Biografi Ibnu Abbas


ABDULLAH BIN ABBAS
Pakar Penafsir al-Qur’an
Oleh: Ustadz Abu Faiz Sholahuddin al-Lampungi
Beliau adalah Abul Abbas Abdullah bin al-Abbas bin Abdil Muththalib bin Hasyim, bin Abdi Manaf al-Qurasyi al-Hasyimi, anak paman Rasulullah صلى الله عليه وسلم. Pada diri beliau terkumpul banyak kemuliaan:
  • Kemuliaan sahabat karena ia salah satu sahabat mulia Rasulullah صلى الله عليه وسلم,
  • Kemuliaan nasab karena beliau adalah anak paman Rasulullah صلى الله عليه وسلم,
  • Kemuliaan ilmu karena beliau adalah habrul ummah (ulamanya umat) dan turjumanul qur’an(penafsir al-Qur’an),
  • Kemuliaan takwa karena beliau adalah orang yang banyak puasa di siang hari, banyak shalat di malam hari, dan banyak menangis karena takut kepada Allah عزّوجلّ,
  • Kemuliaan paras karena beliau adalah seorang yang tampan dan gagah, berwibawa, sempurna akalnya, suci hatinya, terhitung di antara laki-laki yang sempurna.
Beliau dilahirkan tiga tahun sebelum hijrahnya Nabi صلى الله عليه وسلم ke Madinah. Tatkala Rasulullah صلى الله عليه وسلم meninggal dunia, beliau masih berumur tiga belas tahun. Namun demikian, beliau telah banyak menghafalkan hadits-hadits Rasulullah صلى الله عليه وسلم, hingga tercatat jumlah hadits yang beliau hafalkan dari Rasulullah صلى الله عليه وسلم sebanyak 1.660 hadits. Hai itu tidak mengherankan karena beliau adalah sahabat yang sangat dekat dengan Nabi صلى الله عليه وسلم dan selalu bersama beliau ke mana pun beliau berada.
KEUTAMAAN BELIAU
Beliau memiliki banyak sekali keutamaan dan kemuliaan yang tidak dimiliki oleh selainnya. Keutamaan dan kemuliaan beliau didukung oleh beberapa hal, di antaranya:
Pertama: Beliau adalah sahabat yang dido’akan oleh Nabi صلى الله عليه وسلم untuk difakihkan (dipaham-kan) dalam masalah agama
Beliau menceritakan sendiri, “Suatu hari Rasulullah صلى الله عليه وسلم memelukku ke dadanya lalu berdo’a, ‘Ya Allah, ajarkan kepadanya hikmah.”[1]
Dalam riwayat lain:
اللَّهُمَّ فَقَّهْهُ فِي الدِّيْنِ وَعَلِّمْهُ التَّأْوِيْلَ
“Ya Allah, fakihkan (pahamkan) ia dalam masalah agama, dan ajarkan padanya takwil(tafsirnya).”[2]
Maka Allah عزّوجلّ mengabulkan do’a Nabi-Nya, sehingga menjadilah Ibnu Abbas رضي الله عنهما imam dalam ilmu, ulamanya umat, dan beliau adalah ahli tafsir al-Qur’an al-Karim berkat do’a Rasulullah صلى الله عليه وسلم.
Kedua: Beliau selalu bersama dengan Rasulullah صلى الله عليه وسلم ke mana pun Rasulullah صلى الله عليه وسلم berada. Hai itu akan tampak pada beberapa potret berikut:
  • Apabila Rasulullah صلى الله عليه وسلم hendak berwudhu, maka Ibnu Abbas selalu menyiapkan air wudhu beliau. Ibnu Abbas رضي الله عنهما bercerita, “Suatu hari Rasulullah صلى الله عليه وسلم masuk ke tempat buang hajat, lalu aku meletakkan air wudhu untuk beliau, lalu beliau bertanya, ‘Siapa yang telah menyiapkan air wudhu ini?’ Aku menjawab, ‘Saya.’ Lalu beliau mendo’akanku, ‘Ya Allah, fakihkan (pahamkan) ia dalam masalah agamanya.’”[3]
  • Apabila Rasulullah صلى الله عليه وسلم shalat malam maka Ibnu Abbas selalu mengikuti beliau. Ibnu Abbas صلى الله عليه وسلم bercerita, “Suatu ketika, aku mendatangi Rasulullah صلى الله عليه وسلم di akhir malam yang beliau sedang shalat, lalu aku pun mengikuti di belakang beliau, lalu beliau menarik tanganku agar aku berdiri sejajar dengan beliau namun aku selalu mundur ke belakang. Setelah selesai shalat, Rasulullah صلى الله عليه وسلم mengatakan, Apa yang engkau lakukan, aku tarik engkau agar di sisiku, tetapi malah engkau mundur ke belakang?’ Aku katakan, ‘Wahai Rasulullah, apakah layak bagi seseorang untuk shalat sejajar denganmu, padahal engkau adalah Rasulullah yang Allah عزّوجلّ telah memberikan wahyu kepadamu.’ Lalu beliau mendo’akanku agar Allah عزّوجلّ menambahkan kepadaku ilmu dan pemahaman.”[4]
