Penulis : Ustadz ‘Ashim bin Musthafa, Lc
Allâh Ta’ala berfirman:
“Dan
tidak ada seorang pun di antara kamu yang tidak mendatanginya (neraka). Hal itu
bagi Rabbmu adalah suatu ketentuan yang sudah ditetapkan. Kemudian Kami akan
menyelamatkan orang-orang yang bertakwa dan membiarkan orang-orang zhalim di
dalam (neraka) dalam keadaan berlutut.”
(Qs Maryam/19: 71-72)
Penjelasan dari Ayat
Ayat
ini (ayat pertama) merupakan kabar berita dari Allâh Ta’ala kepada seluruh
makhluk, baik orang-orang yang shaleh ataupun durhaka, Mukminin maupun orang
kafir. Setiap orang akan mendatangi neraka. Ini sudah menjadi ketentuan Allâh
Ta’ala dan janji-Nya kepada para hamba-Nya. Tidak ada keraguan tentang
terjadinya peristiwa itu dan Allâh Ta’ala pasti akan merealisasikannya.
Yang
perlu diketahui, Ulama ahli tafsir berbeda pendapat mengenai pengertian kata
al-wurûd (mendatangi neraka) dalam ayat tersebut. Sebagian Ulama menyatakan,
maksudnya neraka dihadirkan di hadapan segenap makhluk, sehingga semua orang
akan merasa ketakutan. Setelah itu, Allâh Ta’ala menyelamatkan kaum muttaqîn
(orang-orang yang bertakwa). Atau menurut penafsiran yang lain, semua makhluk
akan memasukinya. Akan tetapi bagi kaum Mukminin meskipun mereka memasukinya,
neraka akan menjadi dingin dan keselamatan bagi mereka. Di samping itu,
terdapat penafsiran lain yang memaknai kata al-wurûd dengan mendekati neraka.
Dan ada pula yang menafsirkan bahwa maksudnya adalah panas badan yang dialami
kaum Mukminin saat menderita sakit panas.
Syaikh
‘Abdul Muhsin menyatakan bahwa penafsiran paling populer mengenai ayat di atas
ada dua pendapat. Pertama, semua orang akan memasuki neraka, akan tetapi kaum
Mukminin tidak mengalami bahaya. Kedua, semua orang akan melewati shirâth
(jembatan) sesuai dengan kadar amal shalehnya. Jembatan ini terbentang di atas
permukaan neraka Jahannam. Jadi, orang yang melewatinya dikatakan telah
mendatangi neraka. Penafsiran ini dinukil Ibnu Katsîr rahimahullâh dari Ibnu
Mas’ûd radhiallâhu’anhu.
Dari
dua pendapat ini, Imam Ibnul Abil ‘Izzi rahimahullâh (wafat tahun 792 H)
memandang bahwa pendapat kedua itulah yang paling kuat dan râjih.
Beliau
berkata, “Ulama tafsir berbeda pendapat mengenai pengertian al-wurûd dalam
firman Allah Surat Maryam ayat 71, manakah pendapat yang benar? Pendapat yang
paling jelas dan lebih kuat adalah melintasi shirâth.”
Untuk
menguatkan pendapat ini, Imam Ibnul Abil ‘Izzi rahimahullâh berhujjah dengan
ayat selanjutnya (Qs Maryam/19:72) dan hadits riwayat Imam Muslim rahimahullâh
dalam kitab Shahihnya no. 6354.
Imam
Muslim rahimahullâh meriwayatkan dengan sanadnya dari Umm Mubasysyir radhiallâhu’anha,
ia mendengar Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassallam bersabda saat berada di samping
Hafshah radhiallâhu’anha, “Tidak ada seorang pun dari orang-orang yang telah
berbaiat di bawah pohon (ikut serta dalam perjanjian Hudaibiyah, red) yang akan
masuk neraka”.
Hafshah
(dengan merasa heran) berkata, “Mereka akan memasukinya wahai Rasulullah”.
Nabi
Shallallahu ‘Alaihi Wassallam pun menyanggahnya. Kemudian Hafshah
radhiallâhu’anha berdalil dengan membaca ayat di atas (Qs Maryam/19: 71).
(Mendengar
ini) Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassallam kemudian (mendudukkan masalah seraya)
bersabda:
“Sungguh
Allah telah berfirman setelahnya: Kemudian Kami akan menyelamatkan orang-orang
yang bertakwa dan membiarkan orang-orang zhalim di dalam (neraka) dalam keadaan
berlutut)”. (Qs Maryam/19: 72)
Usai
mengetengahkan hadits di atas, Imam Ibnu Abil ‘Izzi rahimahullâh mengatakan
bahwa Beliau (Rasulullah) Shallallahu ‘Alaihi Wassallam mengisyaratkan (dalam
hadits tersebut) bahwa maksud al-wurûd (mendatangi neraka) tidak mesti
memasukinya.
