Surah Al Kahfi-Shaikh Al Mathrud
Powered by mp3skull.com
Saudara
pembaca semoga Allah subhanahu wa ta’ala senantiasa
memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua. Allah subhanahu
wa ta’ala memberitakan
kisah yang agung ini di dalam Al-Qur`an tepatnya dalam surat al Kahfi.
Allah subhanahu
wa ta’ala berfirman:
“Kami kisahkan kepadamu (Muhammad) kisah ini dengan benar. Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Rabb mereka, dan Kami tambahkan untuk mereka petunjuk.” (Al-Kahfi: 13)
“Kami kisahkan kepadamu (Muhammad) kisah ini dengan benar. Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Rabb mereka, dan Kami tambahkan untuk mereka petunjuk.” (Al-Kahfi: 13)
Mereka
adalah sekelompok pemuda yang beriman kepada Allah subhanahu
wa ta’ala,
yang meyakini bahwa tidak ada yang berhak diibadahi kecuali Allah subhanahu
wa ta’ala semata,
mereka teguh di atas keyakinan yang benar tersebut. Meskipun harus bertentangan
dengan mayoritas kaum mereka yang berada dalam kesesatan, dan kesyirikan
(menyekutukan Allah subhanahu wa ta’ala dengan sesembahan
selain Allah subhanahu wa ta’ala).
Allah subhanahu
wa ta’ala mengisahkan
perkataan mereka di dalam firman-Nya:
“Lalu mereka pun berkata, “Rabb kami
adalah Rabb seluruh langit dan bumi, kami sekali-kali tidak menyeru (beribadah
kepada) Rabb selain Dia, Sesungguhnya kami kalau demikian (menyeru/beribadah
kepada selain-Nya) telah mengucapkan perkataan yang amat jauh dari kebenaran.”
Kaum kami ini telah menjadikan selain Dia sebagai Rabb-Rabb (untuk disembah).
Mengapa mereka tidak mengemukakan alasan yang terang (tentang kepercayaan
mereka)? Siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang mengada-adakan
kebohongan terhadap Allah?” (Al-Kahfi: 14-15)
Adapun
jumlah mereka sebagian ahli tafsir menguatkan bahwa jumlah
mereka tujuh orang dan yang ke delapan anjingnya, Allah menyebutkan
persangkaan orang-orang ahlul kitab tentang jumlah mereka. Hal ini sebagaimana
dalam firman-Nya (artinya):
“Nanti (ada orang yang akan) mengatakan (jumlah mereka) adalah tiga orang yang keempat adalah anjingnya, dan (yang lain) mengatakan, “(Jumlah mereka) adalah lima orang yang keenam adalah anjingnya,” sebagai terkaan terhadap barang yang gaib; dan (yang lain lagi) mengatakan, “(Jumlah mereka) tujuh orang, yang kedelapan adalah anjingnya.” Katakanlah, “Rabb-ku lebih mengetahui jumlah mereka; tidak ada orang yang mengetahui (bilangan) mereka kecuali sedikit.” Karena itu janganlah kamu (Muhammad) berdebat tentang hal mereka, kecuali perdebat lahir saja dan jangan kamu menanyakan tentang mereka (pemuda-pemuda itu) kepada seorang pun di antara mereka.” (Al-Kahfi: 22)
“Nanti (ada orang yang akan) mengatakan (jumlah mereka) adalah tiga orang yang keempat adalah anjingnya, dan (yang lain) mengatakan, “(Jumlah mereka) adalah lima orang yang keenam adalah anjingnya,” sebagai terkaan terhadap barang yang gaib; dan (yang lain lagi) mengatakan, “(Jumlah mereka) tujuh orang, yang kedelapan adalah anjingnya.” Katakanlah, “Rabb-ku lebih mengetahui jumlah mereka; tidak ada orang yang mengetahui (bilangan) mereka kecuali sedikit.” Karena itu janganlah kamu (Muhammad) berdebat tentang hal mereka, kecuali perdebat lahir saja dan jangan kamu menanyakan tentang mereka (pemuda-pemuda itu) kepada seorang pun di antara mereka.” (Al-Kahfi: 22)
Berlindung
di Gua
Setelah
mereka sepakat bahwa tidak mungkin tetap tinggal bersama kaum mereka yang
menyembah berhala, maka para pemuda tersebut bermusyawarah diantara mereka, dan
memutuskan untuk berlindung di dalam sebuah gua demi menyelamatkan akidah dan
keyakinan mereka. Setelah sebelumnya mereka berdoa kepada Allah subhanahu
wa ta’ala:
“Wahai Rabb kami, berikanlah rahmat kepada
kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan
Kami (ini).” (Al-Kahfi:
10)
Lalu
Allah subhanahu wa ta’ala pun mengabulkan
doa mereka dan memudahkan urusan mereka. Mereka berlindung
di dalam sebuah gua yang cukup luas sehingga mereka bisa tinggal dengan nyaman
di dalamnya. Allah juga menidurkan mereka di dalam gua tersebut, sebagaimana
firman-Nya (artinya):
“Maka Kami tutup telinga mereka beberapa tahun dalam gua itu.” (Al-Kahfi: 11)
“Maka Kami tutup telinga mereka beberapa tahun dalam gua itu.” (Al-Kahfi: 11)
Maksudnya Allah subhanahu
wa ta’ala menidurkan
mereka.
