Apakah tidak diterima dan tidak dikabulkannya do’a seorang
mukmin sebagai hukuman atas kesalahan dan dosa yang ia lakukan?
Mufti Saudi Arabia di masa silam, Syaikh
‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz rahimahullah ditanya pertanyaan di atas,
lantas beliau menjawab,
“Bisa jadi memang seperti itu. Tertundanya pengabulan do’a seorang mukmin boleh jadi sebagai hukuman baginya. Bisa jadi pula ia bertaubat dari dosa, namun taubatnya tidak tulus. Boleh jadi pula karena sebab yang lain. Bisa jadi ia melakukan berbagai dosa dan maksiat lainnya. Sehingga dari sini ia pun sadar dan terdesak untuk banyak bertaubat dan memohon taufik pada Allah. Kemudian Allah memberi petunjuk padanya agar terhindar dari maksiat lainnya. Dari sini, ia pun terdesak untuk tulus dalam bertaubat dan meminta keselamatan dari berbagai macam dosa. Inilah tanda ia mendapatkan taufik (hidayah). Jika seseorang terdesak meminta keselamatan dan taufik, lalu ia menyesali dosa yang ia perbuat, lantas ia betul-betul menyesali dosanya, menjauhinya dan mengiringinya dengan amalan sholeh, inilah tanda yang menunjukkan bahwa Allah memberi taufik padanya. Allah Ta’ala berfirman,
“Bisa jadi memang seperti itu. Tertundanya pengabulan do’a seorang mukmin boleh jadi sebagai hukuman baginya. Bisa jadi pula ia bertaubat dari dosa, namun taubatnya tidak tulus. Boleh jadi pula karena sebab yang lain. Bisa jadi ia melakukan berbagai dosa dan maksiat lainnya. Sehingga dari sini ia pun sadar dan terdesak untuk banyak bertaubat dan memohon taufik pada Allah. Kemudian Allah memberi petunjuk padanya agar terhindar dari maksiat lainnya. Dari sini, ia pun terdesak untuk tulus dalam bertaubat dan meminta keselamatan dari berbagai macam dosa. Inilah tanda ia mendapatkan taufik (hidayah). Jika seseorang terdesak meminta keselamatan dan taufik, lalu ia menyesali dosa yang ia perbuat, lantas ia betul-betul menyesali dosanya, menjauhinya dan mengiringinya dengan amalan sholeh, inilah tanda yang menunjukkan bahwa Allah memberi taufik padanya. Allah Ta’ala berfirman,
“Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang
yang bertaubat, beriman, beramal saleh, kemudian tetap di jalan yang benar”
(QS. Thaha: 82). Dalam ayat ini, Allah menyatakan mereka itu beriman, beramal
sholeh dan akhirnya mendapatkan petunjuk.
Allah menyebutkan mengenai orang musyrik, seorang pembunuh dan pezina dalam firman-Nya,
Allah menyebutkan mengenai orang musyrik, seorang pembunuh dan pezina dalam firman-Nya,
“Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman
dan mengerjakan amal saleh; maka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan
kebajikan” (QS. Al Furqon: 70). Dalam ayat ini disebutkan kecuali
bertaubat dan beramal sholeh. Artinya, mukmin yang benar adalah yang bertaubat
dan melakukan amalan sholeh. Mukmin yang jujur punya semangat untuk terus
bertaubat dan bersungguh-sungguh dalam memperbanyak shalat dan
sedekah, memperbanyak dzikir, tasbih, tahlil dan berbagai macam kebaikan.
Mereka benar-benar sungguh-sungguh dalam melakukan amalan kebajikan tersebut.
Dengan demikian, semoga Allah menghapuskan kesalahan mereka dan semoga Allah menerima
amalan baik mereka.
***
Pelajaran penting, isilah hari-hari kita dengan taubat, beramal kebajikan dan terus memperbaiki diri, niscaya do’a-do’a kita akan mustajab (mudah terkabul) dan segala kesulitan akan sirna, lalu datanglah berbagai kemudahan. Ingatlah, firman Allah Ta’ala,
Pelajaran penting, isilah hari-hari kita dengan taubat, beramal kebajikan dan terus memperbaiki diri, niscaya do’a-do’a kita akan mustajab (mudah terkabul) dan segala kesulitan akan sirna, lalu datanglah berbagai kemudahan. Ingatlah, firman Allah Ta’ala,
“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada
kemudahan” (QS. Alam Nasyroh: 5)
Ayat ini pun diulang setelah itu,
“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada
kemudahan” (QS. Alam Nasyroh: 6). Dari sini, para ulama seringkali
mengatakan, “Satu kesulitan tidak akan pernah mengalahkan dua kemudahan.”
Wallahu waliyyut taufiq was
sadaad.
Artikel Muslim.Or.Id
0 komentar:
Posting Komentar