Puncak ibadah haji yang agung adalah wukuf di Arafah. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang menyatakan bahwa wukuf di Arafah itulah sebenarnya yang haji.
Sayang sekali puncak dari ibadah haji yang menjadi puncak rukun Islam seseorang dilewati tanpa adab. Nah, bagaimanakah adab seorang hujjaj ketika ia wukuf di Arafah?
1. Hendaklah bergerak dari Mina pada pagi tanggal 9 Dzulhijjah menuju ke Namirah melalui jalan Dhab. Sebenarnya diperbolehkan melalui jalan lain jika jalur Dhab sangat padat dan macet. Namun, tentu saja jalur tersebut yang lebih utama.
2. Disunahkan untuk mandi di Namirah sesudah matahari tergelincir di siang hari. Kemudian baru menuju Padang Arafah untuk melaksanakan wukuf.
3. Semua hujjaj disyariatkan untuk melakukan wukuf walau ia dalam keadaan haid. Bahkan orang yang sakit dan masih memungkinkan untuk dibawa ke Arafah, maka ia harus datang ke Arafah walau cuma sebentar.
Wukuf di Arafah tidak boleh diwakilkan. Sebagaimana hadis Rasulullah, ibadah haji itu adalah wukuf di Arafah. Jika ia tidak hadir di Arafah, maka hajinya tidak sah.
4. Disunahkan melakukan Wukuf di Mauqif Rasul, yaitu di sisi Shakharat di kaki Bukit Rahmah. Jika memungkinkan, datangilah tempat itu. Namun jika keadaan penuh sesak, cukup memilih tempat yang terdekat dengan Mauqif Rasul. Hindarilah berdesak-desakan apalagi menyakiti sesama Muslim akibat saling dorong.
5. Memperbanyak doa dan berdoa menghadap kiblat hingga matahari terbenam. Bertobatlah dari dosa-dosa, dan menangislah mengharap ampunan Allah. Sesalilah semua kesalahan dan sibukkanlah diri dengan berdzikir. Jangan larutkan hari penting tersebut dengan mengobrol dan bersenda gurau atau berbincang-bincang yang tidak ada manfaatnya.
6. Ber-ifadhah dari Arafah melalui jalan Ma’zamain.
7. Hendaklah berjalan dengan tenang dan tidak tergesa-gesa. Hendaklah dimaklumi kepadatan jamaah haji dari seluruh dunia yang memadati Arafah. Jangan sampai saling dorong dan menyakiti orang lain.
8. Memperbanyak ucapan talbiyah dalam perjalanan ke Mina, di Arafah, di Muzdalifah, hingga saat melempari Jumrah Aqabah.
9. Berangkat dari Muzdalifah, sesudah sinar matahari terang, tetapi sebelum matahari terbit. Melempari Jumrah Aqabah antara matahari terbit sampai dengan matahari tergelincir, sambil membaca Allahu Akbar pada tiap-tiap melemparkan anak batu.
10. Kalau bisa, hendaklah menyembelih sendiri binatang hadyu. Atau sekurang-kurangnya menyaksikan penyembelihannya.
11. Memakan sebagian daging binatang hadyu, berjalan kaki untuk melempari jumrah yang tiga pada hari-hari Tasyriq. Membaca takbir dan berhenti dengan menghadap kiblat untuk berdoa, terkecuali melempari jumrah.
http://www.jurnalhaji.com
Dalam pelaksanaan ibadah haji banyak hal-hal yang diragukan jamaah dan sering sekali ditanyakan. Umumnya, setiap tahun musim haji berlangsung, pertanyaan jamaah itu ke itu saja.
Berikut beberapa permasalahan dan pertanyaan para hujjaj yang berkenaan dengan wukuf di Arafah:
Bagaimana hukumnya melakukan wukuf dalam keadaan tidak suci?
