e-Book Doa dan Dzikir Seputar Makan-Minum

Alhamdulillah,  shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم, keluarga, sahabatnya dan yang mengikuti mereka dengan baik hingga hari kiamat, amma ba’du:
Seperti yang sering disampaikan, sesungguhnya agama Islam adalah agama yang sempurna dalam berbagai sisi kehidupan dan menunjuki umatnya untuk mencapai ridho Allah azza wa jalla, termasuk doa dalam urusan makan dan minum – dalam eBook akan ditampilkan doa dan dzikir seputar makan dan penjelasannya- adapun dilam ini kami tampilkan bacaan doanya saja sebagai berikut:
1. DOA SEBELUM MAKAN
“Jika salah seorang dari kalian makan makanan hendaknya mengucapkan:
بِسْمِ اللَّهِ
dengan nama Allah‘,
Sedangkan jika lupa di permulaan makan hendaknya mengucapkan:
بِسْمِ اللَّهِ فِي أَوَّلِهِ وَآخِرِهِ
dengan nama Allah di awal dan diakhirnya.‘”
“Barangsiapa yang diberi rezeki Allah berupa makanan, hendaklah membaca:
اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيهِ وَأَطْعِمْنَا خَيْرًا مِنْهُ
‘Ya Allah, berilah kami berkah di dalamnya dan berilah makanan yang lebih baik darinya‘,
Dan barangsiapa diberi rezeki berupa minuman susu, hendaklah membaca:
اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيهِ وَزِدْنَا مِنْهُ
Ya Allah, berilah kami berkah di dalamnya dan tambahkanlah kepada kami (berkah) darinya.‘”
2. DOA SETELAH MAKAN
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَطْعَمَنِيْ هَذَا، وَرَزَقَنِيْهِ، مِنْ غَيْرِ حَوْلٍ مِنِّيْ وَلاَ قُوَّةٍ
“Segala puji bagi Allah yang memberi makanan ini kepadaku dan yang memberi rezeki kepadaku tanpa daya dan kekuatan dariku”.
الْحَمْدُ لِلَّهِ حَمْدًا كَثِيْرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيْهِ، غَيْرَ [مُكْفِيٍّ وَلاَ] مُوَدَّعٍ، وَلاَ مُسْتَغْنًى عَنْهُ رَبَّنَا
“Segala puji bagi Allah (aku memuji-Nya) dengan pujian yang banyak, yang baik dan penuh berkah, yang senantiasa dibutuhkan, tidak bisa ditinggalkan, dan diperlukan, ya Tuhan kami.”
3. DOA TAMU KEPADA ORANG YANG MENGHIDANGKAN MAKANAN
اَللَّهُمَّ بَارِكْ لَهُمْ فِيْمَا رَزَقْتَهُمْ، وَاغْفِرْ لَهُمْ وَارْحَمْهُمْ
“Ya Allah! Berilah berkah apa yang Engkau rezekikan kepada mereka, ampunilah dan belas kasihanilah mereka”.
4. BERDOA UNTUK ORANG YANG MEMBERI MINUM
اَللَّهُمَّ أَطْعِمْ مَنْ أَطْعَمَنِيْ وَاسْقِ مَنْ سَقَانِيْ
“Ya Allah! Berilah ganti makanan kepada orang yang memberi makan kepadaku dan berilah minuman kepada orang yang memberi minuman kepadaku”
Download:
Download CHM mirror Download CHM

Sikap Seorang Muslim dalam Menghadapi Musibah


Sebagai hamba Allâh Ta’ala, semua manusia dalam kehidupan di dunia ini tidak akan luput dari berbagai macam cobaan, baik berupa kesusahan maupun kesenangan. Hal itu merupakan sunnatullâh yang berlaku bagi setiap insan, yang beriman maupun kafir.
Allâh Ta’ala berfirman:
Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya), dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan (Qs al-Anbiyâ’/21:35)
Imam Ibnu Katsîr rahimahullâh berkata:
“(Makna ayat ini) yaitu: Kami menguji kamu (wahai manusia), terkadang dengan bencana dan terkadang dengan kesenangan, agar Kami melihat siapa yang bersyukur dan siapa yang ingkar, serta siapa yang bersabar dan siapa yang berputus asa”.[1]
KEBAHAGIAAN HIDUP DENGAN BERTAKWA KEPADA ALLAH TA’ALA
Allâh Ta’ala dengan ilmu-Nya yang Maha Tinggi dan hikmah-Nya yang Maha Sempurna menurunkan syariat-Nya kepada manusia untuk kebaikan dan kemaslahatan hidup mereka. Oleh karena itu, hanya dengan berpegang teguh kepada agama-Nyalah seseorang bisa merasakan kebahagiaan hidup yang hakiki di dunia dan akhirat.
