Mimpi biasa disebut
bunga-bunga tidur. Akan tetapi, mimpi itu ada yang menyenangkan dan yang tidak.
Mimpi yang menyenangkan menyebabkan kita berbahagia. Saat terjaga, serasa hati
berbunga dan tak jarang mata ingin dipejamkan kembali guna melanjutkan mimpi
indah yang terputus. Sebaliknya, mimpi yang jelek lagi menakutkan membuat resah
dan sedih. Anda mungkin termasuk orang yang sering bermimpi di saat tidur.
Mimpi manakah yang sering Anda alami?
3. Mimpi yang benar
(ar-ru’ya ash-shalihah)
Mimpi ini dijalankan melalui tangan malaikat. Dalam mimpi ini tidak ada
penyesatan, hanya kebaikan. Mimpi inilah yang dikatakan dalam hadits Rasulullah
:
“Mimpi seorang mukmin merupakan satu bagian dari 46 bagian nubuwwah/kenabian.”
(HR. al-Bukhari dan Muslim)
Mimpi ini termasuk kabar gembira dan biasanya hanya dialami oleh orang-orang
yang beriman, walaupun kadang terjadi pada orang kafir karena suatu hikmah yang
Allah kehendaki, seperti mimpi raja
dalam kisah Nabi Yusuf. Raja tersebut kafir, namun ia bermimpi dengan mimpi
yang benar. Hikmahnya adalah untuk mengangkat kedudukan Nabi Yusuf . Allah hendak memuliakan beliau dengan menakwil mimpi
sang raja dan menampakkan keilmuan serta keutamaannya, hingga akhirnya beliau
dikeluarkan dari penjara dan menjadi petinggi negeri (pejabat negara). (Majmu’
Fatawa wa Rasail Fadhilatusy Syaikh Ibnu Utsaimin 1/327—330, I’anatul Mustafid
bi Syarhi Kitabit
Tauhid, 1/348—349)
Abu Qatadah berkata, “Rasulullah bersabda:
“Mimpi yang baik dari Allah, sedangkan al-hulm (mimpi yang buruk) dari setan.
Maka apabila salah seorang dari kalian melihat dalam mimpinya apa yang dia
sukai, janganlah ia ceritakan tentang mimpi tersebut kecuali kepada orang yang
dicintainya. Sebaliknya bila ia melihat dalam mimpinya apa yang tidak
disukainya, hendaklah ia berlindung kepada Allah dari kejelekan mimpi tersebut dan dari
kejelekan setan. Dan hendaklah ia meludah kecil tiga kali, jangan pula ia
ceritakan mimpi tersebut kepada seorang pun, maka mimpi itu tidak akan memudaratkannya.”
(HR. al-Bukhari dan Muslim)
Dalam hadits di atas, Rasulullah mengabarkan bahwa mimpi yang selamat dari
percampuran setan dan kekacauannya adalah mimpi dari Allah . Malaikat Allah yang menjalankan mimpi tersebut padanya,
sehingga dengan mimpi itu ia mungkin mendapat peringatan. Terkadang, tampak
jelas baginya beberapa hal yang semula tidak jelas atau tidak diketahui, atau
ia mengingat hal yang semula ia lupa. Mungkin pula ia beroleh peringatan kepada
hal-hal yang bermanfaat untuk diketahuinya atau dikerjakannya. Bisa jadi pula
ia beroleh peringatan dari perkara yang bermudarat bagi agama atau dunianya
yang semula tidak terlintas di benaknya. Bisa pula ia beroleh nasihat,
dorongan, dan peringatan dari amalan-amalan yang rancu baginya atau yang ingin
ia kerjakan.
Semua ini merupakan tanda mimpi yang baik, yang dikatakan sebagai satu dari 46
bagian nubuwwah. Sesuatu yang merupakan bagian dari nubuwwah bukan kedustaan.
Demikian penjelasan al-Allamah asy-Syaikh Abdurrahman ibnu Nashir as-Sa’di t
dalam kitabnya Bahjatu Qulubil Abrar wa Qurratu ‘Uyunil Akhyar fi Syarhi
Jawam’il Akhbar (hadits no. 65, hlm. 157).
