Untaian Hikmah Ulama


Ibnu Abbas a berkata, "Syetan itu mendekam di dalam hati manusia, ketika ia lupa (tidak berdzikir kepada Allah) dan lalai dari Allah, dan leluasa menggodanya. Dan jika ia ingat (berdzikir) kepada Allah, maka syetan itu tidak akan mengusai jiwanya."
Al-Wabilush Shayyib, Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah, 72

Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata, "Pengaruh dzikir kepada Allah bagi hati, seperti pengaruh air bagi ikan. Bagaimana kondisi ikan itu jika ia berpisah dengan air."
Al-Wabilush Shayyib, Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah, 75

Makhul bin Abdillah rahimahullah berkata, "Berdzikir kepada Allah itu obat bagi hati, sedangkan membicarakan manusia itu penyakit bagi hati."
Fiqhul Ad'iyyati Wal Adzkar, Syekh Abdurrazaq bin Muhsin Al-Badr, 1/25.

Kisah Nabi Ismail ‘Alaihissalam

Kelahiran Nabi Ismail  ‘Alaihissalam

Nabi Ibrahim ‘alaihissalam ingin sekali memiliki keturunan yang saleh yang beribadah kepada AllahSubhaanahu wa Ta’ala dan membantu urusannya, istrinya yang bernama Sarah pun mengetahui apa yang diharapkan suaminya sedangkan dirinya mandul, maka Sarah memberikan budaknya yang bernama Hajar kepada Ibrahim agar suaminya memiliki anak darinya.
Selanjutnya, Hajar pun hamil dan melahirkan Nabi Ismail yang akan menjadi seorang nabi. Setelah beberapa waktu dari kelahiran Ismail, Allah Subhaanahu wa Ta’ala memerintahkan Ibrahim pergi membawa Hajar dan Ismail ke Mekah, maka Nabi Ibrahim memenuhi perintah itu dan ia pun pergi membawa keduanya ke Mekah di dekat tempat yang nantinya akan dibangunkan ka’bah.
Tidak lama setelah sampai di sana, Nabi Ibrahim meninggalkan Hajar dan Ismail di tempat tersebut dan ingin kembali ke Syam. Ketika Hajar melihat Nabi Ibrahim pulang, maka Hajar segera mengejarnya dan memegang bajunya sambil berkata, “Wahai Ibrahim, kamu mau pergi kemana? Apakah kamu (tega) meninggalkan kami di lembah yang tidak ada seorang manusia dan tidak ada sesuatu apa pun ini?” Hajar terus saja mengulang-ulang pertanyaannya berkali-kali hingga akhirnya Ibrahim tidak menoleh lagi kepadanya. Akhirnya Hajar bertanya, “Apakah Allah yang memerintahkan kamu atas semua ini?” Ibrahim menjawab, “Ya.” Hajar berkata, “Kalau begitu, Allah tidak akan menelantarkan kami.”
Kemudian Hajar kembali dan Ibrahim melanjutkan perjalanannya hingga ketika sampai pada sebuah bukit dan mereka tidak melihatnya lagi, Ibrahim menghadap ke arah Ka’bah lalu berdoa untuk mereka dengan mengangkat kedua belah tangannya, dalam doanya ia berkata, “Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati. Ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezekilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.” (QS. Ibrahim: 37)
Kemudian Hajar mulai menyusui Ismail dan minum dari air persediaan. Hingga ketika air yang ada pada geriba habis, dia menjadi haus, begitu juga anaknya. Lalu dia memandang kepada Ismail sang bayi yang sedang meronta-ronta, kemudian Hajar pergi meninggalkan Ismail dan tidak kuat melihat keadaannya.
Maka dia mendatangi bukit Shafa sebagai gunung yang paling dekat keberadaannya dengannya. Dia berdiri di sana lalu menghadap ke arah lembah dengan harapan dapat melihat orang di sana namun dia tidak melihat seorang pun. Maka dia turun dari bukit Shafa dan ketika sampai di lembah, dia menyingsingkan ujung pakaiannya lalu berusaha keras layaknya seorang manusia yang berjuang keras, hingga ketika dia dapat melewati lembah dan sampai di bukit Marwah lalu berdiri di sana sambil melihat-lihat apakah ada orang di sana namun dia tidak melihat ada seorang pun. Dia melakukan hal itu sebanyak tujuh kali (antara bukit Shafa dan Marwah).
Saat dia berada di puncak Marwah, dia mendengar ada suara, lalu dia berkata dalam hatinya “diamlah” yang Hajar maksud adalah dirinya sendiri. Kemudian dia berusaha mendengarkannya maka dia dapat mendengar suara itu lagi, maka dia berkata, “Engkau telah memperdengarkan suaramu jika engkau bermaksud memberikan bantuan.” Ternyata suara itu adalah suara malaikat Jibril ‘alaihissalam yang berada di dekat zamzam, lantas Jibril mengais air dengan sayapnya hingga air keluar memancar. Akhirnya Hajar dapat minum air dan menyusui anaknya kembali. Kemudian malaikat Jibril berkata kepadanya, “Janganlah kamu takut ditelantarkan, karena di sini adalah rumah Allah, yang akan dibangun oleh anak ini dan ayahnya dan sesungguhnya Allah tidak akan menyia-nyiakan hamba-Nya.
Hajar terus melalui hidup seperti itu hingga kemudian lewat serombongan orang dari suku Jurhum atau keluarga Jurhum yang datang dari jalur bukit Kadaa’ lalu singgah di bagian bawah Mekah kemudian mereka melihat ada seekor burung sedang terbang berputar-putar. Mereka berkata, “Burung ini pasti berputar karena mengelilingi air padahal kita mengetahui secara pasti bahwa di lembah ini tidak ada air.” Akhirnya mereka mengutus satu atau dua orang yang larinya cepat dan ternyata mereka menemukan ada air. Mereka kembali dan mengabarkan keberadaan air lalu mereka mendatangi air. Saat itu Hajar sedang berada di dekat air. Maka mereka berkata kepada Hajar, “Apakah kamu mengizinkan kami untuk singgah bergabung denganmu di sini?” Ibu Ismail berkata, “Ya boleh, tapi kalian tidak berhak memiliki air.” Mereka berkata, “Baiklah.”
Ibu Ismail menjadi senang atas peristiwa ini karena ada orang-orang yang tinggal bersamanya. Akhirnya mereka pun tinggal di sana dan mengirim utusan kepada keluarga mereka untuk mengajak mereka tinggal bersama-sama di sana. Ketika itu, Nabi Ismail belajar bahasa Arab dari mereka (suku Jurhum), dan Hajar mendidik puteranya dengan pendidikan yang baik serta menanamkan akhlak mulia sampai Ismail agak dewasa dan sudah mampu berusaha bersama ayahnya; Nabi Ibrahim‘alaihissalam.
Selanjutnya, Nabi Ibrahim berkunjung menemui Hajar dan anaknya untuk menghilangkan rasa kangennya kepadanya. Maka pada suatu hari, saat Nabi Ibrahim telah bersama anaknya, ia (Ibrahim) bermimpi bahwa dirinya menyembelih puteranya, yaitu Ismail ‘alaihissalam. Setelah ia bangun dari tidurnya, Ibrahim pun mengetahui bahwa mimpinya itu adalah perintah dari Allah Subhaanahu wa Ta’alakarena mimpi para nabi adalah hak (benar), maka Nabi Ibrahim mendatangi anaknya dan berbicara berdua bersamanya. Ibrahim berkata, “Wahai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!” Ismail menjawab, “Wahai ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.” (QS. Ash Shaaffaat: 102)
Nabi Ibrahim membawa anaknya ke Mina, lalu ia taruh kain di atas muka anaknya agar ia (Ibrahim) tidak melihat muka anaknya yang dapat membuatnya terharu, sedangkan Nabi Ismail telah siap menerima keputusan Allah. Ketika Nabi Ibrahim telah membaringkan anaknya di atas pelipisnya dan keduanya telah menampakkan rasa pasrahnya kepada Allah Subhaanahu wa Ta’ala, maka Ibrahim mendengar seruan Allah Subhaanahu wa Ta’ala, “Wahai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu. Sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata.” (QS. Ash Shaafffat: 104-106)
Tidak lama setelah ada seruan itu, Nabi Ibrahim melihat malaikat Jibril dengan membawa kambing yang besar. Maka Nabi Ibrahim mengambilnya dan menyembelihnya sebagai ganti dari Ismail.
Dari sinilah asal permulaan sunah berkurban yang dilakukan oleh umat Islam pada tiap hari raya Idul Adha di seluruh pelosok dunia.
Kemudian Nabi Ismail semakin dewasa, ia pun menikah dengan seorang wanita yang tinggal di sekitar sumur Zamzam. Tidak lama kemudian ibu Ismail; Hajar meninggal dunia.
Di kemudian hari Ibrahim datang setelah Ismail menikah untuk mengetahui kabarnya, namun dia tidak menemukan Ismail. Ibrahim bertanya tentang Ismail kepada istri Ismail. Istrinya menjawab, “Dia sedang pergi mencari nafkah untuk kami.” Lalu Ibrahim bertanya tentang kehidupan dan keadaan mereka. Istri Ismail menjawab, “Kami mengalami banyak keburukan, hidup kami sempit dan penuh penderitaan yang berat.” Istri Ismail mengadukan kehidupan yang dijalaninya bersama suaminya kepada Ibrahim. Ibrahim berkata, “Nanti apabila suami kamu datang sampaikan salam dariku dan katakan kepadanya agar mengubah palang pintu rumahnya.”
Ketika Ismail datang dia merasakan sesuatu lalu dia bertanya kepada istrinya; “Apakah ada orang yang datang kepadamu?” Istrinya menjawab, “Ya. Tadi ada orang tua begini dan begitu keadaannya datang kepada kami dan dia menanyakan kamu lalu aku terangkan dan dia bertanya kepadaku tentang keadaan kehidupan kita maka aku terangkan bahwa aku hidup dalam kepayahan dan penderitaan.” Ismail bertanya, “Apakah orang itu memberi pesan kepadamu tentang sesuatu?” Istrinya menjawab, “Ya. Dia memerintahkan aku agar aku menyampaikan salam darinya kepadamu dan berpesan agar kamu mengubah palang pintu rumahmu.” Ismail berkata, “Dialah ayahku dan sungguh dia telah memerintahkan aku untuk menceraikan kamu, maka kembalilah kamu kepada keluargamu.” Maka Ismail menceraikan istrinya.
Kemudian Ismail menikah lagi dengan seorang wanita lain dari kalangan penduduk yang tinggal di sekitar itu lalu Ibrahim pergi lagi meninggalkan mereka dalam kurun waktu yang dikehendaki Allah. Setelah itu, Ibrahim datang kembali untuk menemui mereka namun dia tidak mendapatkan Ismail hingga akhirnya dia mendatangi istri Ismail lalu bertanya kepadanya tentang Ismail. Istrinya menjawab, “Dia sedang pergi mencari nafkah untuk kami.” Lalu Ibrahim bertanya lagi, “Bagaimana keadaan kalian?” Dia bertanya kepada istrinya Ismail tentang kehidupan dan keadaan hidup mereka. Istrinya menjawab, “Kami selalu dalam keadaan baik-baik saja dan cukup.” Istri Ismail juga memuji Allah. Ibrahim bertanya, “Apa makanan kalian?” Istri Ismail menjawab, “Daging.” Ibrahim bertanya lagi, “Apa minuman kalian? Istri Ismail menjawab, “Air.” Maka Ibrahim berdoa, “Ya Allah, berkahilah mereka dalam daging dan air mereka.”
Ibrahim selanjutnya berkata, “Jika nanti suamimu datang, sampaikan salam dariku kepadanya dan perintahkanlah dia agar memperkokoh palang pintu rumahnya.”
Ketika Ismail datang, dia berkata, “Apakah ada orang yang datang kepadamu?” Istrinya menjawab, “Ya. Tadi ada orang tua dengan penampilan sangat baik datang kepada kita dan istrinya memuji Ibrahim. Dia bertanya kepadaku tentang kamu, maka aku terangkan lalu dia bertanya kepadaku tentang keadaan hidup kita, maka aku jawab bahwa aku dalam keadaan baik.” Ismail bertanya, “Apakah orang itu memberi pesan kepadamu tentang sesuatu?” Istrinya menjawab, “Ya.” Dia memerintahkan aku agar aku menyampaikan salam darinya kepadamu dan berpesan agar kamu mempertahankan palang pintu rumahmu.” Ismail berkata, “Dialah ayahku dan palang pintu yang dimaksud adalah kamu. Dia memerintahkanku untuk mempertahankan kamu.”

Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail Membangun Ka’bah

Kemudian Ibrahim meninggalkan mereka lagi untuk waktu tertentu sebagaimana dikehendaki Allah, lalu Ibrahim datang kembali setelah itu saat Ismail meruncingkan anak panahnya di bawah kemah dekat zamzam. Ketika dia melihatnya, dia segera menghampirinya dan berbuat sebagaimana layaknya seorang ayah terhadap anaknya dan seorang anak terhadap ayahnya.
Kemudian dia berkata, “Wahai Ismail, Allah memerintahkanku dengan suatu perintah.” Ismail berkata, “Lakukanlah apa yang diperintahkan Tuhanmu.” Ibrahim berkata lagi, “Apakah kamu akan membantu aku?” Ismail berkata, “Ya, aku akan membantumu.” Ibrahim berkata, “Allah memerintahkan aku agar membangun rumah di tempat ini.”
Ibrahim menunjuk ke suatu tempat yang agak tinggi dibanding sekelilingnya.” Di dekat tempat itulah keduanya meninggikan pondasi Baitullah, Ismail bekerja mengangkut batu-batu sedangkan Ibrahim yang menyusunnya (membangunnya) hingga ketika bangunan sudah tinggi, Ismail datang membawa batu itu lalu meletakkannya untuk Ibrahim agar bisa naik di atasnya sementara Ismail memberikan batu-batu.
Keduanya bekerja sambil mengucapkan kalimat doa, “Wahai Tuhan kami, terimalah (amal) dari kami sesunggunya Engkau Maha Mendengar dan Maha Mengetahui.” Keduanya terus saja membangun hingga mengelilingi Baitullah dan keduanya terus membaca doa, “Wahai Tuhan kami, terimalah (amal) dari kami sesungguhnya Engkau Maha Mendengar dan Maha Mengetahui.” (QS. Al Baqarah: 127).
Setelah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail selesai membangun Ka’bah, maka keduanya berdoa, “Ya Tuhan Kami terimalah dari kami (amalan kami), sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui–Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) di antara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadah haji Kami, dan terimalah tobat kami. Sesungguhnya Engkau Yang Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Baqarah: 127-128)
Allah Subhaanahu wa Ta’ala memuji Nabi-Nya Ismail ‘alaihissalam dan menyifatinya dengan sifat hilm(santun), sabar, menepati janji, menjaga shalat dan memerintahkan keluarganya menjaga shalat (QS. Maryam: 54-55).
Nabi Ismail menjadi rasul yang diutus kepada kabilah-kabilah yang tinggal di sekitar sumur Zamzam, kabilah Jurhum, ‘Amaliq, dan penduduk Yaman. Allah memberikan wahyu kepadanya. AllahSubhaanahu wa Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana Kami telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang kemudiannya, dan Kami telah memberikan wahyu (pula) kepada Ibrahim, Ismail, Ishak, Ya’qub dan anak cucunya, Isa, Ayyub, Yunus, Harun dan Sulaiman. Dan Kami berikan Zabur kepada Dawud.” (QS. An Nisaa’: 163)
Nabi Ismail adalah nenek moyang bangsa Arab dan ia adalah orang yang pertama memanah. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,

