Para pembaca yang budiman, berjalan menuju
masjid dengan tujuan beribadah kepada Allah subhaanahu
wa ta’aalaa dan mendekatkan diri kepada-Nya merupakan
amalan yang mulia. Seseorang yang berjalan menuju masjid di antara mereka ada
yang bertujuan untuk menghadiri majelis ta’lim, membaca Al-Qur`an, atau untuk
melaksanakan shalat. Pada kajian kali ini kami akan menyebutkan tentang adab
berjalan menuju masjid untuk melakukan shalat berjamaah. Berjalan menuju masjid
dengan tujuan melaksanakan shalat berjamaah memiliki keutamaan yang banyak, di
antaranya:
Langkah Kaki Mereka Menghapus Dosa dan
Mengangkat Derajat
Di antara keutamaan yang dijanjikan bagi orang
yang berjalan menuju masjid untuk melaksanakan shalat berjamaah adalah tidaklah
mereka melangkahkan kakinya kecuali sebagai penghapus dosa dan satu langkah yang
lainya sebagai pengangkat derajat. Keutamaan ini hanya didapatkan oleh mereka
yang keluar dari rumahnya dalam keadaan suci dan tidaklah dia keluar kecuali
untuk shalat. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh al-Imam Muslim dari sahabat Abu
Hurairah radhiyallaahu ‘anhu:
“Barang siapa yang bersuci di rumahnya
kemudian dia berjalan menuju salah satu rumah dari rumah-rumah Allah (masjid)
untuk menunaikan shalat fardhu, maka kedua langkahnya adalah salah satunya
menghapus dosa dan yang lainnya menaikkan derajat.” HR. Muslim no.
666
Adab-adab ketika Berjalan menuju
Masjid
1. Berangkat ke masjid dalam keadaan telah
bersuci.
Seseorang yang akan berangkat menuju ke masjid
untuk menunaikan shalat wajib disunnahkan baginya agar berangkat dalam keadaan
telah bersuci (sudah berwudhu). Karena seseorang yang melangkahkan kakinya
menuju masjid dalam keadaan telah bersuci dan tidaklah dia keluar dari rumahnya
kecuali hanya untuk shalat maka sebagian langkahnya sebagai penghapus dosa dan
sebagian yang lain menaikkan derajatnya. Keutamaan ini hanya didapat oleh
orang-orang yang memperhatikan adab ini. Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin berkata di
dalam syarh (penjelasan) beliau terhadap kitab Riyadhus Shalihin ketika
menjelaskan tentang hadits di atas, “…. dengan syarat dia berwudhu di rumahnya
dan menyempurnakan wudhunya kemudian keluar menuju masjid, tidak ada yang
mengeluarkan dia kecuali shalat …”
2. Membaca doa keluar rumah.
Ummu Salamah radhiyallaahu ‘anha salah seorang istri
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah berkata, “Sesungguhnya Nabi dahulu jika keluar dari rumah
membaca:
بِسْمِ اللَّهِ رَبِّ أَعُوذُ بِكَ مِنْ أَنْ
أَزِلَّ أَوْ أَضِلَّ أَوْ أَظْلِمَ أَوْ أُظْلَمَ أَوْ أَجْهَلَ أَوْ يُجْهَلَ
عَلَيَّ
“Dengan nama Allah, wahai Rabb-ku aku
berlindung kepadamu dari terjatuh dalam dosa atau tersesat atau terjatuh dalam
kezaliman atau terzalimi atau bodoh atau dibodohi.” Diriwayatkan oleh an-Nasa’i,
at-Tirmidzi dan selain keduanya.
Doa ini dibaca ketika hendak keluar rumah,
menuju masjid, atau selainnya. Ath-Thibi rahimahullaah berkata, “Jika keluar rumah
pasti seseorang akan bertemu dengan masyarakat lainnya. Dikhawatirkan menyimpang
dari jalan yang lurus, baik dalam urusan agamanya atau urusan dunianya. Bila
dalam urusan agama mungkin dia sesat atau disesatkan, bila dalam urusan dunia
mungkin dia menzalimi saudaranya atau dizalimi. Bisa jadi dia bodoh atau
dibodohi disebabkan oleh pergaulan ataupun bercampurnya dengan manusia. Oleh
karena itu hendaknya dia berlindung kepada Allah subhaanahu wa ta’aalaa dari semua keadaan
ini dengan ucapan yang padat dan ringkas.” (Lihat Mir`atul Mafatih Syarhu Misykatil Mashabih hal. 194)
3. Berjalan dengan tenang dan tidak
tergesa-gesa.
