(Renungan untuk keluarga besar Alm Mohammad Dawam)
Satu demi satu orang yang kita cintai meninggalkan keluarga
besar kita, mulai dari kematian bayi mungil Ika serta ibunya Endang, kemudian
disusul oleh bapak kita tercinta Mohammad Dawam, kemudian berikutnya adik
Dumairi, adik Syarif dan yang terakhir adik Boni.
Ya Allah berilah mereka yang telah mendahului kita “surgaMu”,
seperti yang telah Engkau janjikan pada orang orang yang dalam kehidupannya penuh
dengan ketaqwaan. Amin.
Kematian adalah sebuah ketetapan. Jika telah datang waktunya, tak satu
pun makhluk yang mampu menangguhkannya. Sudahkah kita mempersiapkan diri untuk
menyambutnya?
Tanda-tanda
keagungan dan kebesaran Allah Taala tidak terhitung jumlah dan macamnya.
Semuanya bisa dikelompokkan menjadi dua bagian, ayat-ayat syar’iyah yang
terdapat dalam kitab-kitab-Nya dan Sunnah Rasul-Nya , serta ayat-ayat kauniyah
yang ada pada makhluk-Nya.
Tidaklah
Allah menunjukkan keagungan dan kebesaran-Nya dengan ayat-ayat kauniyah
dan syar’iyah kecuali bertujuan agar Dia ditauhidkan dalam seluruh peribadatan
yang dilakukan oleh hamba-hamba-Nya.
“Yang
menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang
lebih baik amalnya.” (Al-Mulk: 2)
“Dan Aku
tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (Adz-Dzariyat: 56)
Di antara
ayat-ayat kauniyah yang Allah Taala tunjukkan kepada panca indera kita di dunia
yang fana ini adalah adanya kehidupan dan kematian yang terjadi di sekeliling
kita. Allah berfirman:
“Wahai
manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), maka
(ketahuilah) sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari
setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang
sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu
dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan.
Kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur-angsur)
kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan
(ada pula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia
tidak mengetahui lagi sesuatu pun yang dahulunya telah diketahuinya. Dan kamu
lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya,
hiduplah bumi itu dan suburlah serta menumbuhkan berbagai macam tumbuhan yang
indah. Yang demikian itu, karena sesungguhnya Allah, Dialah yang haq dan
sesungguhnya Dialah yang menghidupkan segala yang mati dan sesungguhnya Allah
Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya hari kiamat itu pastilah
datang, tak ada keraguan padanya; dan bahwasanya Allah membangkitkan semua
orang di dalam kubur.” (Al-Hajj:
5-7)
Semua ini
menunjukkan bahwa kehidupan dunia adalah kehidupan yang fana. Tidak ada yang
kekal di dalamnya.
“Segala yang
ada di bumi itu akan binasa. Dan tetap kekal Wajah Rabbmu yang mempunyai
kebesaran dan kemuliaan.” (Ar-Rahman:
26-27)
Namun
berbagai peringatan dan pelajaran yang terjadi di depan mata, berlalu begitu
saja tanpa ada artinya. Kecuali bagi orang yang beriman dan berakal sehat,
dialah yang akan mendapatkan manfaat dari semua itu.
“Dan
tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi
orang-orang yang beriman.” (Adz-Dzariyat:
55)
“Sesungguhnya
orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.” (Az-Zumar: 9)
Kematian
Adalah Suatu Kepastian
Allah Taala
adalah Dzat Yang Maha Kuasa melakukan segala sesuatu yang Dia kehendaki, sesuai
dengan hikmah dan keadilan-Nya. Apapun yang Allah kehendaki pasti terjadi
tanpa ada yang bisa menghalangi. Allah berfirman:
“Sesungguhnya
perintah-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya:
‘Jadilah!’ Maka terjadilah ia.” (Yasin: 82)
Rasulullah
bersabda:
“Ya
Allah, tidak ada yang dapat menghalangi apa yang Engkau berikan, dan tidak ada
yang mampu memberi apa yang Engkau halangi.” (Muttafaqun ‘alaih dari sahabat
Al-Mughirah bin Syu’bah )
Termasuk
perkara yang Allah kehendaki adalah kematian seorang hamba, berpisahnya
ruh dari jasad tatkala telah tiba ajalnya untuk berpindah dari dunia yang fana
ke alam barzakh atau alam kubur, dengan kenikmatan atau azab yang akan dia rasakan.