  • Apabila Rasulullah صلى الله عليه وسلم safar maka Ibnu Abbas رضي الله عنهما ikut menemani beliau. Ibnu Abbas صلى الله عليه وسلم bercerita, “Suatu hari, aku membonceng Nabi صلى الله عليه وسلم di atas kendaraannya, lalu Nabi صلى الله عليه وسلم mengajariku, ‘Wahai anak kecil, aku akan ajarkan kepadamu beberapa kalimat. Jagalah Allah maka Allah akan menjagamu, jagalah Allah maka engkau akan mendapati-Nya di hadapan-mu, bila engkau meminta maka mintalah hanya kepada Allah, dan bila engkau memohon pertolongan maka mohonlah pertolongan hanya kepada Allah. Ketahuilah, sekalipun seluruh umat ini bersatu untuk memberi suatu   manfaat   kepadamu, maka tidaklah mereka mampu memberikannya kecuali dengan sesuatu yang telah Allah tetapkan kepadamu. Dan seandainyapun mereka bersatu untuk memudaratkan dirimu, tidaklah mereka dapat melakukannya kecuali dengan sesuatu yang telah ditetapkan akan menimpamu. Telah diangkat pena dan telah kering catatan.’”[5]
  • Apabila Rasulullah صلى الله عليه وسلم minum, maka Ibnu Abbas selalu berada di sisinya. Suatu ketika, Rasulullah صلى الله عليه وسلم sedang minum air. Ibnu Abbas berada di sisi kanan, sedang Khalid bin Walid رضي الله عنه di sisi kiri beliau. Seusai minum, Rasulullah صلى الله عليه وسلم mengatakan, “Sisa air minum ini untukmu, dan bila engkau berkenan berikan sebagiannya kepada Khalid.” Lalu Ibnu Abbas رضي الله عنهما, mengatakan, “Aku tidak akan memberikan sisa air minum Rasulullah صلى الله عليه وسلم kepada seorang pun.”[6]
Ketiga: Beliau adalah sahabat yang selalu dikedepankan oleh Amirulmukminin Umar bin Khaththab رضي الله عنه.
Ibnu Abbas رضي الله عنهما menceritakan, “Suatu ketika Umar bin Khaththab رضي الله عنه memasukkan diriku dalam majelis bersama para pembesar yang ikut dalam Perang Badar, maka sebagian mereka merasa keberatan di hatinya hingga dikatakan, ‘Mengapa engkau memasukkan bocah ini bersama kami padahal kami pun punya anak-anak seumur dia.’ Lalu Umar رضي الله عنه mengatakan, ‘Anak ini tidak seperti yang kalian sangka. Menurut kalian apa makna dari ayat Allah عزّوجلّ:
إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ
Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan.’ (QS an-NasHR. [110]: 1)
Sebagian mereka berkata, Ayat ini memerintahkan kita untuk memuji Allah عزّوجلّ dan beristighfar kepada-Nya bila kita ditolong oleh Allah عزّوجلّ dan diberi kemenangan.’ Dan sebagian yang lain hanya terdiam. Lalu Umar رضي الله عنه bertanya kepadaku, ‘Apakah demikian yang engkau katakan tentang tafsir ayat tersebut?’ Aku (Ibnu Abbas رضي الله عنهما) katakan, ‘Tidak.’ Umar رضي الله عنه, melanjutkan, ‘Kalau begitu, apa yang engkau katakan tentang ayat tersebut?’ Aku menjawab, ‘Itu adalah pertanda ajal Rasulullah صلى الله عليه وسلم telah dekat dan Allah عزّوجلّ telah memberitahukannya, kemudian memerintahkan untuk bertasbih, memuji Allah عزّوجلّ dan beristighfar karena Allah عزّوجلّ maha menerima taubat.’ Berkata Umar رضي الله عنه, ‘Sungguh tidaklah aku mengetahui makna tersebut kecuali setelah apa yang engkau katakan.’”[7]
Keempat: Beliau banyak dipuji oleh para sahabat dan tabi’in
Abdullah bin Mas’ud رضي الله عنه mengatakan, “Sebaik-baik penafsir al-Qur’an adalah Ibnu Abbas رضي الله عنه.”[8]
Berkata Abdullah bin Umar رضي الله عنهما, “Ibnu Abbas رضي الله عنهما adalah manusia yang paling mengetahui tentang apa yang Allah عزّوجلّ turunkan kepada Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم.”[9]
Mujahid رحمه الله mengatakan, “Ibnu Abbas رضي الله عنهما digelari dengan lautan karena keluasan ilmunya.”[10]
Berkata Rafi’ bin Khudaij رحمه الله, “Hari ini telah meninggal dunia (Ibnu Abbas رضي الله عنهما) seorang yang seluruh dunia membutuhkan ilmunya.”[11]
Berkata Masruq رحمه الله, “Dahulu, bila aku melihat Ibnu Abbas رضي الله عنهما maka kukatakan beliau adalah orang yang paling tampan, bila ia berbicara maka kukatakan dialah orang yang paling fasih lisannya, bila ia menjelaskan maka kukatakan dialah orang yang paling berilmu.”[12]
