Pertanyaan:
Bolehkah berbohong
dalam Islam?
Dari: Axan38
Jawaban:
Dusta atau bohong adalah perbuatan haram. Tidak ada keringanan untuk berdusta dalam Islam, kecuali karena darurat atau kebutuhan yang mendesak. Itu pun dengan batas yang sangat sempit. Seperti tidak dijumpai lagi cara yang lain untuk mewujudkan tujuan yang baik itu, selain harus bohong.
Jawaban:
Dusta atau bohong adalah perbuatan haram. Tidak ada keringanan untuk berdusta dalam Islam, kecuali karena darurat atau kebutuhan yang mendesak. Itu pun dengan batas yang sangat sempit. Seperti tidak dijumpai lagi cara yang lain untuk mewujudkan tujuan yang baik itu, selain harus bohong.
Ada satu cara yang
mirip dengan dusta tapi bukan dusta. Dalam kondisi ‘kepepet’, seseorang
bisa menggunakan cara ini untuk mewujudkan keinginannya tanpa harus terjerumus
ke jurang kedustaan. Cara itu, bernama ma’aridh atau tauriyah.
Bentuknya, seseorang menggunakan kata yang ambigu, dengan harapan agar dipahami
lain oleh lawan bicara.
Sebagai contoh,
disebutkan dalam hadis riwayat Bukhari, dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu:
Suatu ketika Nabi
Ibrahim pernah bersama istrinya Sarah. Mereka berdua melewati daerah yang
dipimpin oleh penguasa yang zhalim. Ketika rakyatnya melihat istri Ibrahim,
mereka lapor kepada raja, di sana ada lelaki bersama seorang wanita yang sangat
cantik –sementara penguasa ini punya kebiasaan, merampas istri orang dan
membunuh suaminya– Penguasa itu mengutus orang untuk menanyakannya. “Siapa wanita ini?”
tanya prajurit. “Dia saudariku.” Jawab Ibrahim. Setelah menjawab ini, Ibrahim
mendatangi istrinya dan mengatakan,
“Wahai Sarah, tidak ada di muka bumi ini orang
yang beriman selain aku dan dirimu. Orang tadi bertanya kepadaku, aku sampaikan
bahwa kamu adalah saudariku. Karena itu, jangan engkau anggap aku berbohong…
dst.”
Nabi Ibrahim ‘alahis
salam dalam hal ini menggunakan kalimat ambigu. Kata “saudara” bisa
bermakna saudara seagama atau saudara kandung. Yang diiginkan Ibrahim adalah
saudara seiman/seagama, sementara perkataan beliau ini dipahami oleh prajurit,
saudara kandung.
Inilah bohong yang
dibolehkan, yakni bohong untuk mewujudkan kemaslahatan atau menghindari bahaya
yang lebih besar. Diriwayatkan dari Ummu Kultsum binti Uqbah, beliau mendengar
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Bukan seorang pendusta, orang yang
berbohong untuk mendamaikan antar-sesama manusia. Dia menunbuhkan kebaikan atau
mengatakan kebaikan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Yang dimaksud
menumbuhkan kebaikan:
Ketika ada dua kubu, A dan B yang berseteru, datang C. Dia sampaikan bahwa kepada A tentang B, yang membuat A ridha dan mau memaafkan kesalahan B, dan sebaliknya. Meskipun bisa jadi, C tidak pernah mendengarnya. Semua itu dalam rangka perdamaian. Demikian keterangan di Syarh Sunnah Al-Baghawi.
Ketika ada dua kubu, A dan B yang berseteru, datang C. Dia sampaikan bahwa kepada A tentang B, yang membuat A ridha dan mau memaafkan kesalahan B, dan sebaliknya. Meskipun bisa jadi, C tidak pernah mendengarnya. Semua itu dalam rangka perdamaian. Demikian keterangan di Syarh Sunnah Al-Baghawi.
Dalam riwayat yang
lain:
“Belum pernah aku dengar, kalimat (bohong)
yang diberi keringanan untuk diucapkan manusia selain dalam 3 hal: Ketika
perang, dalam rangka mendamaikan antar-sesama, dan suami berbohong kepada
istrinya atau istri berbohong pada suaminya (jika untuk kebaikan).” (HR.
Muslim)
Yang dimaksud
berbohong antar-suami istri adalah berbohong dalam rangka menampakkan rasa
cinta, menggombal, dengan tujuan untuk melestarikan kasih sayang dan ketenangan
keluarga. Seperti memuji istrinya hingga tersanjung, atau menampakkan
kesenangan bersamanya sampai pasangannya tersipu malu, dst.
Satu yang perlu
diberi garis tebal, bukan termasuk bohong yang dibolehkan dalam hadis ini,
berbohong untuk mengambil hak pasangannya atau lari dari tanggung jawab.
Demikian keterangan An-Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim.
Al-Hafidz ibnu
hajar mengatakan,
“Ulama sepakat bahwa yang dimaksud bohong
antar-suami istri adalah bohong yang tidak menggugurkan kewajiban atau mengambil sesuatu
yang bukan haknya.” (Fathul Bari, 5:300)
Sementara bohong
ketika perang bentuknya dengan pura-pura menampakkan kekuatan atau menipu musuh
dengan strategi perang dst. Dan tidak termasuk bagian ini adalah mengkhianati
perjanjian.
(Sumber:konsultasisyariah)
0 komentar:
Posting Komentar