Panahlah wahai keturunan Ismail, karena nenek moyangmu adalah seorang pemanah.” (HR. Bukhari)
Selesai dengan pertolongan Allah dan taufiq-Nya, wa shallallahu ‘alaa nabiyyinaa Muhammad wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.
Oleh: Marwan bin Musa
Maraaji’:
  • Al Qur’anul Karim
  • Mausu’ah Al Usrah Al Muslimah (dari situs www.islam.aljayyash.net)
  • Shahih Bukhari
  • Shahih Qashashil Anbiya’ (Ibnu Katsir, takhrij Syaikh Salim Al Hilaaliy)
  • dll.

Menjaga Kiswah

REPUBLIKA.CO.ID, Ka’bah adalah bangunan yang paling ingin dilihat dengan mata kepala sendiri oleh para Muslim ketika memiliki kesempatan untuk mengunjungi Tanah Suci.
Banyak Muslim yang merasa belum lengkap haji atau umrahnya bila belum menyentuh Ka’bah dengan tangan telanjangnyarutama ketika tawaf.
Kebiasaan tersebut justru membuat badan penanggung jawab dua masjid suci merasa khawatir dengan kondisi Kiswah. Kiswah adalah kain hitam dengan hiasan benang emas membentuk kaligrafi indah yang digunakan untuk menutup Ka’bah.

Menjelang puncak musim haji, pihak kerajaan menggulung kiswah hingga tiga meter di atas permukaan tanah. Dengan begitu, otoritas maasjid berharap dapat mencegah kerusakan kiswah.
“Sebagai gantinya, Ka’bah dilindungi dengan kain berwarna putih dengan tinggi dua meter dan lebar 47 meter,” ujar General Direktur Pabrik Penutup Ka’bah Mohammed bin Abdullah Bajouda, seperti dikutip Arab News.
Kiswah biasanya diganti setiap tahun pada tanggal 9 Dzulhijjah, hari ketika jamaah haji berjalan ke Bukit Arafah pada musim haji.

Biaya pembuatan kiswah saat ini mencapai 17 juta riyal Saudi. Kain ini memiliki luas 658 meter persegi dan terbuat dari sutera seberat 670 kilogram (kg). Jahitannya terdiri dari benang emas seberat 15 kg. Kain ini terdiri dari 47 bagian kain dan masing-masing kain memiliki panjang 14 meter dan lebar 101 meter.
Setiap tahun, kiswah lama diangkat, dipotong-potong menjadi beberapa bagian kecil dan dihadiahkan kepada beberapa orang, pejabat Muslim asing yang berkunjung dan organisasi asing.
Pada masa-masa sebelumnya, Umar bin Khattab memotong-motongnya dan membagi-bagikannya kepada para jamaah yang hendak menggunakannya sebagai pelindung dari panasnya suhu kota Makkah.