Umur
masing-masing hamba telah Allah tentukan di dalam sebuah kitab yang ada
di sisi-Nya, tidak akan berkurang ataupun bertambah dari yang telah ditetapkan,
berserta sebab-sebab yang telah Allah takdirkan. Allah berfirman:
“Dan Allah
menciptakan kamu dari tanah kemudian dari air mani, kemudian Dia menjadikan
kamu berpasangan (laki-laki dan perempuan). Dan tidak ada seorang perempuan pun
mengandung dan tidak (pula) melahirkan melainkan dengan sepengetahuan-Nya. Dan
sekali-kali tidak dipanjangkan umur seorang yang berumur panjang dan tidak pula
dikurangi umurnya, melainkan (sudah ditetapkan) dalam Kitab (Lauh Mahfuzh).
Sesungguhnya yang demikian itu bagi Allah adalah mudah.” (Fathir: 11)
Tatkala
jatah umur yang telah ditentukan tersebut telah habis, maka itulah ajalnya yang
tidak mungkin ia lari darinya. Allah menyatakan:
“Dan Allah
sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila datang waktu
kematiannya. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Al-Munafiqun: 11)
“Katakanlah:
‘Sesungguhnya kematian yang kamu lari darinya, maka kematian itu akan
menemuimu. Kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui yang
ghaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu
kerjakan’.” (Al-Jumu’ah:
8)
Beragam cara
dan usaha yang diupayakan oleh keluarga serta sanak kerabatnya tidaklah akan
mampu menghalangi ajalnya. Allah berfirman:
“Di mana
saja kamu berada, kematian akan menemuimu, kendatipun kamu di dalam benteng
yang tinggi lagi kokoh.” (An-Nisa’:
78)
Kematian
adalah ketetapan bagi setiap makhluk-Nya yang memiliki ruh, sekalipun makhluk
yang paling mulia yaitu para nabi dan rasul . Mereka pun menemui ajal yang
telah Allah ltentukan. Allah memberitakan kepastian itu dalam firman-Nya:
“Tiap-tiap
yang berjiwa akan merasakan mati.” (Ali ‘Imran: 185)
“Muhammad
itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya
beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke
belakang (murtad)?” (Ali ‘Imran:
144)
Demikian
juga para malaikat, akan menemui ajalnya, sehingga tidak ada yang kekal kecuali
Allah .
“Segala yang
ada di bumi itu akan binasa. Dan tetap kekal Wajah Rabbmu yang mempunyai
kebesaran dan kemuliaan.” (Ar-Rahman:
26-27)
Namun tidak
ada seorang pun yang mengetahui kapan dia akan meninggal, pada umur berapa dia
akan menemui ajalnya, dan di mana dia akan mengakhiri hidupnya di dunia, di
daratan ataukah di lautan, serta apa sebab kematiannya. Allah l berfirman:
“Dan tiada
seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya
besok. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati.” (Luqman: 34)
Padahal
kematian itu bukanlah akhir kehidupan yang hakiki bagi seorang hamba. Dia
hanyalah seorang musafir yang akan kembali ke negerinya yang hakiki dan abadi
di akhirat nanti. Dia akan kembali untuk mempertanggungjawabkan seluruh
perbuatan dan ucapan yang telah dilakukannya di dunia. Kemudian dia akan
mendapatkan balasan atas amalannya tersebut. Allah berfirman:
“Tiap-tiap
yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah
disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke
dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain
hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” (Ali ‘Imran: 185)
Maka, orang
yang sukses adalah orang yang diselamatkan dari api neraka dan dimasukkan ke
dalam surga Allah dengan rahmat dan keutamaan dari-Nya. Asy-Syaikh
Abdurrahman As-Sa’di t berkata: “Barangsiapa yang dijauhkan dari neraka dan dimasukkan
ke dalam surga, maka sungguh dialah orang yang berhasil/sukses. Maknanya, dia
mendapatkan kesuksesan yang agung, selamat dari azab yang pedih, dan berhasil
meraih surga yang penuh dengan kenikmatan, yang tidak pernah terlihat oleh
mata, tidak pernah terdengar oleh telinga, dan tidak pernah terlintas dalam
hati manusia.”