Maksud dari hadits:
“Mimpi seorang mukmin merupakan satu bagian dari 46 bagian nubuwwah/kenabian.”
adalah bahwa apa yang dimimpikan seorang mukmin akan terjadi dengan benar,
karena mimpi tersebut merupakan permisalan yang dibuat bagi orang yang
bermimpi. Terkadang mimpi itu adalah berita tentang sesuatu yang sedang atau
akan terjadi. Kemudian sesuatu itu benar terjadi persis seperti yang
dimimpikan. Dengan demikian, mimpi tersebut diibaratkan seperti nubuwwah dari
sisi kebenaran yang ditunjukkannya, walaupun mimpi berbeda dengan nubuwwah.
(al-Minhaj, Fathul Bari)
Adapun penyebutan bilangan 46 (bukan bilangan lainnya) karena urusannya
tauqifiyyah (semata dari wahyu, demikianlah adanya, tidak ada andil bagi akal),
kata Fadhilatusy Syaikh Ibnu Utsaimin . Tidak ada yang mengetahui hikmahnya
kecuali Allah sebagaimana jumlah rakaat di dalam shalat. (Majmu’ Fatawa wa
Rasail Fadhilatusy Syaikh Ibnu Utsaimin 1/327)
Lihatlah mimpi Nabi yang disebutkan oleh Allah dalam firman-Nya:
“(Yaitu) ketika Allah menampakkan mereka kepadamu dalam mimpimu berjumlah
sedikit. Dan sekiranya Allah memperlihatkan mereka kepadamu berjumlah banyak
tentu saja kalian menjadi gentar dan kalian akan berbantah-bantahan dalam
urusan itu, akan tetapi Allah telah menyelamatkan kalian.” (al-Anfal: 43)
Dengan mimpi ini tercegahlah kemudaratan yang bisa terjadi.
Demikian pula mimpi Nabi dalam firman
Allah :
“Sesungguhnya Allah membuktikan kepada Rasul-Nya tentang kebenaran mimpinya
dengan sebenarnya yaitu sesungguhnya kalian pasti akan memasuki Masjidil Haram,
insya Allah dalam keadaan aman, dengan mencukur rambut kepala kalian dan
mengguntingnya sedangkan kalian tidak merasa takut. Allah mengetahui apa yang
tidak kalian ketahui dan Dia memberikan sebelum itu kemenangan yang dekat.”
(al-Fath: 27)
Allah mewujudkan mimpi Rasul-Nya di alam nyata. Beliau dan para sahabatnya dapat masuk ke kota Makkah
untuk melaksanakan ibadah kepada-Nya dengan aman tanpa perasaan takut.
Perhatikan pula mimpi adzan dan
iqamah dari dua sahabat Rasulullah , Abdullah ibnu
Zaid dan Umar ibnul Khathab . Mimpi
ini menjadi sebab disyariatkannya adzan, yang merupakan salah satu syiar agama
yang paling besar.
Mimpi (yang benar) dari para nabi, para wali, dan orang-orang shalih, bahkan
kaum mukminin secara umum, mengandung manfaat dan buah yang baik. Ini termasuk
nikmat Allah kepada hamba-hamba-Nya, kabar gembira bagi kaum mukminin,
peringatan bagi orang-orang yang lalai, mengingatkan orang-orang yang
berpaling, dan penegakan hujjah bagi orang-orang yang menentang.
Seseorang yang bermimpi yang baik hendaknya memuji Allah dan memohon perealisasiannya. Ia menceritakan
mimpinya hanya kepada orang yang dicintainya dan mencintainya, sehingga orang
itu turut berbahagia dengan kebahagiaannya dan mendoakan agar mimpi tersebut
menjadi kenyataan. Ia tidak boleh menceritakan mimpinya kepada orang yang tidak
menyukainya, agar orang yang tidak suka tersebut tidak menakwilnya dengan
penakwilan yang mencocoki hawa nafsunya, atau berupaya menghilangkan kenikmatan
tersebut karena hasad. Oleh karena itu, ketika Nabi Yusuf bermimpi melihat matahari, bulan, dan sebelas
bintang bersujud kepadanya, lalu ia menyampaikan mimpinya kepada sang ayah,
ayahnya berpesan:
Ayahnya berkata,
“Wahai anakku, janganlah kamu ceritakan mimpimu ini kepada
saudara-saudaramu, sehingga mereka nantinya akan membuat makar untuk
membinasakanmu. Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia.”
