Ketahuilah
bahwa kata riya’ itu berasal dari kata ru’yah (melihat), sedangkan sum’ah
(reputasi) berasal dari kata sami’a (mendengar). Orang yang riya’ menginginkan
agar orang-orang bisa melihat apa yang dilakukannya.
Riya’ itu ada
yang tampak dan ada pula yang tersembunyi. Riya’ yang tampak ialah yang
dibangkitkan amal dan yang dibawanya. Yang sedikit tersembunyi dari itu adalah
riya’ yang tidak dibangkitkan amal, tetapi amal yang sebenarnya ditujukan bagi
Allah menjadi ringan, seperti orang yang biasa tahajud setiap malam dan merasa
berat melakukannya, namun kemudian dia menjadi ringan mengerjakannya tatkala
ada tamu di rumahnya.
Yang lebih
tersembunyi lagi ialah yang tidak berpengaruh terhadap amal dan tidak membuat
pelaksanaannya mudah, tetapi sekalipun begitu riya’ itu tetap ada di dalam hati.
Hal ini tidak bisa diketahui secara pasti kecuali lewat tanda-tanda.
Tanda yang
paling jelas adalah, dia merasa senang jika ada orang yang melihat ketaatannya.
Berapa banyak
orang yang ikhlas mengerjakan amal secara ikhlas dan tidak bermaksud riya’ dan
bahkan membencinya. Dengan begitu amalnya menjadi sempurna. Tapi jika ada
orang-orang yang melihat dia merasa senang dan bahkan mendorong semangatnya,
maka kesenangan ini dinamakan riya’ yang tersembunyi. Andaikan orang-orang
tidak melihatnya, maka dia tidak merasa senang. Dari sini bisa diketahui bahwa
riya’ itu tersembunyi di dalam hati, seperti api yang tersembunyi di dalam
batu.
Jika
orang-orang melihatnya, maka bisa menimbulkan kesenangannya. Kesenangan ini
tidak membawanya kepada hal-hal yang dimakruhkan, tapi ia bergerak dengan
gerakan yang sangat halus, lalu membangkitkannya untuk menampakkan amalnya,
secara tidak langsung maupun secara langsung.
Kesenangan atau
riya’ ini sangat tersembunyi, hampir tidak mendorongnya untuk mengatakannya,
tapi cukup dengan sifat-sifat tertentu, seperti muka pucat, badan kurus, suara
parau, bibir kuyu, bekas lelehan air mata dan kurang tidur, yang menunjukkan
bahwa dia banyak shalat malam.
Yang lebih
tersembunyi lagi ialah menyembunyikan sesuatu tanpa menginginkan untuk
diketahui orang lain, tetapi jika bertemu dengan orang-orang, maka dia merasa
suka merekalah yang lebih dahulu mengucapkan salam, menerima kedatangannya
dengan muka berseri dan rasa hormat, langsung memenuhi segala kebutuhannya,
menyuruhnya duduk dan memberinya tempat. Jika mereka tidak berbuat seperti itu,
maka ada yang terasa mengganjal di dalam hati.
Orang-orang
yang ikhlas senantiasa merasa takut terhadap riya’ yang tersembunyi, yaitu yang
berusaha mengecoh orang-orang dengan amalnya yang shalih, menjaga apa yang
disembunyikannya dengan cara yang lebih ketat daripada orang-orang yang
menyembunyikan perbuatan kejinya. Semua itu mereka lakukan karena mengharap
agar diberi pahala oleh Allah pada Hari Kiamat.
Noda-noda riya’
yang tersembunyi banyak sekali ragamnya, hampir tidak terhitung jumlahnya.
Selagi seseorang menyadari darinya yang terbagi antara memperlihatkan ibadahnya
kepada orang-orang dan antara tidak memperlihatkannya, maka di sini sudah ada
benih-benih riya’. Tapi tidak setiap noda itu menggugurkan pahala dan merusak
amal. Masalah ini harus dirinci lagi secara detail.
Telah disebutkan dalam riwayat Muslim, dari hadits Abu
DzarrRadliyallahu Anhu, dia berkata, “Ada orang yang bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana pendapat engkau
tentang orang yang mengerjakan suatu amal dari kebaikan dan orang-orang
memujinya?”Beliau menjawab, “Itu merupakan kabar gembira bagi orang Mukmin yang diberikan lebih
dahulu di dunia.”
Namun jika dia ta’ajub agar orang-orang tahu kebaikannya
dan memuliakannya, berarti ini adalah riya’.
Hal Hal Yang
Termasuk Syirik Kecil
Syirik kecil adalah
riya’, dengan dalil firman Allah:
“Barangsiapa yang mengharap pertemuan dengan Rabb-nya, hendaklah beramal shalih dan tidak mempersekutukan dalam beribadah kepada Allah dengan seorangpun.” (al-Kahfi: 110)
“Barangsiapa yang mengharap pertemuan dengan Rabb-nya, hendaklah beramal shalih dan tidak mempersekutukan dalam beribadah kepada Allah dengan seorangpun.” (al-Kahfi: 110)
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya yang paling aku takutkan atas kamu semua adalah syirik kecil (riya’).” (HR.Ahmad, shahih)
“Sesungguhnya yang paling aku takutkan atas kamu semua adalah syirik kecil (riya’).” (HR.Ahmad, shahih)
Termasuk
syirik kecil, perkataan seseorang: “Kalau tidak karena
Allah dan si anu atau kehendak Allah dan kehendakmu.”
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Jangan berkata: “Jika Allah menghendaki dan si anu menghendaki”‘ tetapi katakanlah: “jika Allah menghendaki kemudian si anu menghendaki.” “ (HR.Abu Dawud: shahih)
“Jangan berkata: “Jika Allah menghendaki dan si anu menghendaki”‘ tetapi katakanlah: “jika Allah menghendaki kemudian si anu menghendaki.” “ (HR.Abu Dawud: shahih)
Bolehkah bersumpah dengan selain Allah?
Jawab:
Tidak boleh, dengan dalil firman Allah:
Katakanlah: “Tidak demikian, demi Tuhanku, benar-benar kamu akan dibangkitkan … “(at-Taghaabun:7)
Tidak boleh, dengan dalil firman Allah:
Katakanlah: “Tidak demikian, demi Tuhanku, benar-benar kamu akan dibangkitkan … “(at-Taghaabun:7)
Dan
sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Barangsiapa yang bersumpah dengan selain Allah, maka dia telah musyrik.” (HR.Ahmad: shahih)
“Barangsiapa yang bersumpah dengan selain Allah, maka dia telah musyrik.” (HR.Ahmad: shahih)
“Barangsiapa
yang bersumpah hendaklah bersumpah dengan Allah atau diam saja.” (HR.Bukhari-Muslim)
0 komentar:
Posting Komentar