Adapun orang
yang merugi adalah orang yang tertipu dengan dunia dan kenikmatan-kenikmatan
semu yang ada di dalamnya, sehingga melupakannya untuk beribadah kepada Allah .
Allah berfirman:
“Wahai
orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan
kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah
orang-orang yang rugi.” (Al-Munafiqun:
9)
Padahal
harta yang ada pada dirinya tidak akan dibawa ke dalam kuburnya dan tidak akan
dapat menyelamatkan dia dari azab Allah . Dalam hadits dari Anas bin Malik ,
dari Nabi Muhammad, beliau berkata:
“Tiga
perkara yang akan mengantarkan mayit: keluarga, harta, dan amalannya. Dua
perkara akan kembali dan satu perkara akan tetap tinggal bersamanya. Yang akan
kembali adalah keluarga dan hartanya, sedangkan yang tetap tinggal bersamanya
adalah amalannya.” (Muttafaqun
‘alaih)
Allah
berfirman:
“Sesungguhnya
orang-orang yang kafir sekiranya mereka mempunyai apa yang di bumi ini
seluruhnya dan mempunyai yang sebanyak itu (pula) untuk menebus diri mereka
dengan itu dari azab hari kiamat, niscaya (tebusan itu) tidak akan diterima
dari mereka, dan mereka beroleh azab yang pedih.” (Al-Ma’idah: 36)
Sedangkan bagi
orang yang beriman, dunia dan perhiasan yang ada di dalamnya adalah sarana
untuk menyempurnakan ibadahnya kepada Allah l, sehingga dia tidak diperbudak
olehnya. Dialah yang menundukkan dan mengatur dunia dengan syariat-Nya yang
sempurna, bukan sebaliknya: dirinya yang harus menghinakan diri di hadapan
harta (dunia). Allah berfirman:
“Dan adapun
orang-orang yang takut kepada kebesaran Rabbnya dan menahan diri dari keinginan
hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal(nya).” (An-Nazi’at: 40-41)
“Harta dan
anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi
shalih adalah lebih baik pahalanya di sisi Rabbmu serta lebih baik untuk
menjadi harapan.” (Al-Kahfi:
46)
Asy-Syaikh
Abdurrahman As-Sa’di berkata: “Yang akan tetap tinggal bagi setiap orang
dan akan memberi manfaat serta menyenangkan hatinya, adalah amalan
shalih Hal ini mencakup seluruh amalan ketaatan yang wajib maupun yang
sunnah, baik terkait dengan hak-hak Allah maupun hak-hak hamba, seperti shalat,
zakat, sedekah, haji, umrah, tasbih, tahmid, tahlil, takbir, bacaan Al-Qur’an,
menuntut ilmu yang bermanfaat, amar
ma’ruf nahi mungkar, silaturrahim, birrul walidain (berbakti kepada kedua
orangtua), menunaikan hak-hak istri, budak, hewan piaraan, dan seluruh kebaikan
yang ditujukan kepada makhluk. Hal-hal ini lebih baik balasannya di sisi Allah
dan sebaik-baik harapan. Pahalanya akan kekal dan dilipatgandakan. Hal
inilah yang mengharuskan kita berlomba-lomba untuk mendapatkannya dan
bersungguh-sungguh mewujudkannya.” (asysyariah)
0 komentar:
Posting Komentar