Ajaran Islam dalam semua aspeknya memiliki hikmah dan tujuan
tertentu. Hikmah dan tujuan ini diistilahkan oleh para ulama dengan maqashid
syari'ah, yaitu berbagai maslahat yang bisa diraih seorang hamba, baik di dunia
maupun di akhirat.
Tentang maslahat haji di akhirat, Rasulullah صلي الله عليه وسلم
bersabda:
والْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلاَّ الْجَنَّةُ
"dan haji yang mabrur tidak lain pahalanya adalah
surga." (Muttafaq alaihi)
Adapun di dunia, ada beberapa contoh yang bisa kita sebut; seperti
menambah teman, bertemu dengan ulama dan keuntungan berdagang.
Di samping itu, Allah juga memberikan tanda-tanda diterimanya amal
seseorang, sehingga ia bisa menyegerakan kebahagiaan di dunia dan agar ia
semakin bersemangat untuk beramal.
Tidak semua orang meraih haji mabrur
Setiap orang yang pergi berhaji mencita-citakan haji yang mabrur.
Haji mabrur bukanlah sekedar haji yang sah. Mabrur berarti diterima oleh Allah,
dan sah berarti menggugurkan kewajiban. Bisa jadi haji seseorang sah sehingga
kewajiban berhaji baginya telah gugur, namun belum tentu hajinya diterima oleh
Allah Ta'ala.
Jadi, tidak semua yang hajinya sah terhitung sebagai haji mabrur. Ibnu
Rajab al-Hanbali mengatakan: "Yang hajinya mabrur sedikit, tapi mungkin
Allah memberikan karunia kepada jamaah haji yang tidak baik lantaranjamaah haji yang baik." (Lathaiful Ma'arif Fima Li Mawasimil 'Am Minal Wazhaif 1/68)
Tanda-tanda haji mabrur
Nah, bagaimana mengetahui mabrurnya haji seseorang? Apa perbedaan
antar haji yang mabrur dengan yang tidak mabrur? Tentunya yang menilai mabrur
tidaknya haji seseorang adalah Allah semata. Kita tidak bisa memastikan bahwa
haji seseorang adalah haji yang mabrur atau tidak. Para ulama menyebutkan ada
tanda-tanda mabrurnya haji, berdasarkan keterangan al-Quran dan al-Hadits,
namun itu tidak bisa memberikan kepastian mabrur tidaknya haji seseorang.
Di antara tanda-tanda haji mabrur yang telah disebutkan para ulama
adalah:
Pertama: Harta yang dipakai untuk haji adalah harta yang halal, karena Allah tidak menerima kecuali yang halal, sebagaimana
ditegaskan oleh sabda Nabi صلي الله عليه وسلم:
إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّبًا
"Sungguh Allah baik, tidak menerima kecuali yang baik. (HR.
Muslim 1015)
Orang yang ingin hajinya mabrur harus memastikan bahwa seluruh
harta yang ia pakai untuk haji adalah harta yang halal, terutama mereka yang
selama mempersiapkan biaya pelaksanaan ibadah haji tidak lepas dari transaksi
dengan bank. Jika tidak, maka haji mabrur bagi mereka hanyalah jauh panggang
dari api.
Kedua: Amalan-amalannya dilakukan dengan ikhlas dan baik, sesuai
dengan tuntunan Nabi صلي الله عليه وسلم. Paling tidak, rukun-rukun dan kewajibannya
harus dijalankan, dan semua larangan harus ditinggalkan. Jika terjadi
kesalahan, maka hendaknya segera melakukan penebusnya yang telah ditentukan.
Hal ini menuntut kita untuk belajar dan menguasai manasik haji.
Di samping itu, haji yang mabrur juga memperhatikan keikhlasan
hati, yang seiring dengan majunya zaman semakin sulit dijaga. Mari merenungkan
perkataan Syuraih al-Qadhi: "Yang (benar-benar) berhaji sedikit, meski
jamaah haji banyak. Alangkah banyak orang yang berbuat baik, tapi alangkah
sedikit yang ikhlas karena Allah." (Lathaiful Ma'arif 1/257)
Ketiga: Hajinya dipenuhi dengan banyak amalan baik, seperti dzikir, membaca al-Quran, shalat di Masjidil Haram,
shalat jamaah pada waktunya, dan membantu teman seperjalanan.
Di antara amalan khusus yang disyariatkan untuk meraih haji mabrur
adalah bersedekah dan berkata-kata baik selama haji. Nabi صلي الله عليه وسلم
pernah ditanya tentang maksud haji mabrur, maka beliau menjawab:
إِطْعَامُ الطَّعَامِ وَطِيبُ الْكَلاَمِ
"Memberi makan dan berkata-kata baik." (HR. al-Baihaqi
2/413 no. 10.693, dihukumi shahih oleh al-Hakim dan al-Albani)
Keempat: Tidak berbuat maksiyat selama ihram.
