Nama
Allah Ta’ala yang maha agung ini disebutkan dalam tiga ayat al-Qur’an:
“Sesungguhnya Allah Maha Mengawasi kamu
sekalian” (QS an-Nisaa’:1).
“Dan adalah Allah Maha Mengawasi segala
sesuatu” (QS al-Ahzaab:52).
“Dan akulah yang menjadi saksi terhadap mereka
selama aku berada di antara mereka. Maka setelah
Engkau wafatkan (angkat) aku,
Engkau-lah Yang Maha Mengawasi mereka. Dan Engkau adalah Maha Menyaksikan atas
segala sesuatu” (QS al-Maa-idah:117).
Makna ar-Raqiib secara bahasa
Ibnu
Faris rahimahullah menjelaskan bahwa asal kata nama ini menunjukkan makna
yang satu, yaitu berdiri (tegak) untuk mengawasi/memperhatikan sesuatu[1].
Al-Fairuz
Abadi rahimahullah menjelaskan bahwa nama ini secara bahasa berarti
pengawas, penunggu dan penjaga[2].
Ibnul
Atsir rahimahullah dan Ibnu Manzhur rahimahullah menjelaskan bahwa nama Allah al-Raqiib berarti Maha Penjaga/Pengawas
yang tidak ada sesuatupun yang luput dari-Nya[3].
Penjabaran makna nama Allah al-Raqiib
Imam
Ibnu Katsir rahimahullah ketika menafsirkan ayat pertama
di atas, beliau menjelaskan bahwa makna ar-Raqiib adalah zat yang maha mengawasi
semua perbuatan dan keadaan manusia”[4].
Syaikh
Abdurrahman as-Sa’di rahimahullah berkata: “ar-Raqiib adalah zat yang maha
memperhatikan dan mengawasi semua hamba-Nya ketika mereka
bergerak(beraktifitas) maupun ketika mereka diam, (mengetahui) apa yang mereka
sembunyikan maupun yang mereka tampakkan, dan (mengawasi) semua keadaan mereka”[5].
Di
tempat lain beliau berkata: “ar-Raqiib adalah zat yang maha mengawasi
semua urusan (makhluk-Nya), maha mengetahui kesudahannya, dan maha mengatur
semua urusan tersebut dengan sesempurna-sempurna aturan dan sebaik-sebaik
ketentuan[6]“.
Maka
makna ar-Raqiib secara lebih terperinci adalah: zat yang maha memperhatikan/mengetahui apa
yang tersembunyi dalam dada/hati manusia, yang maha mengawasi apa yang
diusahakan setiap diri manusia, yang maha memelihara semua makhluk dan
menjalankan mereka dengan sebaik-baik aturan dan sesempurna-sempurna penataan,
yang maha mengawasi semua yang terlihat dengan penglihatan-Nya yang tidak ada
sesuatupun yang luput darinya, yang maha mengawasi semua yang terdengar dengan
pendengaran-Nya yang meliputi segala sesuatu, yang maha mengawasi/memperhatikan
semua makhluk dengan ilmu-Nya yang meliputi segala sesuatu[7].
Pengaruh positif dan manfaat mengimani nama Allah ar-Raqiib
Pengaruh
positif yang paling utama dengan mengimani nama Allah yang agung ini adalah
senantiasa merasakanmuraaqabatullah (pengawasan dari Allah Ta’ala) dalam semua keadaan kita, dan
timbulnya rasa malu yang sesungguhnya di hadapan-Nya, yang ini semua akan
mendorong seorang hamba untuk selalu menetapi ketaatan kepada-Nya dan menjauhi
semua perbuatan maksiat, di manapun dia berada[8].
Muraaqabatullah (selalu merasakan pengawasan
Allah Ta’ala) adalah kedudukan yang sangat tinggi dan agung dalam Islam, sekaligus
termasuk tahapan utama untuk menempuh perjalanan menuju perjumpaan dengan Allah
dan negeri akhirat.
Hakikat muraaqabatullah adalah terus-menerusnya seorang
hamba merasakan dan meyakini pengawasan AllahTa’ala terhadap (semua keadaannya)
lahir dan batin, maka dia merasakan pengawasan-Nya ketika berhadapan dengan
perintah-Nya, untuk kemudian dia melaksanakannya dengan sebaik-baiknya, dan
ketika berhadapan dengan larangan-Nya, untuk kemudian dia berusaha keras
menjauhinya dan menghindarinya[9].
Seorang
penyair mengungkapkan makna ini dalam bait syairnya[10]:
Jika suatu hari kamu sedang sendirian maka janganlah
kamu berkata:
Aku sendirian, akan tetapi katakanlah: ada (Allah)
yang Maha Mengawasiku
Dan janganlah sekali-kali kamu menyangka bahwa Dia
akan lalai sesaatpun
Dan (jangan mengira) sesuatu yang tersembunyi akan
luput dari (pengawasan)-Nya
Inilah
makna al-Ihsan yang disebutkan dalam hadits Jibril u yang terkenal, yaitu sabda Rasululah Shallallahu
‘alaihi wa sallam:
“(al-Ihsan adalah) engkau beribadah kepada
Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, kalau kamu tidak bisa melihat-Nya maka
sesungguhnya Dia melihatmu”[11].