Selamatnya
(seseorang) dari mara bahaya tidak mesti ia telah mengalaminya. Seperti halnya
seseorang yang dikejar musuh yang hendak membunuhnya, namun musuh tidak sanggup
menangkapnya, maka untuk orang yang tidak tertangkap ini bisa dikatakan Allah
telah menyelamatkannya.
Sebagaimana
Allâh Ta’ala berfirman yang artinya:
“Dan
ketika adzab Kami datang, Kami selamatkan Hûd…” (Qs. Hûd /11:58),
“Maka
ketika keputusan Kami datang, Kami selamatkan Saleh…” (Qs. Hûd /11:66),
“Maka
ketika keputusan Kami datang, Kami selamatkan Syu’aib…” (Qs. D /11:94).
Siksa
Allâh Ta’ala tidak ditimpakan kepada mereka, akan tetapi menimpa orang selain
mereka. Jika tidak ada faktor-faktor keselamatan yang Allâh Ta’ala anugerahkan
bagi mereka secara khusus, niscaya siksa akan menimpa mereka juga. Demikian
pula pengertian al-wurûd (mendatangi neraka), maksudnya adalah orang-orang akan
melewati neraka dengan melintasi shirâth, kemudian Allâh Ta’ala menyelamatkan
orang-orang yang bertakwa dan membiarkan orang-orang zhalim di neraka dalam
keadaan berlutut”
Senada
dengan keterangan di atas, sebelumnya Imam Nawâwi rahimahullâh (wafat tahun 676
H) pun merâjihkan arti kata al-wurûd adalah menyeberangi shirâth. Beliau
rahimahullâh berkata saat menerangkan hadits Umm Mubasysyir radhiallâhu’anha:
“Yang benar, maksud al-wurûd (mendatanginya) dalam ayat (Qs Maryam/19:71)
adalah melewati shirâth. Shirâth adalah sebuah jembatan yang terbentang di atas
neraka Jahanam. Para penghuni neraka akan terjatuh ke dalamnya. Sementara
selain mereka akan selamat”.
Dalam
kitab al-Jawâbuss Shahîh (1/228), Syaikhul Islâm Ibnu Taimiyah rahimahullâh
juga merâjihkan bahwa pengertian al-wurûd adalah menyeberangi shirâth.
Syaikh
Abu Bakar al-Jazairi hafizhahullâh juga memilih pendapat ini dalam tafsirnya.
Orang-orang yang Bertakwa Selamat Melintasi Shirâth
Allâh
Ta’ala menyelamatkan orang-orang yang bertakwa kepada-Nya sesuai dengan amal
mereka. Amal shaleh akan sangat berpengaruh dalam proses melewati shirâth.
Semakin banyak amal shaleh seseorang di dunia, maka ia akan semakin cepat
menyeberanginya.
Syaikh
as-Sa’di rahimahullâh mengatakan: “Orang-orang menyeberanginya sesuai dengan
kadar amaliahnya (di dunia). Sebagian melewatinya secepat kedipan mata, atau
secepat angin, atau secepat jalannya kuda terlatih atau seperti kecepatan
larinya hewan ternak. Sebagian (menyeberanginya) dengan berlari-lari, berjalan
atau merangkak. Sebagian yang lain tersambar dan terjerumus jatuh di dalam
neraka. Masing-masing sesuai dengan kadar ketakwaannya. “
Sebagaimana
Allâh Ta’ala berfirman yang artinya “Kemudian Kami akan menyelamatkan
orang-orang yang bertakwa (kepada Allah Ta’ala dengan menjalankan perintah-Nya
dan menjauhi larangan-Nya) dan membiarkan orang-orang zhalim (yang menzhalimi
diri mereka sendiri dengan kekufuran dan maksiat) di dalam (neraka) dalam
keadaan berlutut.”
Semoga
Allâh Ta’ala dengan Rahmat dan Kasih-Nya berkenan menyelamatkan kita sekalian
dari neraka.
Pelajaran Dari Ayat
Pelajaran Dari Ayat
Mengandung
penetapan kewajiban mengimani keberadaan neraka.
Penetapan
kewajiban mengimani shirâth.
Penetapan
kepastian menyeberangi jembatan di atas neraka.
Ketetapan
Allâh Ta’ala pasti terjadi.
Orang-orang
bertakwa akan selamat dari siksa neraka.
Orang-orang
fâjir (berbuat jahat) akan binasa karena kesyirikan dan maksiat mereka.
Wallâhu
a’lam.
Sumber:
Majalah As-Sunnah Edisi 09/Thn. XIII/Dzulhijjah 1430H/Desember 2010M
0 komentar:
Posting Komentar