DISKUSI BELIAU BERSAMA KHAWARIJ
Tatkala telah terjadi fitnah besar antara Sahabat Ali رضي الله عنه dan Mu’awiyah رضي الله عنه maka keluarlah dari barisan kaum muslimin orang-orang Khawarij dengan membawa syubhat yang batil. Maka Abdullah bin Abbas رضي الله عنهما, segera mendatangi mereka untuk mengikis syubhat tersebut dan mengembalikan mereka ke dalam barisan kaum muslimin, hingga kembalilah sebagian dari mereka dan tetaplah sebagian yang lain di atas kesesatan mereka.
Mari kita menyimak kete-rangan tersebut langsung dari sang pelaku sendiri yaitu Sahabat Abdullah bin Abbas رضي الله عنهما. Beliau menceritakan:
Tatkala orang-orang Khawarij menyempal dari barisan kaum muslimin dan mereka berjumlah 6.000 (enam ribu) personil, lalu aku (Ibnu Abbas) meminta izin kepada Khalifah Ali bin Abi Thalib رضي الله عنه untuk datang menemui mereka dan membicarakan tentang sebab keluarnya mereka.
Khalifah (Ali رضي الله عنه) berkata, “Namun, aku mengkhawatirkan dirimu.”
Kukatakan, “Tidak, wahai Khalifah.”
Aku pun berangkat di pertengahan siang dan masuk untuk bertemu langsung dengan mereka, sedang mereka istirahat/tidur siang. Aku ucapkan salam kepada mereka.
Lalu mereka mengatakan, “Selamat datang, wahai Ibnu Abbas, apa yang membuatmu datang kemari?”
Kukatakan, “Aku datang kepada kalian dari sisi para sahabat Rasulullah صلى الله عليه وسلم dan atas nama kerabat beliau, atas merekalah telah turun al-Qur’an, dan merekalah orang yang paling mengerti tafsirnya ketimbang kalian, padahal tidak ada seorang pun dari mereka yang bersama kalian. Beritahukan kepadaku apa yang hendak kalian katakan kepada mereka dan akan kusampaikan keberatan hati kalian kepada mereka. Apa yang kalian beratkan atas para sahabat Rasulullah صلى الله عليه وسلم dan atas anak paman beliau?”
Mereka menjawab, “Ada tiga perkara.”
Kukatakan, “Apa sajakah itu?”
Mereka mengatakan: “Pertama: Ia (Ali bin Abi Thalib رضي الله عنه) telah berhukum dengan hukum manusia dalam perkara Allah عزّوجلّ, padahal Allah عزّوجلّ berfirman:
إِنِ الْحُكْمُ إِلا لِلَّهِ
Hukum itu hanyalah kepunyaan Allah (QS. Yusuf [12]: 40)
Kukatakan,  “Ini yang pertama, lalu apa yang kedua?” Jawab mereka:
“Kedua: Ia juga telah memerangi (kelompok Mu’awiyah رضي الله عنه) namun ia tidak mau menawan dan enggan mengambil ghanimah (harta rampasan perang). Seandainya yang diperangi adalah orang-orang kafir maka ia harus mengambil harta mereka, bila mereka adalah orang-orang mukmin mengapa mereka diperangi.”
Kukatakan, “Ya, ini yang kedua.”
Mereka berkata: “Ketiga: Ia (Ali bin Abi Thalib رضي الله عنه) telah menghapus namanya sebagai Amirulmukminin, berarti dia adalah amirulkafirin.”
Kukatakan, “Apakah ada yang lain?”
Mereka menjawab, “Tidak.”
Lalu kukatakan, “Bagaimana pendapat kalian bila aku membacakan ayat Allah عزّوجلّ dan sunnah-sunnah Rasul-Nya yang membantah ucapan kalian, apakah kalian akan menerima dan ridha dengannya?”
Mereka menjawab, “Tentu.”
Kukatakan, “Adapun perkataan kalian bahwa ia (Ali رضي الله عنه) telah berhukum dengan hukum manusia dalam perkara Allah عزّوجلّ, maka aku akan bacakan kepada kalian di dalam Kitabullah di mana Allah عزّوجلّ menyerahkan hukuman kepada manusia dalam menghukumi sesuatu yang hanya senilai seperempat dinar. Allah عزّوجلّ berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَقْتُلُوا الصَّيْدَ وَأَنْتُمْ حُرُمٌ وَمَنْ قَتَلَهُ مِنْكُمْ مُتَعَمِّدًا فَجَزَاءٌ مِثْلُ مَا قَتَلَ مِنَ النَّعَمِ يَحْكُمُ بِهِ ذَوَا عَدْلٍ مِنْكُمْ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah    kamu    membunuh binatang buruan, ketika kamu sedang ihram. Barangsiapa di antara kamu membunuhnya dengan   sengaja,   maka   dendanya ialah mengganti dengan binatang ternak seimbang dengan buruan yang dibunuhnya, menurut putusan  dua  orang yang adil di antara kalian.” (QS al-Maa’idah [5]: 95)
