Jika mengingat akan dosa-dosa, hati orang beriman pasti
akan terus menyesal, merasa sedih, bahkan sesekali bisa menetaskan air mata.
Taubat memang seperti itu. Orang yang dikatakan bertaubat dengan sebenarnya
bila ia menyesali dosa yang telah lalu, meninggalkan maksiat saat ini juga dan
bertekad tidak akan mengulanginya lagi di masa mendatang. Sedih dan terus
menyesali dosa itulah jalan untuk kembali pada Allah.
“Sesungguhnya
Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni dosa di bawah
syirik, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.” (QS. An Nisa’: 48, 116)
“Hai orang-orang
yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang
semurni-murninya).” (QS. At Tahrim: 8). Dijelaskan oleh Ibnu Katsir
rahimahullah bahwa makna taubat yang tulus (taubatan nashuhah) sebagaimana kata
para ulama adalah, “Menghindari dosa untuk saat ini. Menyesali dosa yang telah
lalu. Bertekad tidak melakukannya lagi di masa akan datang. Lalu jika dosa tersebut
berkaitan dengan hak sesama manusia, maka ia harus menyelesaikannya/
mengembalikannya.”[5]
Pada kesempatan kali ini, ada sebuah ayat
yang patut kita renungkan bersama. Isinya adalah mengenai keutamaan orang-orang
yang bertaubat. Mereka adalah orang yang dulunya penuh dengan dosa dan kubangan
maksiat, bahkan terjerumus dalam dosa besar, lalu menyesal, sedih dan bertekad
tidak akan melakukannya lagi. Allah Ta’ala berfirman mengenai sifat hamba-Nya
yang beriman,
“Dan
orang-orang yang tidak menyembah Rabb yang lain beserta Allah dan tidak
membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang
benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu,
niscaya Dia mendapat (pembalasan) dosa(nya), (yakni) akan dilipat gandakan azab
untuknya pada hari kiamat dan Dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan
terhina, kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal
saleh; maka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. dan adalah
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan orang-orang yang bertaubat dan
mengerjakan amal saleh, maka sesungguhnya Dia bertaubat kepada Allah dengan
taubat yang sebenar-benarnya.” (QS. Al Furqon: 68-71)
Mengenai “Atsamaa”
Saksikanlah dalam ayat di atas, yang
disebutkan adalah dosa-dosa besar. Mulai dari dosa syirik, membunuh jiwa tanpa
hak, dan berzina disebutkan dalam satu ayat. Di akhir ayat ke-68, disebutkan
bahwa mereka yang berbuat dosa-dosa tadi akan berjumpa dengan “أَثَامًا”. ‘Abdullah bin ‘Amr menafsirkan bahwa “أَثَامًا” adalah nama lembah di Jahannam. ‘Ikrimah mengatakan bahwa “أَثَامًا” adalah lembah di Jahannam di mana di situlah disiksa orang-orang
yang berzina. As Sudi menafsirkan ayat tersebut dengan mengatakan,
“Mereka akan memperoleh balasan atas dosa yang mereka perbuat.” As Sudi
menafsirkan seperti ini karena melihat dari kelanjutan ayat setelahnya.[1]
Siksa yang Pedih dan Berlipat-lipat
Maksud ayat, “(yakni) akan dilipat gandakan
azab untuknya pada hari kiamat”, adalah mereka akan mendapat siksaan yang terus
berulang dan amat pedih. Sedangkan maksud ayat setelahnya, “dan Dia akan kekal
dalam azab itu, dalam keadaan terhina”, adalah mereka mendapatkan siksaan yang
begitu menghinakan.[2]
Termasuk Dosa Besar
Allah Ta’ala menyebutkan tiga dosa dalam ayat
tersebut yaitu syirik, membunuh, dan berzina. Apa maksudnya? Syaikh
‘Abdurrahman As Sa’di rahimahullah menjelaskan, “Ketiga dosa tersebut termasuk
dalam al kabair (dosa besar). Syirik adalah dosa yang merusak agama. Membunuh
adalah dosa yang merusak jiwa. Sedangkan zina adalah dosa yang merusak
kehormatan.”[3] Itulah yang menunjukkan bahayanya ketiga dosa tersebut.
Syirik sudahlah amat jelas. Jika dosa syirik
dibawa mati dan tidak ada taubat terhadap dosa tersebut, pelakunya akan kekal
di neraka. Allah Ta’ala berfirman,
Bagaimanakah dengan dosa membunuh dan zina?