Bagi seseorang yang hendak menuju shalat
berjamaah hendaknya dia berjalan dengan tenang dan tidak tergesa-gesa.
Dikarenakan seseorang yang hendak menuju shalat dituntut agar melaksanakannya
dengan adab yang mulia dan dalam keadaan yang sempurna. Dahulu ketika Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan shalat pernah mendengar suara gaduh langkah orang
yang tergesa-gesa karena terlambat. Kemudian setelah shalat beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam
menasihatinya agar tetap berjalan dengan tenang dan tidak tergesa-gesa walaupun
terlambat. Hal ini sebagaimana yang diriwayatkan oleh al-Imam al-Bukhari dan
al-Imam Muslim dan selain keduanya dari sahabat Abu Qatadah radhiyallaahu ‘anhu:
بَيْنَمَا نَحْنُ نُصَلِّي مَعَ النَّبِيِّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذْ سَمِعَ جَلَبَةَ رِجَالٍ فَلَمَّا صَلَّى
قَالَ مَا شَأْنُكُمْ قَالُوا اسْتَعْجَلْنَا إِلَى الصَّلَاةِ قَالَ فَلَا
تَفْعَلُوا إِذَا أَتَيْتُمْ الصَّلَاةَ فَعَلَيْكُمْ بِالسَّكِينَةِ فَمَا
أَدْرَكْتُمْ فَصَلُّوا وَمَا فَاتَكُمْ فَأَتِمُّوا
“Ketika kami sedang melaksanakan shalat
bersama Nabi shallallaahu ‘alaihi wa
sallam tiba-tiba beliau mendengar suara langkah kaki
beberapa shahabat. Ketika telah selesai shalat beliau bersabda, “Ada apa dengan
kalian?” Mereka menjawab, “Kami tergesa-gesa menuju shalat,” beliau bersabda,
“Jangan kalian lakukan hal itu, jika kalian mendatangi shalat hendaklah berjalan
dengan tenang, apa saja yang kalian dapatkan dari shalat kerjakanlah (bersama
imam) dan apa saja yang tertinggal maka sempurnakanlah.”
Di dalam hadits yang lain dari sahabat Abu
Hurairah radhiyallaahu ‘anhu
yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dengan tambahan:
وَعَلَيْكُمْ بِالسَّكِينَةِ
وَالْوَقَارِ
“Hendaklah kalian berjalan dengan sakinah dan
waqar.”
Al-Imam an-Nawawi rahimahullaah berkata, “Secara lahir
nampak bahwa di antara keduanya ada perbedaan. As-sakinah itu adalah tenang
dalam gerakan dan meninggalkan perkara yang sia-sia. Al-waqar adalah berkaitan
dengan keadaannya seperti menjaga pandangan, merendahkan suara, dan tidak banyak
menoleh.” (Lihat Fathul Bari pada hadits no 632)
4. Membaca doa menuju masjid.
Ibnu Abbas radhiyallaahu ‘anhuma mengabarkan bahwa
dirinya pernah menginap di rumah bibinya, Maimunah radhiyallaahu ‘anha, salah satu istri
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Ibnu Abbas radhiyallaahu
‘anhuma melihat Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam ketika
pergi menuju masjid membaca doa:
اللَّهُمَّ اجْعَلْ فِي قَلْبِي نُورًا وَفِي
لِسَانِي نُورًا وَاجْعَلْ فِي سَمْعِي نُورًا وَاجْعَلْ فِي بَصَرِي نُورًا
وَاجْعَلْ مِنْ خَلْفِي نُورًا وَمِنْ أَمَامِي نُورًا وَاجْعَلْ مِنْ فَوْقِي
نُورًا وَمِنْ تَحْتِي نُورًا اللَّهُمَّ أَعْطِنِي نُورًا
“Ya Allah ciptakanlah cahaya di hatiku, cahaya
di lisanku, ciptakanlah cahaya di pendengaranku, ciptakanlah cahaya di
penglihatanku, ciptakanlah cahaya dari belakangku, ciptakanlah cahaya dari
depanku, ciptakanlah cahaya dari atasku, cahaya dari bawahku. Ya Allah, berilah
aku cahaya HR. Muslim no. 763
5. Memakai pakaian yang yang layak.
Allah subhaanahu wa
ta’aalaa berfirman (yang artinya):
“Wahai anak Adam pakailah pakaianmu yang indah
di setiap memasuki masjid.” Al-A’raf: 31
Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di
rahimahullaah berkata,
“Yaitu tutuplah aurat kalian pada setiap shalat, yang fardhu maupun yang sunnah.