Syaikh
Abdurrahman as-Sa’di rahimahullah berkata: “Muraaqabatullah (selalu merasakan pengawasan
AllahTa’ala) adalah termasuk amalan hati yang paling tinggi
(keutamaannya dalam Islam), yaitu menghambakan diri (beribadah) kepada Allah
dengan (memahami dan mengamalkan makna yang terkandung dalam) nama-Nya ar-Raqiib (Yang Maha Mengawasi) dan asy-Syahiid (Yang Maha Menyaksikan). Maka
ketika seorang hamba mengetahui/meyakini bahwa semua gerakan (aktifitas)nya
yang lahir maupun batin, tidak ada (satupun) yang luput dari pengatahuan-Nya,
dan dia (senantiasa) menghadirkan keyakinan ini dalam semua keadaannya, ini
(semua) akan menjadikannya (selalu berusaha) menjaga batin (hati)nya dari
(semua) pikiran (buruk) dan angan-angan yang dibenci Allah, serta menjaga lahir
(anggota badan)nya dari (semua) ucapan dan perbuatan yang dimurkai Allah, serta
dia akan beribadah/mendekatkan diri (kepada Allah) dengan kedudukan al-ihsan, maka dia akan beribadah
kepada Allah seakan-akan dia melihat-Nya, kalau dia tidak bisa melihat-Nya maka
sesungguhnya Allah melihatnya”[12].
Kalau
kita merenungkan dengan seksama ayat-ayat al-Qur’an yang menerangkan luasnya
ilmu Allah Ta’ala dan bahwasanya tidak ada
sesuatupun yang luput dari pengetahuan dan pengawasan-Nya, baik yang tampak di
mata manusia maupun tersembunyi, seperti ayat-ayat berikut:
“Dan ketahuilah bahwasanya Allah mengetahi apa
yang ada dalam hatimu, maka takutlah kepada-Nya” (QS al-Baqarah:235).
“Mereka bersembunyi dari manusia, tetapi
mereka tidak bersembunyi dari Allah, padahal Allah beserta mereka, ketika pada
suatu malam mereka menetapkan keputusan rahasia yang Allah tidak ridhai. Dan
adalah Allah Maha Meliputi (ilmu-Nya) terhadap apa yang mereka kerjakan” (QS
an-Nisaa’:108).
“Dia mengetahui (pandangan) mata yang khianat
dan apa yang disembunyikan dalam hati” (QS al-Mu’min:19).
Dan
ayat-ayat lain yang semakna dengan ayat-ayat tersebut, merenungkan dan
menghayati semua itu akan membangkitkan dalam diri seorang hamba muraaqabatullah dalam semua perbuatan dan
keadaannya. Karenamuraaqabatullah adalah termasuk buah yang manis
dari keyakinan seorang hamba bahwa Allah Ta’ala maha mengawasi dan
memperhatikan dirinya, maha mendengarkan apa yang diucapkan lisannya, serta
maha mengetahui semua perbuatannya setiap waktu, setiap tarikan nafas, bahkan
setiap kedipan matanya[13].
Penutup
Dengan
penjelasan di atas, kita memahami bagaimana agungnya manfaat dan keutamaan
membaca al-Qur’an dengan merenungkan dan menghayati kandungan maknanya, karena
dengan itulah kita bisa mengambil petunjuk agung yang terdapat di dalamnya
dengan sempurna[14], untuk membawa kita mencapai kedudukan dan
tingkatan yang tinggi di hadapan Allah Ta’ala.
Allah Ta’ala berfirman:
“Ini adalah kitab (al-Qur’an) yang kami
turunkan kepadamu, penuh dengan berkah, supaya mereka merenungkan ayat-ayatnya
dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran” (QS
Shaad:29).
Akhirnya,
kami akhiri tulisan ini dengan memohon kepada Allah dengan nama-nama-Nya yang
maha indah dan sifat-sifat-Nya yang maha sempurna, agar Dia menganugerahkan
kepada kita semua kedudukan muraaqabatullahyang agung dan mulia ini, serta
semua kedudukan yang tinggi dalam agama-Nya, sesungguhnya Dia Maha Mendengar
dan Mengabulkan permohonan hamba-Nya.
Artikel: www.ibnuabbaskendari.wordpress.com
[1] Kitab “Mu’jamu maqaayiisil
lughah” (2/353).
[2] Kitab “al-Qamus al-muhith”
(hal. 116).
[3] Kitab “an-Nihayah fi gariibil
hadits wal atsar” (2/609) dan “Lisaanul ‘Arab” (1/424).
[4] Kitab “tafsir Ibni Katsir”
(1/596).
[5] Kitab “Taisiirul Kariimir
Rahmaan” (hal. 90).
[6] Ibid (hal. 487).
[7] Lihat kitab “Fiqhul asma-il
husna” (hal. 159).
[8] Lihat Kitab “Tafsir Ibni
Katsir” (1/596) dan “Taisiirul Kariimir Rahmaan” (hal. 90).
[9] Lihat kitab “Fiqhul asma-il
husna” (hal. 160).
[10] Dinukil oleh Imam Ibnu Hibban
al-Busti dalam kitab “Raudhatul ‘uqala’” (hal. 26).
[11] HSR Muslim (no. 8).
[12] Tafsiiru asma-illahil husna
(hal. 55).
[13] Lihat kitab “Fiqhul asma-il
husna” (hal. 160).
[14] Lihat keterangan imam Ibnul
Qayyim dalam “Ighaatsatul lahfan min masha-yidisy syaithaan” (1/44).
0 komentar:
Posting Komentar