Penjagaan
Allah terhadap Mereka
Para
pembaca rahimakumullah, dalam tidurnya yang
sangat panjang tersebut Allah menjaga tubuh mereka agar tidak rusak. Di antara
bentuk penjagaan Allah subhanahu wa ta’ala adalah:
1. Sinar matahari tidak masuk ke dalam
gua, sehingga tidak langsung mengenai tubuh mereka, dengan demikian mereka pun
tidak merasa kepanasan dengan sengatan sinar matahari.
Allah subhanahu
wa ta’ala berfirman:
“Dan kamu akan melihat matahari ketika
terbit, condong dari gua mereka ke sebelah kanan, dan bila matahari terbenam
menjauhi mereka ke sebelah kiri sedang mereka berada dalam tempat yang luas
dalam gua itu. Itu adalah sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Allah. Barang
siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dia lah yang mendapat petunjuk; dan
barang siapa yang disesatkan-Nya, maka kamu tidak akan mendapatkan seorang
pemimpin pun yang dapat memberi petunjuk kepadanya.” (Al-Kahfi:
18)
Para
pembaca rahimakumullah, sebagaimana telah
disebutkan di atas bahwa mereka ditidurkan oleh Allah, namun dengan
kekuasaan-Nya, Allah menjadikan orang yang melihat mereka mengira bahwa mereka
dalam terbangun.
Sebagaimana
di dalam firman-Nya (artinya):
“Dan kamu mengira mereka itu bangun, padahal mereka tidur.” (Al-Kahfi: 17)
“Dan kamu mengira mereka itu bangun, padahal mereka tidur.” (Al-Kahfi: 17)
Mengapa
demikian? Para ahli tafsir mengatakan hal itu terjadi karena mata mereka
terbuka. (lihat Tafsir as-Sa’diy) Wallahu
a’lam.
2. Penjagaan Allah agar tubuh mereka tidak
dimakan tanah, yaitu dengan dibolak-balik tubuh mereka dalam tidur panjangnya
itu, sehingga tubuh mereka tidak rusak dimakan tanah.
Allah subhanahu
wa ta’ala berfirman:
“Dan Kami balik-balikkan mereka ke kanan
dan ke kiri, sedang anjing mereka menjulurkan kedua kakinya di muka pintu
gua.” (Al-Kahfi:
18)
3. Penjagaan Allah terhadap mereka dari
orang-orang yang ingin mendekati mereka dengan adanya rasa takut sehingga tidak
berani mendekati mereka.
“Dan jika kamu menyaksikan mereka tentulah
kamu akan berpaling dari mereka dengan melarikan diri dan tentulah (hati) kamu
akan dipenuhi oleh ketakutan terhadap mereka.” (Al-Kahfi:
18)
Lama
Mereka Tinggal di Gua
Mereka
tinggal di dalam gua itu dalam keadaan tertidur selama tiga ratus
sembilan tahun (309 tahun), Allahsubhanahu wa ta’ala berfirman:
“Dan mereka tinggal dalam gua tersebut
(selama) tiga ratus tahun dan ditambah sembilan tahun (lagi).”(Al-Kahfi:
25)
Lalu
Allah subhanahu wa ta’ala membangunkan
mereka agar saling bertanya-tanya di antara mereka sudah berapa lamakah mereka
tinggal di dalam gua?
