Allah ta’ala mengutus Nabi Muhammad r dengan petunjuk dan agama yang haq untuk memenangkannya di atas agama-agama yang lain. Rasulullah r datang dengan membawa seluruh kebaikan, mengajak kepada kebaikan dan memperingatkan ummatnya dari segala keburukan. Rasulullah r diutus bukan hanya untuk menasehati ummatnya saja, bahkan lebih dari itu, beliau diutus untuk menasehati seluruh alam, karena beliau adalah Rahmatan lil ‘aalamiin. Beliaulah yang disebutkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala dalam firmannya :
“Artinya: Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaumu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin” [at-Taubah: 128]
Beliaulah yang menyebutkan tentang dirinya “Sesungguhnya aku adalah Rahmat yang dihadiahkan (untuk ummatnya dan alam semesta)”
Rasulullah r mengajak ummatnya kepada hal-hal yang membawa kepada kebaikan hidup mereka (di dunia), membawa kepada kekekalan mereka (di surga), dan membawa kepada kekuatan dan kemenangan mereka. Diantara ajakan Rasulullah r adalah di dalam sebuah hadits yang dikeluarkan oleh imam Muslim di dalam Shahihnya, Imam Malik di dalam Al-Muwatta’nya, dan Imam Ahmad di dalam Musnadnya dari hadits Abu Hurairah t beliau r bersabda:
إنَّ اللهَ يَرْضَى لَكُمْ ثَلَاثًا وَيَكْرَهُ لَكُمْ ثَلَاثًا, (وفي رواية: ويسخط منكم ثلاثا) يَرْضَى لَكُمْ أَنْ تَعْبُدُوْهُ وَلَا تُشْرِكُوْ بِهِ شَيْئًا وَأَنْ تَعْتَصِمُوْابِحَبْلِ اللهِ جَمِيْعًا وَلَا تَفَرَّقُوْا وَأَنْ تَنَاصَحُوْا مَنْ وَلَّاهُ اللهُ أَمْرَكُمْ وَيَكْرَهُ لَكُمْ قِيْلَ وَقَالَ وَكَثْرَةَ السُّؤَالِ وَإضَاعَةَ الْمَالِ
“Sesungguhnya Allah meridhai kalian pada tiga perkara dan membenci kalian pada tiga perkara (di dalam riwayat yang lain: dan murka kepada kalian pada tiga perkara); Allah Ridha kepada kalian (ketika kalian) beribadah hanya kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya sedikitpun, (dan meridhai ketika kalian semua) berpegang teguh kepada tali agama Allah dan janganlah kalian bercerai berai, (Allah subhanahu wa ta’ala meridhai ketika kalian) saling nasehat menasehati kepada pemimpin-pemimpin kalian. Dan Allah subhanahu wa ta’ala membenci desas-desus, dan membenci banyak bertanya dan menghambur-hamburkan harta. (lafaz hadits ini adalah lafaz dari Imam Malik dan Imam Ahmad).
Hadits ini adalah hadits yang sangat agung, di dalamnya terdapat pokok dan dasar agama Islam.
Rasulullah r mengatakan (إن الله يرضى لكم)
Allah tidak meridhai kecuali sesuatu yang dicintai-Nya, dan Allah tidak mencintai kecuali hal-hal yang disyari’atkan-Nya, karena itu ridha, cinta, idzin dan pertolongan Allah terletak pada syari’at-Nya.
Pondasi pertama: at-Tauhid
Tujuan utama kenapa Allah menciptakan kita adalah untuk beribadah hanya kepada Allah semata dan tidak menyekutukan-Nya sedikitpun. Firman Allah azza wa jalla:
“Artinya: Mereka tidaklah diperintahkan kecuali hanya untuk menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam menjalankan agama yang lurus”[al-Bayyinah: 5]
Firman Allah :
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Tidaklah aku ciptakan jin dan manusia kecuali hanya untuk beribadah kepada-Ku” yaitu untuk mentauhidkan-Ku.” [adz-Dzariyat: 56]
Tegaknya langit dan bumi, diturunkannya kitab-kitab Allah dan diutusnya para Rasul, ditumpahkannya darah para Syuhada’, tetesan tinta-tinta para ulama, perseteruan antara yang haq dan yang batil, semua ini karena tauhid.
