Kodetifikasi Bilangan Prima dalam Al-Qur’an
Sulit kita mengatakan bahwa al-Qur’an dibuat oleh masyarakat pada abad ke-7, apalagi oleh Muhammad saw, yang tidak dapat membaca dan menulis, bahkan oleh manusia abad kini atau )in sekalipun. Isinya sarat dengan makna. Tiap surat dan ayat ditempatkan dengan “kodetifikasi” tertentu. Strukturnya matematis dan mengikuti kodetifikasi bilangan prima, khususnya bilangan prima kembar. Al-Qur’an berpandangan bahwa tidak ada kejadian atau objek di alam semesta yang terjadi secara “kebetulan“, segala “sesuatu berdasarkan hitungan yang teliti“, al-’adad.
Struktur al-Qur’an meliputi hal yang paling sederhana sampai hal yang rumit. Kita dapat membayangkan, struktur dan makna bagaimana lagi yang ditemukan oleh para pembaca di masa mendatang, misalnya masyarakat abad ke-25? Hal ini mudah saja, karena kalau kita berbicara 20 atau 30 tahun yang lalu, kita tidak mungkin membahas hubungan Al Qur’an dengan sejumlah fenomena alam semesta: Metonic cycle, umur alam semesta, multi universes, bilangan prima, atau keajaiban Surat Besi sebagai salah satu unsur kimia dengan isotop stabil Fe-57.
Bilangan prima adalah bilangan yang dipakai sebagai komunikasi universal di alam semesta. Frank Drake telah membuktikannya sejak tahun 1961 dengan kriptogram yang dibentuk dengan bilangan prima 31 dan 41 untuk komunikasi interstellar, dan de-kodetifikasi sinyal-sinyal yang datang dari ETI angkasa luar. Demikian juga, bukan suatu kebetulan jika Al-Qur’an terstruktur dengan bilangan prima secara sistematis: bilangan 19, 11, 29, 31, dan 41.
Sedangkan shalat dikodekan dengan bilangan prima 5 dan 17. Bahkan “perjalanan malam Nabi” ditempatkan dalam surat nomor 17, al-Isra’. Bilangan 7 dikodekan untuk “lapisan langit (hyperspace) dan bumi”. “Tempat tertinggi” atau al-A’raf ditempatkan pada surat nomor 7. Bagian paling menarik adalah bilangan prima kembar, yang mengapit “pola kelipatan 6″, hexagonal system yang ditunjukkan oleh Laba-laba, surat “penengah” pada surat nomor 29 ayat 41, al-’Ankabut. Walaupun begitu, semuanya mengarah pada bilangan 19 sebagaimana Al-Qur’an mengindikasikannya pada al-Muddatstsir ayat 30.
Konfirmasi keaslian al-Qur,an ditunjukkan dengan bantuan Hukum Benford, di mana digit ayat-ayatnya yang dipetakan dalam 114 surat, dienkripsi dengan bilangan 19. Enkripsi juga ditunjukkan dengan pembagian surat yang simetris, antara surat yang homogen dan heterogen semuanya merujuk kepada jumlah nomor surat (6555) dan jumlah ayat al-Qur’an (6236).
Pembagian ke-114 surat al-Qur’an juga unik. Terbagi antara 29 surat yang ditandai dengan ayat-ayat berhuruf fawatih, dan 85 surat sisanya. Dalam 114 surat al-Qur’an hanya tidak lebih dan kurang ditemukan 19 surat yang membentuk bilangan prima, nomor surat dan ayatnya. Sedangkan di antara 29 surat fawatih, dienkripsi dengan 19 surat-huruf fawatih sebagai ayat tersendiri. Dengan demikian, pesan yang dibaca oleh kita berdasarkan struktur tadi, surat, ayat, baik jumlah maupun letaknya, tidak dapat dipertukarkan. Bahkan judul surat pun dienkripsi dengan bilangan 19, yang dikodekan pada huruf qaf.
Pada mulanya, Tuhan Pencipta (banyak) alam semesta, memperkenalkan diri-Nya dengan kata Rabbika. Baru pada Surat al-Ikhlash, wahyu ke-19, diperkenalkan kata Allah. Wahyu pertama adalah 5 ayat pertama Surat al-’Alaq, terdiri dari 19 kata dan (19 x 4) huruf. Ditutup wahyu terakhir Surat an-Nashr, terdiri dari 19 kata juga, dengan ayat pertama terdiri dari 19 huruf. Tuhan yang mengajarkan, mendidik, dan memelihara manusia, memilih nabi-nabi di seluruh penjuru bumi di segala zaman untuk mendidik dan memberi contoh kepada masing¬masing umat dan kaum supaya beriman, lebih beradab, dan berbuat kebajikan. Dalam upaya komunikasi langsung dan privat, manusia dan jin diwajibkan shalat, dengan enkripsi 5 dan 17.
Dalam bahasa kriptogram Frank Drake: ditunjukkan dalam bentuk kode 24434 bits (banyaknya digit rakaat), hasil dari produk (hasil kali) bilangan prima 19 dengan koefisien 1286 atau 1286 garis; dengan tiap garis memuat 19 bits. Angka “1″ dan angka “0″, atau kode biner. Komunikasi 3 dimensi; 24434 bits merupakan produk 3 bilangan prima, yaitu 19, 2, dan 643.
Bentuk komunikasi seperti ini adalah bentuk komunikasi tertinggi di alam semesta, yang dikodekan dalam bilangan prima kembar sebagai komunikasi dasar. Dengan demikian, kita bisa mencatat bahwa dalam shalat, banyaknya rakaat clan frekuensi pengirimannya tidak dapat dipertukarkan, karena spesifik di-enkripsi dengan jumlah dan susunan digitnya.
Kita dapat berpikir bahwa al-Qur’an bukan saja kitab pedoman bagi umat manusia tetapi juga mukjizat abadi yang nyata diturunkan dari langit. Mahakarya Yang Tertinggi di alam semesta, catatan dan rekaman yang disusun dengan state of the arts, sempurna tiada bandingannya. Kita juga bisa berpikir, apa lagi yang dapat ditemukan oleh para pembaca di abad ke-25, misalnya, masyarakat abad mendatang? Karena ilmu dari Rabbi yang diturunkan melalui Rasul tidak akan habis “dicerna” oleh pengetahuan manusia dan jin di seluruh zaman.
Download: Kodetifikasi Bilangan Prima sebagai bukti kebenaran Al-Qur’an
0 komentar:
Posting Komentar