Karena menutupnya merupakan hiasan bagi tubuh sebagaimana membukanya adalah
membiarkan tubuh tersebut jelek, dan bisa jadi yang dimaksud dengan perhiasan di
sini adalah sesuatu yang lebih dari itu berupa pakaian yang bersih dan bagus. Di
sini terdapat perintah menutup aurat di dalam shalat dan menggunakan pakaian
yang bagus padanya, dan bersihnya pakaian dari kotoran dan najis.” (Lihat Taisir
al-Karimirrahman hal. 287)
6. Masuk masjid dengan mendahulukan kaki
kanan.
Al-Imam al-Bukhari rahimahullaah memberi judul bab di dalam
kitab Shahih beliau “Bab Mendahulukan yang Kanan ketika Masuk Masjid dan yang
Lainnya.” Kemudian beliau berkata, “Dahulu Ibnu Umar mendahulukan kaki kanannya
(ketika masuk) dan jika keluar ia mendahulukan kaki kirinya.” Shahih al-Bukhari
pada hadits no. 426.
Anas bin Malik radhiyallaahu ‘anhu berkata, “Termasuk
sunnah jika engkau masuk masjid hendaklah mendahulukan kaki kanan dan jika
hendak keluar hendaklah mendahulukan kaki kiri.” Diriwayatkan oleh al-Hakim dan
sanad-nya hasan sebagaimana di-hasan-kan oleh asy-Syaikh al-Albani dan
asy-Syaikh Muqbil rahimahumallaah.
Aisyah radhiyallaahu
‘anha, seorang istri Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam berkata,
“Dahulu Nabi menyukai mendahulukan yang kanan ketika thaharah, bersisir, dan
bersandal.” Muttafaqun ‘alaih
Jika dalam hal memakai sandal saja Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wa sallam berupaya untuk mendahulukan yang kanan tentunya masuk masjid lebih
utama untuk mendahulukan yang kanan.
7. Membaca shalawat dan salam kepada Nabi
shallallaahu ‘alaihi wa sallam serta doa ketika hendak masuk masjid.
Di antaranya yaitu:
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَسَلِّمْ
اَللَّهُمَّ افْتَحْ لِيْ أَبْوَابَ رَحْمَتِكَ
“Ya Allah, limpahkanlah shalawat dan salam
atas Nabi Muhammad, ya Allah bukakanlah pintu-pintu rahmat-Mu untukku.” Lihat
kitab Manasik al-Hajji wal ‘Umrah karya asy-Syaikh al-Albani rahimahullaah.
Atau membaca:
أَعُوْذُ بِاللهِ الْعَظِيْمِ وَبِوَجْهِهِ
الْكَرِيْمِ وَسُلْطَانِهِ الْقَدِيْمِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ
“Aku berlindung kepada Allah Yang Maha Agung,
Wajah-Nya Yang Maha Mulia, dan kekuasaan-Nya yang abadi dari syaithan yang
terkutuk.” Lihat kitab Shahih at-Targhib wa at-Tarhib.
8. Membaca shalawat dan salam kepada Nabi
shallallaahu ‘alaihi wa sallam serta doa ketika hendak keluar masjid.
Di antaranya yaitu:
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَسَلِّمْ
اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ
“Ya Allah limpahkanlah shalawat dan salam
kepada Nabi Muhammad, ya Allah sesungguhnya aku memohon kepada-Mu dari
karunia-Mu.” Lihat kitab Manasik al-Hajji wal ‘Umrah karya asy-Syaikh al-Albani
rahimahullaah.
Atau membaca:
اَللَّهُمَّ اعْصِمْنِيْ مِنَ الشَّيْطَانِ
الرَّجِيْمِ
“Ya Allah, peliharalah aku dari godaan setan
yang terkutuk.” Lihat kitab ats-Tsamaru al- Mustathab.
Wallahu a’lam
Mutiara Hadits Shahih
لاَ يَزَالُ العَبْدُ فِي صَلاَةٍ مَا كَانَ فِي
المَسْجِدِ يَنْتَظِرُ الصَّلاَةَ مَا لَمْ يُحْدِثْ
“Seorang hamba senantiasa berada dalam shalat
selama dia masih tetap berada di masjid menanti shalat selama tidak berhadats.”
HR. al-Bukhari no. 176
(Buletin Al Ilmu)
0 komentar:
Posting Komentar