Karena tauhid pulalah Ibrahim ’alaihissalam dilemparkan kedalam api. Karena tauhid, Rasulullah dan pengikutnya hijrah dari Makkah ke Madinah, karena tauhid pula gangguan, ujian dan tantangan diderita oleh beliau dan pengikutnya.
Tauhid adalah haq Allah yang wajib ditunaikan oleh hamba-Nya, tanpa tauhid manusia tidak ubahnya seperi binatang yang tidak memiliki nilai sedikitpun.
Ketahuilah wahai hamba Allah, bahwa tauhid tidak akan sempurna kecuali dengan menetapkan tiga jenis tauhid, dan menafikan segala sesuatu yang bertentangan dengan tauhid ini. Tiga jenis tauhid itu adalah; Tauhid Rububiyyah (mengesakan Allah dalam kepemilikan dan pengaturan alam semesta),Tauhid Uluhiyyah (mengesakan Allah dalam keberhakan-Nya untuk diibadahi dengan haq tanpa sedikitpun tersaingi oleh selain-Nya), dan Tauhid Asma’ was Sifat (menetapkan semua yang ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya dari nama dan sifat Allah). Kalau semua ini sudah diterapkan dalam kehidupan seorang hamba, maka dia layak mendapat gelar muwahhidin (orang yang mentauhidkan Allah) dan meraih keselamatan dunia, keberuntungan di akhirat dan keridhaan Allah.
Pondasi kedua: Tali Allah
Kitab Allah, agama-Nya, manhaj Rasulullah, dan syariat-Nya, semuanya masuk dalam definisi Tali Allah. Karena itu berpegang kepada Tali Allah, adalah berpegang teguh dan tegar di atas Alqur’an dan Sunnah.
Pondasi kedua ini diambil dari firman Allah:
“Artinya: berpegang teguhlah kalian kepada tali Allah dan jangan kalian bercerai berai.” [Ali Imran: 103]
Allah menyebutkan tentang persatuan setelah menyebutkan tentang tauhid, karena persatuan yang sesungguhnya tidak akan tegak tanpa tauhid, orang-orang yang mengajak kepada persatuan di atas hizbiyyah jahiliyyah, tidak di atas tauhid, hanya menambah hancur dan berkeping-kepingnya ummat dan menjauhkan mereka dari mentauhidkan Allah.
Orang arab dan non arab telah melakukan berbagai macam usaha dan daya upaya untuk menyatukan ummat, tetapi hasilnya justru menambah kehancuran, perpecahan dan kehinaan. Kegagalan mereka untuk menyatukan ummat, disebabkan oleh usaha dan daya upaya mereka tidak berlandaskan tauhid. Karena itu tauhid adalah asas dan pondasi persatuan ummat, persatuan ummat adalah syi'ar dan tujuan orang yang benar-benar mentauhidkan Allah, sementara perpecahan dan perselisihan adalah syi'ar dan tujuan orang-orang musyrik.
Rabb kita satu, Nabi kita satu, qur’an kita satu, qiblat kita satu, manhaj dan tujuan kita satu, lalu dimana letak perselisihan kita wahai hamba Allah?.
Pondasi ketiga: an-Nashihah
Keamanan dan ketentraman suatu kaum tidak mungkin tercapai kecuali dengan mentaati pemimpin mereka, selama pemimpin itu masih muslim, walaupun ia melakukan dosa dan maksiat. Allah berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنكُمْ
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kalian.” [An-Nisaa':59]
Menasehati pemimpin adalah tugasnya para ulama, bukan masyarakat awam dan bukan pula dengan melakukan demonstasi, karena cara-cara seperti ini bukanlah cara islami. Seorang yang alim harus menasehati pemimpin dengan hikmah dan bijaksana, sebagaimana sabda Rasulullah:
“Barang siapa yang ingin menasehati para penguasa, maka ambillah tangannya dan nasehatilah dia dan bicaralah dengan empat mata, kalau diterima, maka itu kebaikan, jika tidak maka kamu telah menunaikan kewajibanmu.”