(Yusuf: 5)
Oleh karena itu, menyembunyikan kenikmatan dari musuh bila memungkinkan adalah
lebih utama daripada menampakkannya, melainkan bila ada maslahat yang lebih
kuat.
Terkadang mimpi yang benar dilihat oleh hamba sama dengan yang terjadi di alam
nyata, sebagaimana mimpi tentang adzan. Terkadang mimpi itu berupa permisalan
yang kemudian ditakwil dengan hal-hal yang bisa dinalar yang terjadi di alam
nyata. Contohnya seperti mimpi Nabi beberapa waktu sebelum terjadi perang Uhud.
Beliau bermimpi di pedang beliau ada rekahan/retak dan melihat seekor sapi
betina disembelih. Ternyata retak pada pedang beliau tersebut maksudnya adalah
paman beliau, Hamzah bin Abdil Muththalib , akan gugur sebagai syahid. Kabilah
(kerabat/keluarga) seseorang kedudukannya seperti pedangnya dalam pembelaan,
dukungan dan pertolongan yang mereka berikan. Adapun sapi betina yang
disembelih maksudnya adalah beberapa sahabat beliau akan gugur sebagai syuhada.
Sapi betina memiliki banyak kebaikan, demikian pula keberadaan para sahabat .
Mereka adalah orang-orang yang berilmu, memberi manfaat bagi para hamba dan
memiliki amal-amal saleh. (al-Minhaj)
Mimpi-mimpi yang dilihat ini berbeda-beda sesuai dengan perbedaan orang yang
bermimpi, perbedaan waktu, kebiasaan dan beragamnya keadaan. (Bahjatu Qulubil
Abrar hlm. 159, Majmu’ Fatawa wa Rasail Fadhilatusy Syaikh Ibnu Utsaimin)
Adapun hulm merupakan mimpi yang kacau sebagai upaya setan untuk menakut-nakuti
manusia, sehingga berbuah kesedihan dan gundah gulana. Ketika seseorang
bermimpi seperti ini, Nabi memerintahkannya untuk menempuh sebab-sebab yang
bisa menolak kejelekan mimpi tersebut.
Caranya adalah sebagai berikut.
1. Meludah sedikit ke arah kirinya, tiga kali
2. Beristi’adzah (meminta perlindungan) kepada Allah dari setan, tiga kali
3. Berlindung kepada Allah dari
kejelekan yang dilihatnya dalam mimpi.
4. Memalingkan lambung/rusuknya ke arah yang berlainan dari arah/posisi
semula5.
5. Tidak menceritakannya kepada seorang pun.
6. Hendaknya dia bangkit dari tempat tidurnya untuk berwudhu lalu mengerjakan
shalat, sebagaimana disebutkan dalam hadits Abu Hurairah , Rasulullah bersabda:
“Bila salah seorang kalian melihat sesuatu yang dibencinya dalam mimpi,
hendaklah ia bangkit dari tempat tidurnya (untuk berwudhu) lalu mengerjakan
shalat.” (HR. Muslim)
Setelah itu, hendaklah ia menenangkan hatinya bahwa mimpi itu tidak akan
memudaratkannya, sesuai dengan keyakinan akan benarnya sabda Rasulullah .
Wallahu a’lam bish-shawab.
1 Sebagaimana dalam
hadits Abu Hurairah z yang diriwayatkan oleh al-Imam Muslim dalam Shahih-nya,
Rasulullah bersabda:
“Mimpi itu ada tiga: (1) mimpi yang baik sebagai kabar gembira dari Allah, (2)
mimpi untuk menyedihkan anak Adam yang dilakukan setan, dan (3) mimpi yang
terjadi karena betikan jiwa seseorang.”
2 Silakan Anda baca
kisahnya dalam surah Yusuf.
3 Ia mengucapkan isti’adzah sebanyak tiga kali, sebagaimana ditunjukkan dalam
hadits Jabir z yang diriwayatkan oleh al-Imam Muslim.
4 Ke arah kirinya, sebagaimana dalam hadits Jabir pula, Rasulullah n bersabda:
“…Hendaklah ia meludah ke arah kirinya tiga kali….” (HR. Muslim)
0 komentar:
Posting Komentar