Apakah membuat seorang hamba kekal dalam neraka? Syaikh As Sa’di rahimahullah
menjelaskan, “Adapun orang yang membunuh jiwa dan seorang pezina, mereka
tidaklah kekal di dalam neraka karena ada berbagai dalil dari Al Qur’an dan
sunnah nabawiyah yang menjelaskan hal ini. Dalil tersebut menjelaskan bahwa
setiap mukmin akan keluar dari neraka dan tidak kekal di dalamnya. Setiap
mukmin (selama masih ada iman) walau ia melakukan maksiat, ia tidak kekal di
neraka.”[4]
Wajib Bertaubat
Ketika seseorang terjerumus dalam kesyirikan,
pembunuhan dan zina, maka ia wajib bertaubat dari dosa tersebut. Bagaimana cara
bertaubat?
Taubat tentu saja dengan taubat yang nashuha,
taubat yang sesungguhnya. Allah Ta’ala berfirman,
Dalam surat Al Furqon yang kita bahas saat
ini juga disebutkan “kecuali orang yang bertaubat”, yaitu bertaubat dari
maksiat dan selainnya dengan menyesali dosa yang telah lalu dan bertekad untuk
tidak mengulanginya (di masa akan datang). Kemudian disertai dengan beriman
kepada Allah dengan benar yang menunjukkan bahwa ia meninggalkan maksiat dan
kembali mengerjakan ketaatan. Juga disertai dengan mengerjakan amalan sholeh
sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah dan ia melakukannya dengan ikhlas.
Demikianlah maksud dari penjelasan Syaikh ‘Abdurrahman As Sa’di rahimahullah
tentang tafsir ayat di atas. [6]
Kejelekan Diganti Kebaikan
Sekarang kita akan lihat maksud firman Allah,
“Maka itu kejahatan mereka diganti Allah
dengan kebajikan.” (QS. Al Furqon: 70). Kata Ibnul Jauzi rahimahullah, para
ulama berselisih pendapat tentang maksud penggantian di sini dan kapan waktunya.
Ibnu ‘Abbas berpendapat bahwa yang dimaksud
ayat tersebut adalah Allah mengganti kesyirikan yang dulu mereka lakukan dengan
keimanan, pembunuhan yang mereka lakukan diganti dengan menahan diri dari
melakukannya dan zina yang mereka lakukan diganti dengan menjaga kehormatan
dari zina. Ini menunjukkan bahwa penggantian tersebut ada di dunia. Ulama lain
yang menafsirkan seperti ini adalah Sa’id bin Jubair, Mujahid, Qotadah, Adh
Dhohak, dan Ibnu Zaid.
Pendapat kedua, yang dimaksud dengan Allah
mengganti kejelekan dengan kebajikan adalah di akhirat kelak. Yang berpendapat
seperti ini adalah Salman radhiyallahu ‘anhu, Sa’id bin Al Musayyib, dan ‘Ali
bin Al Husain. ‘Amr bin Maimun berkata, “Allah akan mengganti kejelekan seorang
mukmin dengan kebaikan jika ia mendapat pengampunan Allah. Sampai-sampai ia
sangka bahwa kejelekannya itu adalah amat banyak.”[7]
Ini menunjukkan bahwa sungguh luar biasa
keutamaan orang yang bertaubat.
Ingatlah, Allah Maha Penerima Taubat
Selama seseorang tidak menganggap remeh dosa
atau maksiat dan menyesali setiap dosa dan kesalahan yang ia perbuat, maka
niscaya Allah akan ampuni dosanya. Entah itu dosa syirik, membunuh atau pun
berzina. Allah Ta’ala berfirman,
“Dan orang-orang yang bertaubat dan
mengerjakan amal saleh, maka sesungguhnya Dia bertaubat kepada Allah dengan
taubat yang sebenar-benarnya”. (QS. Al Furqon: 71). Ibnu Katsir rahimahullah
berkata, “Ayat ini mengabarkan tentang amat luasnya rahmat (kasih sayang) Allah
pada para hamba-Nya. Siapa saja yang bertaubat kepada Allah, Dia akan meneri
taubatnya seberapa pun besar dosa tersebut, entah itu dosa yang luar biasa atau
dosa yang sepele, entah itu dosa besar atau dosa kecil.”[8]
So … Janganlah putus asa dari rahmat Allah!
Wallahu waliyyut taufiq. Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi
tatimmush sholihaat.
—
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Muslim.Or.Id
Artikel Muslim.Or.Id
[1] Lihat penjelasan Ibnu Katsir dalam Tafsir
Al Qur’an Al ‘Azhim, 10/326, terbitan Muassasah Qurthubah.
[2] Idem.
[3] Taisir Al Karimir Rahman, Syaikh
‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di, 587, terbitan Muassasah Ar Risalah.
[4] Idem.
[5] Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 14/61.
[6] Taisir Al Karimir Rahman, 587.
[7] Zaadul Masiir, Ibnul Jauzi, 6/107,
terbitan Al Maktab Al Islami.
[8] Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 10/330.
0 komentar:
Posting Komentar