Kukatakan, “Apakah putusan hukum  manusia  terhadap binatang   seperti kelinci atau buruan lainnya, itu lebih utama ketimbang putusan hukum mereka terhadap darah-darah mereka dan kemaslahatan hidup mereka? Dan kalian pun tahu, seandainya Allah عزّوجلّ berkehendak, Allah akan langsung memberi hukumnya dengan tanpa menyerahkannya kepada manusia.”
Mereka menjawab, “Tentu, perkara ini lebih utama untuk diputuskan.”
Aku melanjutkan, “Demikian pula dalam urusan wanita dan suaminya. Allah عزّوجلّ berfirman:
وَإِنْ خِفْتُمْ شِقَاقَ بَيْنِهِمَا فَابْعَثُوا حَكَمًا مِنْ أَهْلِهِ وَحَكَمًا مِنْ أَهْلِهَا إِنْ يُرِيدَا إِصْلاحًا يُوَفِّقِ اللَّهُ بَيْنَهُمَا
Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam (juru pendamai) dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberikan taufik kepada suami-istri itu.” (QS an-Nisaa’ [4]: 35)
Kukatakan, “Apakah hukum manusia terhadap kemaslahatan mereka, dan terjaganya darah-darah mereka itu harus lebih diutamakan ketimbang hukum mereka hanya kepada seorang wanita? Apakah kalian mengakuinya?”
Mereka mengatakan, “Ya, engkau benar.”
Aku melanjutkan, “Adapun perkataan kalian bahwa ia (Ali رضي الله عنه) telah memerangi namun tidak menawan dan mengambil ghanimah, apakah kalian mau menawan ibu kalian sendiri (yaitu Aisyah رضي الله عنها, yang berada pada barisan Mu’awiyah رضي الله عنه), lalu engkau halalkan atasnya seperti engkau halalkan atas selain beliau padahal beliau adalah ibu kalian? Bila kalian katakan, ‘Kami halalkan atasnya seperti yang dihalalkan atas selain beliau’ berarti kalian telah kafir. Bila kalian katakan bahwa ia bukan ibu kalian, berarti kalian pun telah kafir karena Allah عزّوجلّ berfirman:
النَّبِيُّ أَوْلَى بِالْمُؤْمِنِينَ مِنْ أَنْفُسِهِمْ وَأَزْوَاجُهُ أُمَّهَاتُهُمْ
Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri, dan istri-istrinya adalah ibu-ibu mereka. (QS al-Ahzaab [33]: 6)
Berarti kalian berada pada dua kesesatan. Apakah kalian mengakui kesalahan kalian?”
Mereka mengatakan, “Ya, engkau benar.”
Aku melanjutkan, “Adapun perkataan kalian bahwa ia (Ali رضي الله عنه) telah menghapus namanya dari sebutan Amirulmukminin, maka kusebutkan perihal orang yang lebih kalian ridhai, yaitu Rasulullah صلى الله عليه وسلم. Seperti yang kalian ketahui, pada waktu Hudaibiyyah, Rasulullah صلى الله عليه وسلم mengadakan ishlah (perjanjian damai) kepada orang-orang musyrik, lalu Nabi صلى الله عليه وسلم memerintahkan kepada Ali رضي الله عنه, tulislah: ‘Ini adalah perjanjian yang dibuat oleh Muhammad Rasulullah’, lalu orang-orang musyrik mengatakan, ‘Tidak, demi Allah, engkau bukan Rasulullah. Seandainya kami mengakui engkau adalah Rasulullah, tentu kami akan menaatimu.’ Lalu Rasulullah صلى الله عليه وسلم, memerintahkan, ‘Tulislah: ‘Ini adalah dari Muhammad bin Abdillah’ dan hapuslah kalimat Rasulullah.’”
Kukatakan, “Demi Allah, Rasulullah صلى الله عليه وسلم adalah orang yang lebih mulia ketimbang Ali dan beliau pun menghapus sebutannya sebagai Rasulullah meski dengan dihapusnya nama tidak menghapus kenabian beliau. Apakah kalian mengakui kesalahan kalian?” Mereka mengatakan, “Ya, engkau benar.”
Maka kembalilah dari mereka sebanyak 2.000 (dua ribu) personil, sedangkan yang lainnya tetap bersikeras pada kesesatan mereka hingga mereka dibinasakan di atas kesesatan mereka oleh orang-orang Muhajirin dan Anshar.[13]
Para sahabat Rasulullah صلى الله عليه وسلم, merekalah orang-orang pilihan Allah عزّوجلّ untuk menemani Nabi-Nya dan menolong agama-Nya. Tidaklah yang mencintai mereka kecuali dia mukmin dan tidaklah membenci mereka kecuali ia munafik-zindik.
Semoga Allah عزّوجلّ merahmati Abdullah bin Abbas رضي الله عنهما dan menempatkan beliau di tempat yang tinggi di sisi-Nya. Aamiin.
Wallahu A’lam.[]