Berqurban Adalah Ibadah

Allah Azza Wa Jalla berfirman,yang artinya :
قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
“Katakanlah sesungguhnya shalatku,”nusuk”-ku,hidup dan matiku hanyalah untuk Rabb semesta alam.” (QS.Al – An’am : 162)
Kata “nusukiy”, diantara maknanya adalah sembelihanku. Al Imam Al Qurthubi berkata ; nusuk merupakan bentuk jamak dari nasikah yang bermakna sembelihan qurban. Sebagaimana telah dikatakan oleh Mujahid,Adh Dhahaq,Said bin Zubair dan ahli tafsir selain mereka.
Berpijak dari sini, jangan sampai kita beranggapan bahwa pelaksanaan ibadah qurban, merupakan rutinitas tahunan belaka, sehingga yang dibahas berkisar masalah teknis dan pembagian tugas saja.Memang manajemen qurban penting dan krusial bagi keberhasilan kegiatan qurban tersebut,akan tetapi ada yang lebih penting lagi yakni kesadaran personal dari setiap yang terlibat, bahwa penyembelihan qurban itu adalah ibadah. Oleh sebab itu hendaklah mereka mengikhlaskan niat dan tujuannya hanya untuk Allah Azza Wa Jalla. Bukan karena riya’ dan sum’ah serta tendensi duniawi  lainnya. Konsekuensi lainnya adalah  pelaksanaan penyembelihan qurban itu harus sesuai dengan tuntunan nabi kita Muhammad Shalallahu ‘alaihi wassalam, sehingga terpenuhi sudah dua kriteria utama dari syarat diterimanya sebuah amalan. Sehingga kita dapati pula dalam kitab – kitab fiqih para ulama baik yang terdahulu maupun  sekarang, pembahasan tentang tata cara penyembelihan qurban ini.
Kapan Dikatakan Hewan Terkena Hukum-hukum Qurban?
Hewan terkena hukum- hukum qurban dengan salah satu dari dua perkara :
1. Dengan lafadz, seperti ucapannya “ini adalah hewan sembelihanku” maksudnya dia menginformasikan bahwa dia akan berqurban dengan hewan itu pada waktu mendatang.
2. Dengan perbuatan, dan ini ada dua macam, antara lain:
   a. Menyembelih hewan itu dengan niat berqurban.Maka,ketika ia menyembelih dengan niat seperti ini berlakulah hukum qurban pada hewan tersebut.
   b. Membeli hewan tersebut dengan niat untuk berqurban.
Bila telah demikian keadaannya, maka ada beberapa hal yang harus diperhatikan berkenaan dengan hewan qurban tersebut.
1. Tidak boleh menggunakan hewan tersebut pada perkara yang mencegahnya/menghalangi untuk disembelih, seperti diperjualbelikan, dihibahkan, dijadikan jaminan, dan lainnya.
2. Jangan mengeksploitasi hewan tersebut, maka jangan digunakan pada usaha pertanian dan sebagainya,jangan ditunggangi, jangan diperah susunya yang bisa menguranginya atau mengurangi susu yang sedianya dibutuhkan oleh anaknya, dan jangan mencukur bulunya kecuali bila ada manfaat bagi hewan tersebut dan bulu hasil cukuran jangan dijual namun disedekahkan.
3. Bila hewan itu disembelih sebelum waktu penyembelihan, walau niatnya untuk berqurban, maka hukumnya seperti hewan yang hilang. Maksudnya harus diganti dengan yang semisalnya.
Syarat dan Adab Berkurban
Sebagaimana yang telah kita ketahui untuk unta dan sapi boleh berserikat tujuh orang, sedangkan kambing baik jenis dha’n (domba,biri-biri) ataupun ma’iiz (kambing kacang) hanya untuk satu orang.
Bagi si penyembelih qurban dan cara penyembelihannya, memiliki hukum – hukum dan adab-adab. Adapun yang berkaitan dengan orang yang menyembelih hewan qurban harus memenuhi syarat-syarat berikut :
1)  Pelaku penyembelihan hewan qurban adalah orang yang waras akalnya dan mumayyiz, artinya mengerti pembicaraan dan mampu merespon pertanyaan dengan jawaban yang semestinya. Maka tidak halal sembelihan orang yang gila,mabuk karena miras atau narkoba atau anak kecil yang belum mumayyiz.
2)  Hendaknya si penyembelih adalah seorang muslim atau seorang ahli kitab yaitu orang-orang yang menisbahkan dirinya kepada agama yahudi atau nashrani. Alloh Subhanahu Wa Ta’ala berfirman yang artinya : “Dan tha’am orang ahlu kitab halal bagi kalian.” Maksud tha’am disini adalah sesembelihan ahli kitab,dan ini adalah perkataan Ibnu Abbas, Abu Umamah, Mujahid, Ibrahim An-Nakha’i, As-Sudy, Muqathil bin Hayyan. Dan Ibnu Katsir berkata : Ini merupakan kesepakatan para ulama bahwa sesembelihan ahli kitab halal bagi kaum muslimin. Oleh karena itu Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam makan daging kambing yang dihidangkan kepada beliau dari seorang wanita yahudi, seperti  dalam riwayat Abu Dawud dan Al Hakim.
3)  Hendaknya dia bertujuan menyembelih qurban karena ibadah, sebagaimana  firman Allah Azza wa jalla yang artinya : “ diharamkan bagimu memakan bangkai, darah, daging babi, daging hewan yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan diharamkan bagimu yang disembelih untuk berhala (QS. Al Maidah :3). Maka menyembelih merupakan perbuatan yang khusus yang membutuhkan niat. Apabila ia tidak berniat untuk menyembelih qurban karena Allah, maka tidak halal sembelihannya tersebut,seperti misalnya apabila ia diserang hewan tersebut kemudian memotongnya untuk membela diri, maka sembelihannya tidak halal.
4)  Hendaknya hewan sembelihan tersebut tidak untuk selain Allah. Apabila sembelihan itu diperuntukkan untuk selain Allah maka tidak halal untuk dikonsumsi. Seperti menyembelih hewan ternak untuk pengagungan kepada berhala, gua , jin penunggu lembah, penghuni kubur dan sebagainya. Allah Azza Wa Jalla berfirman, yan artinya : “ diharamkan bagimu memakan bangkai, darah, daging babi, daging hewan yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan diharomkan bagimu yang disembelih untuk berhala.” (QS. Al Maidah :3).
5) Tidak menyebut selain nama Alah ketika menyembelih hewan tersebut. Misalnya menyebut nama nabi,Jibril atau seseorang yang lain. Bila ia melakukannya maka seembelihannya tidak halal, walaupun disebut nama Allah berbarengan dengan nama selain Allah.
6)  Menyebut nama Allah Azza Wa Jalla ketika menyembelih hewan qurban tersebut. Alloh Jalla Wa ‘Ala berfirman yang artinya : “ Maka makanlah dari binatang – binatang yang disebut nama Allah ketika menyembelih,bila kamu beriman kepada ayat-ayat-NYA. (QS. Al An’am :118). Dan Rasulullah Bersabda : “ Apa saja dari hewan yang ditumpahkan darahnya dan disebut nama Allah ketika menyembelihnya maka makanlah.” (HR.Al Bukhary dan lainnya).Bila si penyembelih adalah orang yang bisu, tidak mampu bicara, maka isyarat sudah cukup baginya, Allah berfirman yang artinya : “Maka bertaqwalah kepada Allah semampu kalian. “(QS.Ath-Taghabun:16).
7) Hendaknya yang menyembelih menggunakan alat yang sangat tajam sehingga dapat mengalirkan darah. Karena Rosululloh  bersabda :”Apa saja yang dapat mengalirkan darah dan disebut nama Alloh ketika menyembelihnya maka makanlah, selama bukan menggunakan gigi atau kuku dan saya akan memberitahu kalian tentan hal itu, adapun gigi dia adalah tulang dan adapun kuku adalah alat berburu orang-orang habasyah.” (HR. Al Jama’ah). Dan ada dua tanda yang menunjukkan bahwa ruh hewan tersebut masih ada pada jasadnya :
   a. Hewan itu masih bergerak
   b. Mengalir dari hewan tersebut darah yang deras.
8) Mengalirkan darah disini adalah dengan menyembelihnya, bila tidak mampu untuk disembelih karena hewan tersebut mengamuk,berusaha kabur atau jatuh kedalam  sumur misalnya,maka cukup dilukai pada bagian mana saja dari badannya, meskipun yang lebih utama adalah bagian badan yang cepat menghilangkan nyawanya.
Bila mampu menyembelih dengan normal, maka sembelihlah pada leher sampai dibawah rahangnya dengan memutus dua urat leher tebal yang menempel dengan kerongkongan, dan lebih sempurna bila memotong kerongkongannya, saluran nafas dan saluran makanannya.
9) Hendaklah yang menyembelih mendapat izin secara syar’i dari pemilik hewan qurban tersebut.
Disamping memenuhi syarat-syarat diatas, juga seyogyanya memperhatikan adab – adab berikut :
1. Menghadapkan hewan sembelihan ke arah qiblat ketika menyembelihnya.
2. Berlaku baik dalam menyembelih hewan qurban, yakni dengan menggunakan alat yang tajam dan melakukan pemotongan dengan kuat dan cepat.
3. Dan menyembelih onta dalam keadaan berdiri dan terikat kaki kiri depannya dan berdiri diatas tiga kaki lainnya. Adapun selain onta maka dibaringkan atas sisinya yang kiri, bila sulit dilakukan maka boleh dibaringkan diatas sisinya yang kanan. Dan disunnahkan meletakkan kakinya keleher hewan tersebut,supaya posisinya mapan untuk menyembelihnya.
4. Memotong kerongkongan dan saluran makanan sebagai tambahan atas memotong dua urat sekitar kerongkongannya.
5. Menyembunyikan pisau dari hewan qurban tersebut, ketika mengasah pisaunya jangan sampai hewan itu melihatnya. Kecuali disaat menyembelihnya.
6. Bertakbir setelah membaca basmalah. Membaca basmalah hukumnya wajib dan bertakbir hukumnya sunnah,setelah membaca بسم الله و الله اكبر (bismillahi wa Allohu akbar)dia membaca اللهم تقبل هذه عني           (Allohumma taqobbal haadzihi ‘anniy). Bila yang menyembelih adalah pemiliknya, namun jika pemilik qurban mewakilkan kepada seseorang, hendaknya dia membaca …….اللهم تقبل هذه عن (Allohumma taqobbal hadzihi ’an……(disebut pemilik qurban)).
7. Hendaklah dia mewakilkan penyembelihan hewan qurbannya  kepada seorang muslim.Dan tidak sah,bila dia mewakilkan kepada seorang ahli kitab, walaupun sembelihannya halal. Hal ini karena penyembelihan qurban adalah ibadah, maka tidak sah bila yang melakukannya non muslim.
Dan tak ketinggalan dari masalah qurban adalah waktu penyembelihan qurban, yaitu empat hari terdiri dari hari I’edul Adha dan tiga hari tasyrik setelahnya berdasarkan hadits shohih., Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda :” Setiap hari tasyrik adalah hari penyembelihan.”(HR. Ahmad dan Baihaqi).Sama saja antara malam dan siangnya,karena ini adalah makna hari (اليوم) dalam bahasa Arab secara mutlak, dan ini adalah madzab Al Imam Asy Syafi’i Rahimahullahu.
    Disyari’atkan bagi yang berqurban makan dari hewan qurbannya,menghadiahkan dan mensedekahkannya, karena Allah Azza Wa Jalla berfirman yang artinya :” Maka makanlah kalian dari sebagian daging sembelihan itu dan beri makanlah orang faqir yang tidak meminta karena merasa cukup dan menjaga harga diri dan oran faqir yang meminta. (QS. Al Hajj : 36)
Serta riwayat dari Salamah Bin Akwa’ bahwa Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda :”Makanlah oleh kalian dan berilah makan  serta simpanlah.”(HR. Al Bukhari)
Dan kadar pembagian daging qurban adalah dibagi menjadi tiga bagian menurut kebiasaan masyarakat, yakni 1/3 yang dia ambil, 1/3 untuk disedekahkan kepada orang miskin sebagai sedekah dan 1/3 dihadiahkan kepada orang kaya.
    Sebagai nasehat, kami mengingatkan bahwa tidak boleh menjual dari bagian hewan qurban tersebut, apakah bulunya ataupun kulitnya dan sebagainya. Namun boleh dimanfaatkan, mengubah kulitnya menjadi tempat air dan sebagainya. Dan setelah menjadi tempat air pun tidak boleh dijual dan disewakan.
Beranjak dari hal ini,tidak boleh daging qurban dijadikan upah bagi tukang potong hewan qurban, namun dia menngambil dari yang lain sebagai upahnya.
Dari Ali bin Abi Tholib berkata : Rosululloh Shalallohu ‘Alaihi Wassalam menyuruh aku untuk mengurus qurban-qurbannya dan agar aku membagikan  apa yang dikenakannya serta kulitnya, aku tidak boleh memberi tukang sembelih sedikitpun dari hewan qurban itu, beliau bersabda :”kami akan memberikannya dari sisi yang lain.” (HR. Bukhari dan Muslim)
    Dan perkara yang tak kalah penting, adalah tidak boleh memperuntukkan sembelihan qurban tersebut kepada orang yang telah meninggal secara khusus. Seperti yang dijelaskan Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin, “Akan tetapi kami memandang bahwa memperuntukkan sembelihan qurban untuk orang yang telah meninggal secara khusus bukan termasuk ajaran Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam. Sebab beliau Shalallahu ‘alaihi wasallam, tidak pernah menyembelih qurban yang diperuntukkan kepada orang yang telah meninggal secara khusus. Maka Nabi saw Shalallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah menyembelih qurban untuk pamannya Hamzah bin Abdul Muthallib, padahal beliau termasuk kerabat Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam yang paling mulia. Demikian juga tidak pernah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam semasa hidupnya menyembelih qurban untuk anak-anaknya yang telah meninggal di antaranya tiga orang anak perempuan yang sudah menikah dan tiga anak laki-laki yang masih kecil.”(Ahkaamul Udhiyyah wadzakaah, hal. 4).
    Jadi yang dibolehkan ialah ia berqurban untuk keluarganya secara umum baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal, sebagaimana dicontohkan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam.
    Akhirul kalam, tidak banyak pembahasan yang bisa kami muat di sini. Namun setidak-tidaknya kita memiliki gambaran untuk melaksanakan ibadah yang mulia ini dengan meniti tuntunan sebaik-baik manusia, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam.
Oleh : Al-Ustadz Abu Miqdad Harits
(Salah Seorang Pengajar di Ma’had Ibnul Qoyyim Balikpapan)