Menasehati penguasa dengan melakukan demonstrasi dan pemberontakan bukan jalan untuk mengembalikan ummat kepada kejaayaan dan kemerdekaannya. Justru akan mengantarkan kepada kehancuran dan kehinaan umat di mata musuh-musuhnya.
Setelah Rasululah r menyebutkan 3 hal yang dirihai oleh Allah, beliau menyebutkan pula tiga hal yang dimurkai oleh Allah, yaitu :
Qiila wa Qoola
Qiila wa qool maksudnya adalah menyampaikan berita-berita yang belum jelas tanpa mencari kejalasannya, banyak berbicara dan larut dalam kebatilan. Sedangkan seorang muslim yang sejati menahan tindakan dan ucapannya, karena dia sadar bahwa semuanya akan dimintai pertanggungjawabannya oleh Allah kelak di hari akhirat. Rasulullah bersabda :
“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah mengucapkan kata-kata yang baik atau diam.”
Banyak Tanya yang Sia-Sia
Banyak bertanya tanpa kebutuhan dan manfaat bukanlah ciri-ciri orang yang paham tentang agamanya, bukan pula jalannya orang-orang yang mempelajari agama ini. Para sahabat Rasulullah bukanlah termasuk orang-orang yang banyak bertanya, bahkan di dalam Al-qur'an para sahabat hanya bertanya pada 13 tempat.
Diantara penyebab kehancuran yang besar adalah banyaknya pertanyaan tentang hal-hal yang belum terjadi dan mustahil terjadi, bahkan terdapat di dalam sebagian kitab-kitab fiqh pertanyaan-pertanyaan yang tidak mungkin terjadi, ini semua disebabkan karena jauhnya fiqh kita dengan Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah dengan pemahaman para salafus shaleh.
Menghamburkan Harta
Salah satu sumber kehidupan manusia adalah harta, karena itu Islam melarang untuk menyia-nyiakan harta. Diantara bentuk menyia-nyiakan harta adalah menyerahkan harta kepada orang-orang yang bodoh. Allah berfirman :
“janganlah kalian memberikan harta kalian kepada orang-orang yang bodoh”
Orang yang bodoh yang dimaksud oleh ayat ini adalah orang-orang yang tidak bisa membelanjakan hartanya dengan baik, dan membelanjakan hartanya untuk bermaksiat kepada Allah.
Orang-orang yang menghambur-hamburkan hartanya untuk hal-hal yang tidak bermanfaat serupa dengan syaitan. Firman Allah:
“Artinya: janganlah kalian berlaku boros, karena orang yang boros adalah teman setan”.
Allah memuji hamba-hambanya yang membelanjakan hartanya dengan baik. Firman Allah:
“Artinya: dan orang-orang yang apabila menginfakan hartanya, mereka tidak berlebih-lebihan dan juga tidak terlalu pelit akan tetapi pertengahan.”
Mereka dituntut untuk bersikap pertengahan di dalam membelanjakan hartanya. menyia-nyiakan harta termasuk dosa besar.
Kita banyak melihat orang-orang di sekitar kita yang menggunakan hartanya untuk membeli rokok dan minuman-minuman keras, orang-orang seperti ini pada hakikatnya telah membakar hartanya. Wal 'iyadzubillah
***
Dari Khutbah Jum’at Syaikh Dr. Muhammad Musa Alu Nasr di Islamic Center al-Hunafa’ Mataram—Lombok, 28 Des. 2012. Penerjemah: Mizan Qudsiah, Lc. Disadur ulang secara bebas oleh Redaktur.
http://alhujjah.com
0 komentar:
Posting Komentar