[1] HR. Bukhari: 3546
[2] HR. al-Hakim dalam al-Mustadrak 3/615, Thabrani dalam al-Ausath 2/113, dan selainnya.
[3] HR. Bukhari: 143, Muslim: 2477
[4] HR. Ahmad 1/330, Baihaqi 2/198
[5] HR. al-Hakim dalam al-Mustadrak 3/623, Tirmidzi: 2516, Thabrani 5/316.
[6] HR. Tirmidzi: 3455, Mushannaf Abdurrazzaq 4/511
[7] Lihat HR. Bukhari: 4686.
[8] HR.  al-Hakim dalam   Mustadrak 3/618, Mushannaf Abi Syaibah 6/383
[9] Tahdzibut Tahdzib 5/244, al-Bidayah wan Nihayah 8/323
[10] HR. al-Hakim dalam Mustadrak 3/616, lihat Siyar A’lam an-Nubala’ 3/350.
[11] Thabaqat Ibnu Sa’ad 2/372
[12] Lihat Siyar A’lam an-Nubala’ 3/351.
[13] HR. al-Hakim  dalam al-Mustadrak 2/164, al-Baihaqi 8/179

0 komentar:

Posting Komentar

Murottal Quran 30 Juz Sheikh Maahir Al Mu'ayqali

Shalat Tepat Waktu !

KOLEKSI CERAMAH MP 3

Popular Posts

Blog Archive

Diberdayakan oleh Blogger.

Al Qur'anku

Mushaf Al Qur'an

Jazakumullah Khayran

Daftar Isi

Al Qur'an dan Murotal

TvQuran

Kajian Ilmu Tajwid