Maksiyat dilarang dalam agama kita dalam semua kondisi. Dalam
kondisi ihram, larangan tersebut menjadi lebih tegas, dan jika dilanggar, maka
haji mabrur yang diimpikan akan lepas.
Di antara yang dilarang selama haji adalah rafats, fusuq dan
jidal. Allah berfirman:
الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَعْلُومَاتٌ فَمَنْ فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلاَ
رَفَثَ وَلاَ فُسُوقَ وَلاَ جِدَالَ فِي الْحَجِّ
"(Musim) haji adalah beberapa bulan yang diketahui, barang
siapa yang menetapkan niatnya dalam bulan-bulan itu untuk mengerjakan haji,
maka tidak boleh rafats, fusuq dan berbantah-bantahan selama mengerjakan
haji." (QS. Al-Baqarah 197)
Rafats
adalah semua bentuk kekejian dan perkara yang tidak berguna. Termasuk di
dalamnya bersenggama, bercumbu atau membicarakannya, meskipun dengan pasangan
sendiri selama ihram.
Fusuq
adalah keluar dari ketaatan kepada Allah, apapun bentuknya. Dengan kata lain,
segala bentuk maksiyat adalah fusuq yang dimaksudkan dalam hadits di atas.
Jidal
adalah berbantah-bantahan secara berlebihan.
Ketiga hal ini dilarang selama ihram. Adapun di luar waktu ihram,
bersenggama dengan pasangan kembali diperbolehkan, sedangkan larangan yang lain
tetap tidak boleh.
Demikian juga, orang yang ingin hajinya mabrur juga harus
meninggalkan semua bentuk dosa selama perjalanan ibadah haji, baik berupa
syirik, bid'ah maupun maksiyat. Di antara bentuk maksiyat yang dianggap remeh
dan banyak dilakukan jamaah haji -bahkan saat wukuf di Arafah- adalah merokok,
padahal ia mengandung unsur rafats dan fusuq.
Kelima: Pulang dari haji dengan keadaan lebih baik.
Salah satu tanda diterimanya amal seseorang di sisi Allah adalah
taufik untuk melakukan kebaikan lagi setelah amalan tersebut. Sebaliknya, jika
setelah beramal saleh melakukan perbuatan buruk, maka itu adalah tanda bahwa
Allah tidak menerima amalannya.
Ibadah haji adalah madrasah. Selama kurang lebih satu bulan – atau
satu pekan bagi jamaah dalam negeri -, para jamaah haji disibukkan oleh
berbagai ibadah dan pendekatan diri kepada Allah. Untuk sementara, mereka
terjauhkan dari hiruk pikuk urusan duniawi yang melalaikan.
Bertaubat setelah haji, berubah menjadi lebih baik, memiliki hati
yang lebih lembut dan bersih, ilmu dan amal yang lebih mantap dan benar,
kemudian istiqamah di atas kebaikan itu adalah salah satu tanda haji mabrur.
Orang yang hajinya mabrur menjadikan ibadah haji sebagai titik
tolak untuk membuka lembaran baru dalam menggapai ridho Allah Ta'ala. Ia akan
semakin mendekat ke akhirat dan menjauhi dunia. Al-Hasan al-Bashri mengatakan:
"Haji mabrur adalah pulang dalam keadaan zuhud terhadap dunia dan
mencintai akhirat." (At-Tarikh al-Kabir 3/238) Ia juga mengatakan:
"Tandanya adalah meninggalkan perbuatan-perbuatan buruk yang dilakukan
sebelum haji." (Lathaiful Ma'arif 1/67)
Ibnu Hajar al-Haitami mengatakan: "Dikatakan bahwa tanda
diterimanya haji adalah meninggalkan maksiyat yang dahulu dilakukan, mengganti
teman-teman yang buruk menjadi teman-teman yang baik, dan mengganti majlis
kelalaian menjadi majlis dzikir dan kesadaran." (Qutul Qulub 2/44)
Penutup
Jika tanda-tanda ini ada dalam ibadah haji anda, maka hendaknya
anda bersyukur atas taufik dari Allah. Anda boleh berharap ibadah anda diterima
oleh Allah, dan teruslah berdoa agar ibadah anda benar-benar diterima. Adapun
jika tanda-tanda itu tidak ada, maka anda harus mawas diri, istighfar dan
memperbaiki amalan anda. Wallahu a'lam
(Sumber: SerambiMadinah)
0 komentar:
Posting Komentar