[Mu’jizat Al-Qur’an] Rahasia Umur 40 Tahun


Penemuan ilmiah terbaru menegaskan bahwa perkembangan otak tidak sempurna (sampai pada batas kesempurnaan) kecuali di penghujung usia empat puluh tahun. Dan usia ini adalah usia yang ditetapkan oleh Al Qur’an empat belas abad yang lalu.
Merupakan hal yang sudah diketahui bersama bahwa wahyu telah turun kepada Nabi kita, Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam ketika usia beliau empat puluh tahun. Dan pasti ada hikmah dari usia ini, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala tidaklah memilih sesuatu kecuali di dalamnya ada hikmah yang agung. Dan mungkin yang nampak bagi kita dari sebagian hikmah tersebut adalah bahwa pertumbuhan manusia dan kesempurnaan akalnya tidak akan muncul kecuali di penghujung usia empat puluh tahun dari umur manuisa.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
(وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ إِحْسَانًا حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهًا وَوَضَعَتْهُ كُرْهًا وَحَمْلُهُ وَفِصَالُهُ ثَلَاثُونَ شَهْرًا حَتَّى إِذَا بَلَغَ أَشُدَّهُ وَبَلَغَ أَرْبَعِينَ سَنَةً قَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ) [الأحقاف: 15].
”Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada kedua orang tuanya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdo`a:”Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.” (QS. Al-Ahqaaf: 15)
Ayat yang mulia ini menentukan batasan usia empat puluh sebagai usia untuk kesempurnaan kekuatan fisik dan mental, atau kematangannya, atau puncaknya. Dan dengan demikian kita berada di hadapan fakta/kenyataan Qur’aniyyah. Dan pertanyaan kita sekarang, apakah ada fakta ilmiah yang menguatkan kebenaran firman Allah ’Azza wa Jalla (dalam masalah ini)?
Tentu saja keberadaan fakta/kenyataan ini -jika ada- akan menjadi bukti bagi mereka yang skeptis/ragu-ragu (terhadap kebenaran al-Qur’an), untuk melihat kebenaran Al Qur’an ini. Dan juga menjadi sarana bagi orang yang beriman untuk meningkatkan keimanan dan keyakinannya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Inilah yang Anda cari dalam waktu yang lama, tetapi tidak mendapatkan hasil. Seluruh ilmuwan menyatakan dengan tegas bahwa kesempurnaan pertumbuhan otak terjadi pada usia kira-kira dua puluh tahunan, ini adalah apa yang ditunjukkan oleh ujicoba-ujicoba yang mereka lakukan. Akan tetapi ada penelitian baru, yang dikirim kepadaku oleh salah seorang saudaraku -semoga Allah memberinya pahala- yang menegaskan bahwa perkembangan otak terus berlangsung hingga penghujung usia empat puluh tahunan dari umur manusia. Dan itu benar-benar sesuai dengan apa yang disebutkan oleh al-Qur’an.
Surat kabar Telegraph menerbitkan sebuah artikel berjudul: ”Brain only fully ‘matures’ in middle age” yang kurang lebih artinya “Sesungguhnya perkembangan otak tetap berlangsung sampai di pertengahan umur seseorang.” Dikatakan dalam artikel itu perkataan sebagai berikut:”Anda mungkin mengira bahwa Anda akan menjadi sepenuhnya matang (dalam berpikir) saat Anda berada di usia 21 tahun, tetapi penelitian terbaru menunjukkan bahwa otak Anda tidak berhenti perkembangannya, sampai akhir usia 40 tahunan.”
Dalam penemuan ini para ilmuwan menggunakan alat yang dinamakan alat scan FMRI (Functional magnetic resonance) yaitu sebuah alat yang sangat canggih yang bisa mengukur aktivitas dan perubahan-perubahan di daerah otak dengan cara yang menakjubkan. Dan sebelum abad 21, tidak ada satupun ilmuwan yang mengetahui bahwa perkembangan otak tidak sampai pada kesempurnaan melainkan di akhir usia empat puluh tahunan!
Dan peneltian baru tersebut menegaskan bahwa daerah otak yang terus tumbuh adalah bagian bawah ubun-ubun atau yang dinamakan oleh para ilmuwan prefrontal cortex (korteks prefrontal), bagian paling atas dan ia adalah bagian terdepan dari otak. Dan daerah ini berperan penting dalam pengambilan keputusan, interaksi sosial, dan fungsi-fungsi kepribadian yang lainnya, seperti perencanaan, tingkah laku, dan pemahaman terhadap orang lain. Dan bagian otak inilah yang membedakan manusia dari makhluk lainnya.
Profesor Sarah-Jayne Blakemore berkata: ”Sejak kurang dari sepuluh tahun yang lalu, kami meyakini bahwa pertumbuhan otak terhenti pada usia dini dari umur manusia.”
Kemudian dia melanjutkan: ”Tetapi percobaan/ujicoba scan resonansi magnetik (FMRI) pada otak menunjukkan bahwa pertumbuhan otak akan berlanjut sepanjang usia tiga puluhan dan samapi umur empat puluh tahunan dari umur manusia! Dan Daerah yang paling penting dan paling besar pertumbuhannya adalah bagian bawah ubun-ubun. Bagian itu adalah bagian paling atas di daerah otak depan, yang dialah yang membedakan kita sebagai manusia dengan makhluk lain.”
Di sini kita teringat ayat yang mulia, di mana pada ayat tersebut Allah Subhanahu wa Ta’ala menekankan arti pentingnya ubun-ubun Nashiyah. Dia berfirman meghikayatkan perkataan Nabi Dawud ‘alaihissalam ketika berbicara kepada kaumnya:
(إِنِّي تَوَكَّلْتُ عَلَى اللَّهِ رَبِّي وَرَبِّكُمْ مَا مِنْ دَابَّةٍ إِلَّا هُوَ آَخِذٌ بِنَاصِيَتِهَا إِنَّ رَبِّي عَلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ) [هود: 56].
”Sesungguhnya aku bertawakkal kepada Allah Rabbku dan Rabbmu. Tidak ada suatu binatang melatapun melainkan Dia-lah yang memegang ubun-ubunnya (Nashiyah). Sesungguhnya Rabbku di atas jalan yang lurus.” (QS. Huud: 56)
Demikian juga Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengucapkan dalam do’a beliau:
(ناصيتي في يدك)
”Ubun-ubunku di Tangan-Mu.”
Dan pertanyaan kita kepada setiap orang yang ragu dengan kebenaran Islam:”Bagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengetahui arti penting ubun-ubun ini (Nashiyah)?”
Dan sekarang kita kembali lagi ke ayat di awal, di mana Allah Subhanahu wa Ta’alaberfirman:
(حَتَّى إِذَا بَلَغَ أَشُدَّهُ وَبَلَغَ أَرْبَعِينَ سَنَةً قَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ) [الأحقاف: 15]
”…. Hingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdo`a:”Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau ….” (QS. Al-Ahqaaf: 15)
Kita katakan Subhanalah! Siapa yang mengajari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan menetapkan batasan umur ini kepada beliau? Dan apakah dahulu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengetahui tentang arti penting umur ini, untuk beliau pilih sebagai awal mula kenabian beliau? Ataukah Allahlah Yang Maha Mengetahui sesuatu yang tersembunyi yang memilihkan untuk beliau?
Apakah dahulu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengetahui bahwa manusia tidak sampai pada usia kedewasaan (kematangan) kecuali pada usia empat puluh tahun? Atau apakah ada seseorang yang memberitahu hal itu kepada beliau? Bukankah para ilmuwan Barat sendiri mengakui bahwa mereka tidaklah menguak hakekat ini kecuali di akhir tahun 2012? Maka sungguh hakekat-hakekat ini membuktikan dan menyaksikan kebenaran dan kesjujuran Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan kebenaran Risalah Islam.
(Sumber: أسرار سن الأربعين)