Diterangkan oleh Ibnu Munzir, bahwasanya melakukan wukuf dalam keadaan tidak suci seperti dalam keadaan berjunub atau berhaid adaiah sah, baik yang melakukan wukuf itu laki-laki ataupun perempuan.
Diterangkan oleh Ibnu Munzir, bahwasanya melakukan wukuf dalam keadaan tidak suci seperti dalam keadaan berjunub atau berhaid adaiah sah, baik yang melakukan wukuf itu laki-laki ataupun perempuan.
Apa hukumnya jika salah seorang jamaah haji tidak menyadari bahwa dia sedang wukuf di Arafah, apakah hajinya sah?
Apabila seseorang melakukan wukuf di Arafah dengan tidak mengetahui bahwa itu Arafah, maka menurut Asy-Syafi’i, Abu Hanifah dan Malik, sah wukufnya. Sebagian ulama tidak mensahkan wukuf yang demikian itu.
Apabila seseorang melakukan wukuf di Arafah dengan tidak mengetahui bahwa itu Arafah, maka menurut Asy-Syafi’i, Abu Hanifah dan Malik, sah wukufnya. Sebagian ulama tidak mensahkan wukuf yang demikian itu.
Seorang yang sebentar saja di Arafah, datang ke Arafah kemudian pergi meninggalkan Arafah? Apakah hajinya sah?
Apabila seseorang melakukan wukuf di siang hari dan pergi dari Arafah sebelum terbenam matahari, tanpa kembali lagi ke Arafah, maka menurut pendapat yang paling sahih, tidak dikenakan dam atasnya.
Apabila seseorang melakukan wukuf di siang hari dan pergi dari Arafah sebelum terbenam matahari, tanpa kembali lagi ke Arafah, maka menurut pendapat yang paling sahih, tidak dikenakan dam atasnya.
Menurut Abu Hanifah dan Ahmad dikenakan dam atasnya. Andaikata dikenakan dam, maka menurut pendapat Asy-Syafi’i dan Malik, maka jika dia kembali di malam hari, gugurlah dam itu. Menurut Abu Hanifah dan Ats-Tsauri tidak gugur.
Andaikata dia pergi tanpa kembali lagi, maka wukufnya itu sah, baik dikenakan dam atasnya ataupun tidak. Demikianlah pendapat Atha, Ats-Tsauri, Abu Hanifah dan Abu Tsaur. Inilah yang paling sahih dari Mazhab Ahmad. Menurut Ibnu Munzir inilah pendapat semua ulama terkecuali Malik. Menurut Malik wukuf itu harus di malam hari.
Kapan waktu wukuf yang paling utama?
Waktu wukuf ialah antara tergelincir matahari Arafah hingga terbit fajar Nahar. Demikian mazhab Asy-Syafi’i, Abu Hanifah, Malik dan jumhur ulama. Menurut Ahmad, waktunya ialah antara terbit fajar Hari Arafah, hingga terbit fajar Hari Nahr.
Waktu wukuf ialah antara tergelincir matahari Arafah hingga terbit fajar Nahar. Demikian mazhab Asy-Syafi’i, Abu Hanifah, Malik dan jumhur ulama. Menurut Ahmad, waktunya ialah antara terbit fajar Hari Arafah, hingga terbit fajar Hari Nahr.
Apakah semua tempat di Arafah adalah tempat wukuf?
Semua tempat di Arafah adalah tempat wukuf kecuali di Lembah Arinah. Melakukan wukuf di Lembah Arinah tidak sah, menurut Asy Syafi’i dan jumhur ulama. Menurut Malik, sah dan dikenakan dam.
Semua tempat di Arafah adalah tempat wukuf kecuali di Lembah Arinah. Melakukan wukuf di Lembah Arinah tidak sah, menurut Asy Syafi’i dan jumhur ulama. Menurut Malik, sah dan dikenakan dam.
http://www.jurnalhaji.com
0 komentar:
Posting Komentar