, "Kenapa engkau lakukan ini, ya Rasulullah, bukankah Allah
telah mengampuni dosamu yang lalu dan yang akan datang?" Lalu beliau
menjawab:
"Tidak bolehkan aku senang
menjadi hamba yang bersyukur." (HR. Bukhari)
"Tidak
bolehkan aku senang menjadi hamba yang bersyukur." Sabda Nabi Shallallahu
'Alaihi wa Salllam
Semoga Allah senantiasa
melimpahkan shalawat dan salam untuknya sebagimana dia telah mentauhidkan Allah
dengan sebenarnya, mengenal-Nya dengan sempurna, berdakwah kepada-Nya, dan
bersyukur dengan semestinya.
(Sumber: voa-islam)
* Disadur dari Kitab Fiqh al
'Ad'iyyah wa al Adzkaar, Syaikh Abdul Razaq bin Abdul Muhsin al Badr. Dan
diterjemahkan oleh Badrul Tamam.
0 komentar:
Posting Komentar