TAFSIR SURAT AL-BAQARAH AYAT : 185 ( Ramadhan Bulan Al-Qur’an )


Setelah Allah Ta’ala mewajibkan kepada orang-orang yang beriman untuk berpuasa pada hari-hari yang telah ditentukan sebagaimana pada ayat sebelumnya, maka dalam ayat yang mulia ini Allah menjelaskan ‘Hari-hari yang telah ditentukan tersebut’. Yang mana ia adalah hari-hari pada bulan Ramadhan. Di dalamnya Allah menurunkan al-Qur’an, sebagai petunjuk bagi manusia, dan sebagai pembeda antara yang haq dan yang bathil. Allah berfirman… 

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْءَانُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَن شَهِدَ مِنكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَن كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلاَ يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ {185}

“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al-Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang haq dan yang batil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah dia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu dia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjukNya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur." (QS. Al-Baqarah : 185). 

Tafsir Ayat : 185 
{ شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْءَ انُ } "(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan, (permulaan) al-Qur'an", yaitu puasa yang diwajibkan atas kalian adalah bulan Ramadhan yaitu bulan yang agung, bulan di mana kalian memperoleh di dalamnya kemuliaan yang besar dari Allah Ta’ala, yaitu al-Qur'an al-Karim yang mengandung petunjuk bagi kemaslahatan kalian, baik untuk agama maupun dunia kalian, dan sebagai penjelas kebenaran dengan sejelas-jelasnya, sebagai pembeda antara yang benar dan yang batil, petunjuk dan kesesatan, orang-orang yang bahagia dan orang-orang yang sengsara, maka patutlah keutamaan ini bagi bulan tersebut, dan hal ini adalah merupakan kebajikan Allah terhadap kalian, dengan menjadikan bulan ini sebagai suatu musim bagi hamba yang diwajibkan padanya berpuasa.
Lalu ketika Allah menetapkan hal itu, menjelaskan keutamaannya dan hikmah Allah Ta’ala dalam pengkhususannya itu, Dia berfirman, { فَمَن شَهِدَ مِنكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ }"Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu" ini merupakan keharusan berpuasa atas orang yang mampu, sehat lagi hadir, dan ketika nasakh itu memberikan pilihan antara berpuasa dan tebusan (khususnya), ia mengulangi kembali keringanan bagi orang sakit dan musafir agar tidak diduga bahwa keringanan tersebut juga dinasakh, Allah berfirman, [يُرِيدُ اللهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلاَ يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ ] "Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu" maksudnya, Allah Ta’ala menghendaki hal yang memudahkan bagi kalian jalan yang menyampaikan kalian kepada ridhaNya dengan kemudahan yang paling mudah dan meringankannya dengan keringanan yang paling ringan. 
Oleh karena itu, segala perkara yang diperintahkan oleh Allah atas hamba-hambaNya pada dasarnya adalah sangat mudah sekali, namun bila terjadi suatu rintangan yang menimbulkan kesulitan, maka Allah akan memudahkannya dengan kemudahan lain, yaitu dengan menggugurkannya atau menguranginya dengan segala bentuk pengurangan, dan hal ini adalah suatu hal yang tidak mungkin dibahas perinciannya, karena perinciannya adalah merupakan keseluruhan syariat dan termasuk di dalamnya segala macam keringanan-keringanan dan pengurangan-pengurangan.
{ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ } "Dan hendaknya kamu mencukupkan bilangannya" ayat ini wallahu 'alam agar orang tidak berfikir bahwa puasa itu dapat dilakukan hanya dengan separuh bulan saja, Allah menolak pemikiran seperti itu dengan memerintahkan untuk menyempurnakan bilangannya, kemudian bersyukur kepada Allah saat telah sempurna segala bimbingan, kemudahan dan penjelasanNya kepada hamba-hambaNya, dan dengan bertakbir ketika berlalunya perkara tersebut, dan termasuk di dalam hal ini adalah bertakbir ketika melihat hilal bulan Syawwal hingga selesainya khutbah 'id.