Allah subhanahu
wa ta’ala berfirman:
“Dan demikianlah Kami bangunkan mereka agar mereka saling bertanya di antara mereka sendiri. Berkatalah salah seorang di antara mereka, “Sudah berapa lamakah kamu berada (di sini?).” Mereka menjawab, “Kita berada (di sini) sehari atau setengah hari.” Berkata (yang lain lagi), “Rabb kalian lebih mengetahui berapa lamanya kalian berada (di sini).” (Al-Kahfi: 19)
“Dan demikianlah Kami bangunkan mereka agar mereka saling bertanya di antara mereka sendiri. Berkatalah salah seorang di antara mereka, “Sudah berapa lamakah kamu berada (di sini?).” Mereka menjawab, “Kita berada (di sini) sehari atau setengah hari.” Berkata (yang lain lagi), “Rabb kalian lebih mengetahui berapa lamanya kalian berada (di sini).” (Al-Kahfi: 19)
Kemudian mereka merasakan lapar, lalu
diutuslah salah seorang di antara mereka dengan membawa uang perak untuk
membeli makanan.
Maka
didapati oleh pemuda tersebut negeri (yaitu negeri Diqsus) yang sudah berubah,
penduduknya pun telah berganti, tidak dia dapati lagi pemerintah yang mengenali
mereka, dan tidak seorang pun yang dia kenal dari penduduk negeri tersebut.
“Maka
suruhlah salah seorang di antara kalian untuk pergi ke kota dengan membawa uang
perakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, maka
hendaklah ia membawa makanan itu untuk kalian, dan hendaklah ia berlaku
lemah-lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan hal kalian kepada seorang
pun.
Sesungguhnya jika mereka dapat mengetahui
tempat kalian, niscaya mereka akan melempar kalian dengan batu, atau memaksa
kalian kembali kepada agama mereka, dan jika demikian niscaya kalian tidak akan
beruntung selama lamanya.
Dan demikian (pula) Kami mempertemukan
(manusia) dengan mereka, agar manusia itu mengetahui, bahwa janji Allah itu
benar, dan bahwa kedatangan hari kiamat tidak ada keraguan padanya.” (Al-Kahfi:
19-21)
Demikianlah
saudara pembaca kisah tentang Ashabul Kahfi yang mereka beriman kepada Allahsubhanahu
wa ta’ala dan
mereka jujur dengan keimanannya tersebut, maka Allah subhanahu
wa ta’alabalas
keimanan dan kejujuran mereka dengan menyelamatkan mereka, dan memuliakannya
dengan menjadikan mereka sebagai teladan bagi orang-orang yang beriman hingga
hari kiamat.
Berikut ini beberapa pelajaran yang bisa dipetik
dari kisah ini:
1. Kebenaran adanya hari kiamat, yang
manusia pada hari itu dibangkitkan dari kubur-kuburnya. Hal ini sangat mudah
bagi Allah subhanahu wa ta’ala, sebagaimana
dibangkitkannya Ashhabul Kahfi setelah mereka tidur selama 309 tahun.
2. Menangnya orang-orang yang beriman
terhadap orang-orang kafir,sebagaimana Allah subhanahu
wa ta’ala memenangkan
tujuh orang pemuda Ashabul Kahfi dari kaum mereka yang kafir yang menghalangi
mereka untuk mentauhidkan Allah subhanahu wa ta’ala.
3. Sesungguhnya siapa saja yang berlindung
kepada Allah, niscaya Allah subhanahu wa ta’alamelindunginya dan
lembut kepadanya, serta
menjadikannya sebagai sebab orang-orang yang sesat mendapat hidayah (petunjuk).
4. Melalui kisah ini kita dianjurkan untuk
berhati-hati dan menjauhi tempat-tempat yang dapat menimbulkan fitnah bagi
agama seseorang. Dan
hendaknya seseorang menyimpan rahasia sehingga dapat menjauhkannya dari suatu
kejahatan.
5. Diterangkan dalam kisah ini betapa
besar kecintaan para pemuda yang beriman itu terhadap ajaran agama mereka. Dan bagaimana mereka
sampai melarikan diri, meninggalkan negeri mereka demi menyelamatkan diri dari
segenap fitnah yang akan menimpa agama mereka, untuk kembali pada Allahsubhanahu
wa ta’ala.
6. Boleh memakan makanan yang baik dan
memilih makanan yang disenangi atau sesuai selera, selama tidak berbuat israf (boros
atau berlebihan) yang terlarang, berdasarkan dalil: “Hendaklah
dia lihat manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah dia membawa makanan
itu untuk kalian.” (Al-Kahfi:
19)
7. Bolehnya mewakilkan dalam hal
jual-beli.
8. Adab bagi orang yang tidak mengetahui
ilmu tentang sesuatu untuk mengembalikan kepada ulama.
Dan
masih banyak faedah yang lainnya. Semoga yang kami sebutkan di atas bisa
memberi manfaat. Wallahu a’lamu bish shawab.
0 komentar:
Posting Komentar