Allâh Ta’ala berfirman:
Hai orang-orang beriman, penuhilah seruan Allâh dan seruan Rasul-Nya yang mengajak kamu kepada suatu
yang memberi (kemaslahatan)[2] hidup bagimu
 (Qs al-Anfâl/8:24)
Imam Ibnul Qayyim rahimahullâh berkata:
“(Ayat ini menunjukkan) bahwa kehidupan yang bermanfaat hanya didapatkan dengan memenuhi seruan Allâh Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallâhu ‘Alaihi Wasallam. Maka, barang siapa tidak memenuhi seruan Allâh Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallâhu ‘Alaihi Wasallam, dia tidak akan merasakan kehidupan (yang baik) meskipun fisiknya hidup, sebagaimana binatang yang paling hina. Jadi, kehidupan baik yang hakiki adalah kehidupan seorang dengan memenuhi seruan Allâh Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallâhu ‘Alaihi Wasallam secara lahir maupun batin”[3].
Allâh Ta’ala berfirman:
“Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Rabbmu dan bertaubat kepada-Nya. (Jika kamu mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik kepadamu (di dunia) sampai kepada waktu yang telah ditentukan dan Dia akan memberi kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya (di akhirat nanti)” (Qs Hûd/11:3)
Dalam mengomentari ayat-ayat di atas, Imam Ibnul Qayyim rahimahullâh mengatakan:
“Dalam ayat-ayat ini Allâh Ta’ala menyebutkan bahwa Dia akan memberikan balasan kebaikan bagi orang yang berbuat kebaikan dengan dua balasan: balasan (kebaikan) di dunia dan balasan (kebaikan) di akhirat. [4]
SIKAP SEORANG MUKMIN DALAM MENGHADAPI MASALAH
Seorang Mukmin dengan ketakwaannya kepada Allâh Ta’ala, memiliki kebahagiaan yang hakiki dalam hatinya, sehingga masalah apapun yang dihadapinya di dunia ini tidak akan membuatnya mengeluh atau stres, apalagi berputus asa. Hal ini disebabkan keimanannya yang kuat kepada Allâh Ta’ala membuat dia yakin bahwa apapun ketetapan yang Allâh Ta’ala berlakukan untuk dirinya maka itulah yang terbaik baginya.
Dengan keyakinannya ini pula Allâh Ta’ala akan memberikan balasan kebaikan baginya berupa ketenangan dan ketabahan dalam jiwanya. Inilah yang dinyatakan oleh Allâh Ta’ala dalam firman-Nya:
Tidak ada sesuatu musibah pun yang menimpa (seseorang) kecuali denga izin Allâh; barang siapa yang beriman kepada Allâh, niscaya Dia akan memberi petunjuk ke (dalam) hatinya. Dan Allâh Maha Mengetahui segala sesuatu
(Qs at-Taghâbun/64:11)
Imam Ibnu Katsîr rahimahullâh berkata:
“Maknanya: seseorang yang ditimpa musibah dan dia meyakini bahwa musibah tersebut merupakan ketentuan dan takdir Allâh Ta’ala, kemudian dia bersabar dan mengharapkan (balasan pahala dari Allâh Ta’ala), disertai (perasaan) tunduk berserah diri kepada ketentuan Allâh Ta’ala tersebut, maka Allâh Ta’ala akan memberikan petunjuk ke (dalam) hatinya dan menggantikan musibah dunia yang menimpanya dengan petunjuk dan keyakinan yang benar dalam hatinya, bahkan bisa jadi Allâh Ta’ala akan menggantikan apa yang hilang darinya dengan sesuatu yang lebih baik baginya.”[5]
Inilah sikap seorang Mukmin yang benar dalam menghadapi musibah yang menimpanya.
Meskipun Allâh Ta’ala dengan hikmah-Nya yang Maha Sempurna telah menetapkan bahwa musibah itu akan menimpa semua manusia, baik orang yang beriman maupun orang kafir, akan tetapi orang yang beriman memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki oleh orang kafir, yaitu ketabahan dan pengharapan pahala dari Allâh Ta’ala dalam menghadapi musibah tersebut. Dan tentu saja semua ini akan semakin meringankan beratnya musibah tersebut bagi seorang Mukmin.
Dalam menjelaskan hikmah yang agung ini, Ibnul Qayyim rahimahullâh mengatakan:
“Sesungguhnya semua (musibah) yang menimpa orang-orang yang beriman dalam (menjalankan agama) Allâh Ta’ala senantiasa disertai dengan sikap ridha dan ihtisâb (mengharapkan pahala dari-Nya). Kalaupun sikap ridha tidak mereka miliki maka pegangan mereka adalah sikap sabar dan ihtisâb. Ini (semua) akan meringankan beratnya beban musibah tersebut. Karena, setiap kali mereka menyaksikan (mengingat) balasan (kebaikan) tersebut, akan terasa ringan bagi mereka menghadapi kesusahan dan musibah tersebut.