Pelajaran dari Ayat :
  • Penjelasan tentang ‘Hari-hari yang ditentukan’ dalam ayat sebelumnya yang disebutkan secara tidak jelas hari apa yang dimaksud… yang mana hari tersebut adalah hari-hari pada bulan Ramadhan. 
  • Keutamaan bulan Ramadhan, yang mana Allah Ta’ala mewajibkan kepada hambaNya pada bulan ini, dan cukuplah hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam untuk menjelaskan keutamaan bulan Ramadhan, beliau bersabda, “Apabila telah tiba bulan Ramadhan maka dibukalah pintu-pintu surga, dan ditutuplah pintu-pintu neraka, dan setan-setan dibelenggu.” (HR. Muslim), sabda beliau yang lain,“Barang siap berpuasa pada bulan Ramadhan dengan penuh keimanan dan mengharap pahala (dari Allah) maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. Dan barang siapa melakukan Shalat (tarawih) pada bulan ramadhan dengan penuh keimanan dan mengharap pahala (dari Allah) maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu).” (HR. Bukhari) 
  • Allah Ta’ala menurunkan al-Qur’an pada bulan yang mulia ini, sehingga bulan tersebut juga disebut sebagai ‘Syahrul Qur’an’ (bulan Al-Qur’an), sebagai petunjuk bagi manusia, dan pembeda antara yang haq dan yang bathil. Dan menurut dhahirnya ayat bahwa yang dimaksud Al-Qur’an diturunkan pada bualn mulia ini adalah ‘Permulaan diturunkannya alqur’an’. Adapun atsar yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma ‘bahwasanya al-Qur’an diturunkan dari Lauhul mahfudz ke Baitil ‘izzah di bulan Ramadhan, yang di ambil oleh malaikat Jibril lalu diturunkan kepada rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam’, yang dikeluarkan oleh Al-Hakim dan Al-Baihaqi adalah atsar yang dha’if, sebagaimana hal itu diungkapkan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah dalam menafsiri ayat ini. 
  • Wajibnya berpuasa di bulan Ramadhan atas orang-orang yang mukallaf, setelah masuknya bulan Ramadhan, baik masuknya bulan tersebut diketahui dengan cara melihat hilal atau dengan menggenapkan 30 hari bulan Sya’ban ketika mendung. dan tidak wajib berpuasa sebelum jelas masuknya bulan Ramadhan. Dan yang dimaksud ‘mukallaf’ ia adalah seorang muslim, berakal, baligh, dan bagi seorang wanita terbebas dari haid dan nifas. 
  • Adanya rukhshah (keringanan) untuk tidak berpuasa bagi orang yang sakit yang khawatir semakin lama sembuhnya atau semakin parah, dan bagi musafir dengan safar yang dibolehkan baginya untuk mengqashar shalat. 
  • Wajibnya mengqadha’ bagi orang yang tidak berpuasa karena udzur yang dibolehkan syari’at, di hari-hari yang lainnya. 
  • Mudahnya syariat Islam, dan meniadakan kesulitan dan kesempitan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga menegaskan dalam sabdanya, “Agama Allah ini mudah”, sabda beliau yang lain dalam kitab Shahih Bukhari, “Permudahlah dan jangan mempersulit, berilah kabar gembira dan jangan membuat lari”
  • Disyari’atkannya takbir pada malam ied dan siang harinya. Dan takbir ini adalah merupakan bagian dari rasa syukur terhadap nikmat hidayah Islam. 
  • Ketaatan adalah merupakan bentuk perwujudan rasa syukur. Barang siapa tidak mentaati Allah dan rasul-Nya berarti ia tidak bersyukur dan tidak termasuk golongan orang-orang yang bersyukur.

Sumber : 

http://www.alsofwah.or.id/
1. Tafsir as-Sa’diy
2. Tafsir al-Qur’an al-Karim, karya Syaikh Ibnu Utsaimin.
3. Aisar at-Tafasir. 

Masjid Nabawi Mulai Padat, PKL ditertibkan

MADINAH (KRjogja.com) - Razia pedagang lima (PKL) ternyata tak hanya dilakukan di Indonesia, namun ternyata polisi Madinah juga ketat terhadap penertiban PKL di seputar kawasan Masjid Nabawi. Tak hanya diusur, dagangan juga diangkut diatas truk oleh polisi (semacam Satpol PP) dan dibawa ke kantor polisi setempat.

Seperti dilaporkan wartawan KR dari Madina, kemarin, polisi menilai keberadaan PKL yang berada di depan pintu gerbang masjid tersebut dirasakan mengganggu para jamaah calom haji yang akan bersholat arbain di masjid tersebesar kedua, setelah masjidil haram. 

Sebelumnya petugas suda memperingatkan kepada mereka agar menjauh dari pintu gerbang masjid, namun mereka dinilai bandel hingga dagangan mereka diangkut truk.

Sampai 23 September 2013 kemarin jamaah calhaj dari berbagai penjuru dunia mulai memadati kawasan masjid. Sementara calhaj yang sudah tinggal selama 8 hari di kota Makah, diberangkatkan ke Makkah untuk melaksanakan rankaian ibadah haji selanjutnya."Biasanya jamaah calhaj asal Indonesia menakai haji tamatuk, sehingga harus melakukan umrah wajib sebelum proses haji," jlas KH Nur Badri. (Mud)-http://kr.co.id

Doa Nabi Ibrahim, Hati Manusia Jadi Cenderung Ke Ka’bah

“kapan ya saya bisa berdoa di dekat ka’bah”
“kalau sudah pernah pergi, pengen pergi lagi lihat ka’bah”
“saya mau dikirim ke mekkah pas musim haji, walapun jadi petugas bersih-bersih”
Demikianlah komentar orang-orang yang menunjukkan mereka sangat ingin dan cenderung hati mereka untuk melihat ka’bah dan menunaikan ibadah haji. Hal ini karena memang doa dari nabi Ibrahim‘alaihissalam. Beliau berdoa,
رَبَّنَا إِنِّي أَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِنْدَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُوا الصَّلَاةَ فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُمْ مِنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ
Ya Rabb kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Rabb kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur” (QS. Ibrahim: 37).
Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah berkata, “Allah mewajibkan haji ke Baitullah di mana Allah menempatkan anak keturuan nabi Ibrahim dan Allah menjadikannya suatu rahasia mengagumkan yang memikat di hati. Yaitu orang berhaji (ke Ka’bah) dan tidak ditunaikan terus menerus, namun setiap kali seorang hamba pergi bolak-balik ke ka’bah maka semakin bertambah kerinduannya, semakin besar kecintaannya dan kerinduannya“ (Taisir karimir rahman, hal. 427)
Fairuz Abadi rahimahullah membawakan tafsir Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu,  “(maka jadikanlah hati sebagian manusia), yaitu hati sebagian manusia, (cenderung kepada mereka) yaitu rindu dan menginginkan (pergi ke Ka’bah / Mekkah) setiap tahun” (Tanwirul Miqbas, hal. 214).
Dalam kitab At-tafsir Al-Muyassar, “(Nabi Ibrahim berkata) Wahai Rabb sesungguhnya saya melakukan ini karena perintah-Mu, agar mereka menunaikan shalat sesuai dengan tuntunan-Mu, jadikan hati sebagian mahkluk-Mu agar cenderung kepada ka’bah/Mekkah dan mencintainya” (At-tafsir Al-Muyassar, hal 260).
Penyusun: dr. Raehanul Bahraen
Artikel Muslim.Or.Id

