Oleh: Muhammad Ibn Syâmi Muthâin
Syaibah
Segala puji bagai Allah. Salawat
dan salam senantiasa tercurah kepada Nabi terakhir, Nabi kita Muhammad ﷺ, keluarganya, para sahabat dan siapa saja yang mengambil
petunjuknya hingga hari kiamat.
Adapun selanjutnya:
Amal
saleh di bulan Ramadhan memiliki keutamaan. Di antara amal saleh tersebut Umrah
di bulan Ramadhan.
Saudaraku
muslim:
1. Jika memungkinkan bagimu
melakukan umrah di bulan Ramadhan, kapan pun waktunya, baik di awal,
pertengahan atau di akhir Ramadhan, lakukanlah. Rasulullah -shalallahu
alaihi wasallam- bertanya kepada
Ummu Sannan al-Anshariah:
“Apa yang mencegahmu berhaji?” Tanya
Rasulullah.
“Abu fulan (maksudnya suaminya).
Dia memiliki 2 unta, satu dibawa berhaji dan yang satu lagi dipakai mengairi
kebun kami.” Jawab Ummu Sannan.
Rasulullah ﷺ bersabda:
((فَإِنَّ عُمْرَةً فِي رَمَضَانَ تَقْضِي حَجَّةً أَوْ حَجَّةً
مَعِي))
“Sesungguhnya umrah di Bulan
Ramadhan sama dengan haji atau haji bersamaku.”.
[HR.
Al-Bukhari]
Jika memungkinkan berumrah bersama kedua orang
tuamu atau keluargamu, itu adalah perkara yang baik. Berupayalah menghindari
keramaian, seperti berumrahlah pada awal Ramadhan. Jika kedua orang tuamu telah
wafat atau salah seorang dari keduanya, jadikan untuk masing-masingnya umrah
Ramadhan. Atau kerjakan umroh untuk yang sudah meninggal sedangkan yang masih
hidup bawalah serta berumroh bersamamu. Sekarang ini Alhamdulillah segala
urusan umrah telah mudah, tidak sulit lagi, bahkan mudah sekali. Biayanya pun
ringan bagi yang tinggal dekat dengan Mekkah atau dalam Kerajaan Saudi, (atau
negeri lain) dengan mudahnya transportasi. Manfaatkanlah kesempatan ini.
Rasulullah -shalallahu alaihi wasallam- bersabda:
((الْعُمْرَةُ
إِلَى الْعُمْرَةِ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُمَا وَالْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ
لَهُ جَزَاءٌ إِلَّا الْجَنَّةُ))
“Dari umrah ke umrah berikutnya
adalah penghapus (dosa kecil) antara keduanya, dan haji yang mabrur, tidak ada
balasannya selain surga.”
[HR.
As-Syakhân]
2. Jika engkau seorang
pegawai, jangan tinggalkan pekerjaanmu untuk pergi umrah, kecuali engkau telah
mendapatkan izin. Karena pekerjaan adalah amanah yang wajib ditunaikan dan
dilaksanakan, sedangkan umrah yang kau lakukan mungkin hanya nafilah (ibadah tambahan). Perkara wajib lebih didahulukan
dari yang sunah. Nasihat ini umum bagi imam-imam masjid maupun selain mereka.
Seorang muslim hendaknya memperhatikan hal ini.
3. Jika engkau melakukan
perjalanan umrah maka perjalanan ini adalah safar masyru’ (perjalanan yang disariatkan). Dalam hal ini ada
beberapa kondisi:
a. Jika puasa membahayakan
fisikmu atau yang sepertinya, berbukalah, jangan puasa. Jika engkau puasa
dengan adanya bahaya engkau telah berbuat maksiat. Nabi -shalallahu
alaihi wasallam- keluar (bersama
para sahabat) dalam penaklukan Mekkah pada bulan Ramadhan. Beliau puasa sampai
tiba di tempat yang bernama Kurâ’ al-Ghamim dan orang-orang pun masih berpuasa.
Setibanya di tempat itu beliau meminta segayung air, lalu mengangkatnya
tinggi-tinggi hingga orang-orang dapat melihatnya, kemudian beliau minum.
Setelah itu sampai berita kepada Nabi bahwa sebagian sahabat ada yang masih
berpuasa. Nabi pun berkata:
((أُولَئِكَ
الْعُصَاةُ، أُولَئِكَ الْعُصَاةُ))
“Mereka itu berbuat maksiat,
mereka itu berbuat maksiat.”
[HR.
Muslim]
b. Jika puasa tidak
membahayakanmu, tetapi kau dapatkan rasa berat –akibat panas-, maka yang utama
bagimu adalah berbuka. Karena ketika Rasulullah dalam perjalanannya mendapati
keramaian dan melihat ada orang yang diteduhi, beliau bertanya:
“Kenapa dia?”
“Dia puasa.” Jawab para sahabat.
Rasulullah bersabda:
((لَيْسَ
مِنْ الْبِرِّ الصَّوْمُ فِي السَّفَرِ))
“Bukanlah perbuatan baik, puasa
dalam perjalanan.”
c. Jika puasa dan tidak
bagimu sama saja, maka engkau bebas memilih. Jika ingin bisa puasa dan jika
tidak dapat berbuka. Karena Hamzah Ibn Amr al-Aslamy -radiallahu'anhu- bertanya kepada Nabi -shalallahu alaihi wasallam-:
“Apakah aku boleh berpuasa dalam
perjalanan? (dia adalah orang yang banyak berpuasa)”
((إِنْ
شِئْتَ فَصُمْ وَإِنْ شِئْتَ فَأَفْطِرْ))
“Jika ingin puasa silakan puasa,
jika ingin berbuka silakan berbuka.”
[HR.
As-Syaikhân]
d. Ketahuilah jika engkau melakukan perjalanan di
bulan Ramadhan atau selainnya dan engkau biasa melakukan ibadah yang tidak
dapat dilakukan selama perjalanan, sesungguhnya dicatatkan untukmu pahala
seperti amalan yang biasa engkau lakukan ketika mukim,demikian pula jika sakit,
dicatatkan untukmu pahalanya. Nabi -shalallahu alaihi wasallam- bersabda:
((إِذَا
مَرِضَ الْعَبْدُ أَوْ سَافَرَ كُتِبَ لَهُ مِثْلُ مَا كَانَ يَعْمَلُ مُقِيمًا
صَحِيحًا))
“Jika hamba itu sakit atau
melakukan perjalanan, dicatatkan untuknya pahala seperti amalan yang biasa
dilakukannya ketika mukim dan sehat.”
[HR.
Al-Bukhari]
e. Tetapi jika engkau dalam perjalanan, manfaatkan efisiensi
safarmu dengan shalat di atas kendaraan (mobil, pesawat atau selainnya). Jangan
shalat sunah rawatib selain dua rakaat fajar dan witir. Karena Nabi -shalallahu
alaihi wasallam- dahulu : “Bertasbih
di kendaraannya sebelum bertolak ke suatu arah dan berwitir, hanya saja tidak
shalat maktubah (wajib dalam keadaan seperti itu).
[HR. Syaikhân]
Allah-lah pemberi taufik.
0 komentar:
Posting Komentar