Video: Kupas Tuntas Seputar Kurban



Faidah-faidah yang dapat dipetik:
1. Hukum kurban dalam syariat Islam diikhtilafkan oleh para Ulama, ada yang menyunnahkan dan ada yang mewajibkan. Namun yang lebih kuat adalah hukumnya wajib bagi yang mampu. Salah satu dalilnya adalah berdasarkan hadits Nabi -shallallahu’alaihi wa sallam-,
مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ وَلَمْ يُضَحِّ, فَلَا يَقْرَبَنَّ مُصَلَّانَا
“Barangsiapa yang memiliki kelapangan (rezeki) dan tidak berqurban, maka janganlah ia mendekati tempat shalat kami.” (HR. Imam Ahmad, Ibnu Majah, Imam al-Daraqutni, Imam Hakim dengan sanad yang hasan)
Syaikh Ali Hasan al-Atsari mengatakan bahwasanya seolah-olah orang tersebut telah dianggap meninggalkan yang wajib, maka sholatnya kepada Allah tidak ada artinya karena meninggalkan  yang kewajiban tadi.
2. Kriteria hewan yang layak dijadikan kurban, yaitu hewan kurban harus sehat tidak ada aib atau cacat, tidak boleh yang pincang, tidak boleh yang picak, tidak boleh yang tanduknya patah, tidak boleh yang daun telinganya sobek. Umur hewan kurban untuk kambing minimal berusia 1 tahun, untuk sapi minimal 2 tahun, dan untuk unta minimal 5 tahun.
3. Waktu penyembelihal hewan kurban adalah setelah pelaksanaan sholat ‘idul adha sampai tanggal 13 Dzulhijjah, yaitu di hari-hari tasyrik. Maka ketika waktu maghrib tanggal 13 (masuk tanggal 14 bulan hijriyyah) telah habis waktu penyembelihan.
4. Yang berhak memakan daging kurban adalah yang orang berkurban sendiri dan sebagian yang lain bisa disedekahnya kepada orang lain siapapun yang dia kehendaki dan tidak hanya kepada fakir miskin. Namun tetap yang lebih utama disalurkan kepada yang tidak mampu. Jadi siapapun boleh diberi daging kurban, bahkan kepada orang kafir (yang tidak memerangi kaum muslimin).
5. Lebih utama orang yang berkurban dia menyembelih sendiri dengan tangannya sendiri. Namun jika tidak mampu secara teknis maupun mental maka boleh mewakilkannya kepada orang yang lebih ahli melakukannya.
Seorang penyembelih syarat wajibnya adalah seorang muslim dan lebih utama lagi adalah yang lebih sholeh dan berilmu, jika yang menyembelih adalah seorang muslim namun ahli maksiat atau ahli bid’ah yang tidak sampai mengeluarkannya dari Islam maka sembelihannya masih sah hukumnya dan halal untuk dimakan.
Orang yang akan menyembelih wajib meniatkan sesembelihannya untuk Allah ‘azza wa jalla, jika diniatkan untuk berhala, ruh-ruh yang sudah meninggal, untuk jin penunggu suatu tempat, dan lainnya maka dia terjerumus kedalam kesyirikan besar, dan hukum sembelihannya haram untuk dimakan. Allah berfirman:
قُلْ إِنَّ صَلاَتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
Katakanlah: Sesungguhnya Sholatku, Ibadahku, Hidupku Dan Matiku Hanyalah Untuk Allah, Tuhan Semesta Alam. (Q.S al-An’am 162)
Wajib bagi penyembelih mengucapkan bismillah (tanpa arrahmanirrahim), dan disunnahkan dengan penambahan kalimat takbir, sehingga menjadi “bismillah Allahuakbar“.
Hewan yang disembelih harus terputus 2 urat leher, jika tidak terputus salah satunya atau bahkan dua-duanya dan sampai hewan tersebut mati maka hewan tersebut jadi bangkai.
Tidak boleh menyembelih hewan dengan cara menyiksa, misalnya dipukuli terlebih dahulu, atau dengan menakut-nakuti dengan pisau yang akan dibuat sembelih, atau bahkan dengan memperlihatkan/ mendekatkan hewan tersebut dengan lokasi dimana hewan lainnya disembelih. Ini termasuk penyiksaan hewan kurban secara psikis.
6. Orang yang akan berkurban (bukan wakil yang menyembelih) tidak boleh memotong kukunya, memotong kulit, dan memotong rambut manapun yang ada di anggota badannya sejak masuk tanggal 1 Dzulhijjah. Hal ini berdasarkan sabda Nabi -shallallahu’alaihi wa sallam-
إِذَا رَأَيْتُمْ هِلاَلَ ذِى الْحِجَّةِ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّىَ فَلْيُمْسِكْ عَنْ شَعْرِهِ وَأَظْفَارِهِ
“Jika kalian telah menyaksikan hilal Dzul Hijah (maksudnya telah memasuki satu Dzulhijah, pen) dan kalian ingin berqurban, maka hendaklah shohibul qurban membiarkan (artinya tidak memotong) rambut dan kukunya. (HR. Muslim)
Dan ini hukumnya wajib dengan kata lain haram untuk dilakukan. Jika tetap dilakukan maka pelaku hendaknya beristighfar kepada Allah, dan ini tanpa membayar kafarat apapun.
7. Memberi upah kepada tukang jagal, tukang pengulit, atau panitia hukumnya boleh, tetapi upah tersebut tidak boleh semata-mata berasal dari sembelihan, baik kepala atau kulitnya. Antara upah dan jatah daging kurban harus dipisah. Dan termasuk upah adalah jika jagal atau panitia diberi jatah daging yang lebih banyak daripada yang dibagi kepada masyarakat dengan alasan dia adalah panitia. Hal ini berdasarkan riwayat yang disebutkan oleh ‘Ali bin Abi Tholib,
أَمَرَنِى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَنْ أَقُومَ عَلَى بُدْنِهِ وَأَنْ أَتَصَدَّقَ بِلَحْمِهَا وَجُلُودِهَا وَأَجِلَّتِهَا وَأَنْ لاَ أُعْطِىَ الْجَزَّارَ مِنْهَا قَالَ « نَحْنُ نُعْطِيهِ مِنْ عِنْدِنَا ».
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkanku untuk mengurusi unta-unta qurban beliau. Aku mensedekahkan daging, kulit, dan jilalnya (kulit yang ditaruh pada punggung unta untuk melindungi dari dingin). Aku tidak memberi sesuatu pun dari hasil sembelihan qurban kepada tukang jagal. Beliau bersabda, “Kami akan memberi upah kepada tukang jagal dari uang kami sendiri”.” (HR. Muslim no. 1317)
8. Diperbolehkan bagi penerima daging kurban untuk menyimpan daging kurban tanpa adanya batas waktu tertentu, atau memberikannya kepada orang lain, atau bahkan dijual. Namun bagi panitia penyelenggara tidak diperbolehkan menyimpan daging kurban dan seharusnya langsung membagikannya kepada masyarakat atau yang membutuhkan.
9. Hukum asal berkurban itu adalah di daerah sendiri, kecuali jika di daerah sendiri hewan kurban telah mencukupi karena yang berkurban banyak, maka diperbolehkan, misalnya berkurban di daerah-daerah lain tertentu yang memang kekurangan daging kurban.
-Wabillahit taufiq- - http://maramissetiawan.wordpress.com

Murottal Quran 30 Juz Sheikh Maahir Al Mu'ayqali

Shalat Tepat Waktu !

KOLEKSI CERAMAH MP 3

Popular Posts

Blog Archive

Diberdayakan oleh Blogger.

Al Qur'anku

Mushaf Al Qur'an

Jazakumullah Khayran

Daftar Isi

Al Qur'an dan Murotal

TvQuran

Kajian Ilmu Tajwid