Adapun orang-orang kafir, mereka tidak memiliki sikap ridha dan tidak pula ihtisâb. Kalaupun mereka bersabar (menahan diri), maka (tidak lebih) seperti kesabaran hewan-hewan (ketika mengalami kesusahan).
Sungguh Allâh Ta’ala telah mengingatkan hal ini dalam firman-Nya yang artinya:
”Janganlah kamu berhati lemah dalam mengejar mereka (musuhmu). Jika kamu menderita kesakitan, maka sesungguhnya merekapun menderita kesakitan (pula), sebagaimana kamu menderitanya, sedang kamu mengharap dari Allâh apa yang tidak mereka harapkan” (Qs an-Nisâ/4:104).
Jadi, orang-orang Mukmin maupun kafir sama-sama menderita kesakitan, akan tetapi orang-orang Mukmin teristimewakan dengan pengharapan pahala dan kedekatan dengan Allâh Ta’ala.”[6]
HIKMAH COBAAN
Di samping sebab-sebab di atas, ada lagi faktor lain yang bisa meringankan semua kesusahan yang dialami seorang Mukmin di dunia ini, yaitu merenungi dan menghayati hikmah-hikmah agung yang Allâh Ta’ala jadikan dalam setiap ketentuan yang terjadi pada hamba-hamba-Nya yang beriman dan bertakwa. Dengan merenungi hikmah-hikmah tersebut, seorang Mukmin akan semakin yakin bahwa semua cobaan yang menimpanya pada hakikatnya adalah kebaikan bagi dirinya, untuk menyempurnakan keimanannya dan semakin mendekatkan diri-Nya kepada Allâh Ta’ala.
Semua ini, di samping akan semakin menguatkan kesabarannya, juga akan membuatnya selalu bersikap husnuzh zhann (berbaik sangka) kepada Allâh Ta’ala dalam semua musibah dan cobaan yang menimpanya.
Dengan sikap ini, Allâh Ta’ala akan semakin melipatgandakan balasan kebaikan baginya, karena Allâh Ta’ala memperlakukan seorang hamba sesuai dengan persangkaan hamba tersebut kepada-Nya, sebagaimana firman-Nya dalam sebuah hadits qudsi yang artinya:
“Aku (akan memperlakukan hamba-Ku) sesuai dengan persangkaannya kepada-Ku”.[7]
Maknanya: Allâh Ta’ala akan memperlakukan seorang hamba sesuai dengan persangkaan hamba tersebut kepada-Nya, dan Dia akan berbuat pada hamba-Nya sesuai dengan harapan baik atau buruk dari hamba tersebut, maka hendaknya hamba tersebut selalu menjadikan baik persangkaan dan harapannya kepada Allâh Ta’ala.[8]
Di antara hikmah yang agung tersebut adalah:
1.
Allâh Ta’ala menjadikan musibah dan cobaan tersebut sebagai obat pembersih untuk mengeluarkan semua kotoran dan penyakit hati yang ada pada hamba-Nya. Kalau seandainya kotoran dan penyakit tersebut tidak dibersihkan maka dia akan celaka (karena dosa-dosanya), atau minimal berkurang pahala dan derajatnya di sisi Allâh Ta’ala. Jadi musibah dan cobaanlah yang membersihkan penyakit-penyakit itu, sehingga hamba tersebut meraih pahala yang sempurna dan kedudukan yang tinggi di sisi Allâh Ta’ala[9].
2.Allâh Ta’ala menjadikan musibah dan cobaan tersebut sebagai sebab untuk menyempurnakan penghambaan diri dan ketundukan seorang Mukmin kepada-Nya, karena Allâh Ta’alamencintai hamba- Nya yang selalu taat beribadah kepada-Nya dalam semua keadaan, susah maupun senang.[10]Inilah makna sabda Rasûlullâh Shallallâhu ‘Alaihi Wasallam :
“Sungguh mengagumkan keadaan seorang Mukmin, semua keadaannya (membawa) kebaikan (untuk dirinya), dan ini hanya ada pada seorang Mukmin; jika dia mendapatkan kesenangan dia akan bersyukur, maka itu adalah kebaikan baginya, dan jika dia ditimpa kesusahan dia akan bersabar, maka itu adalah kebaikan baginya.”[11]
3.Allâh Ta’ala menjadikan musibah dan cobaan di dunia sebagai sebab untuk menyempurnakan keimanan seorang hamba terhadap kenikmatan sempurna yang Allâh Ta’ala sediakan bagi hamba-Nya yang bertakwa di surga kelak. Inilah keistimewaan surga yang sangat jauh berbeda keadaannya dengan dunia Allâh Ta’ala menjadikan surga-Nya sebagai negeri yang penuh kenikmatan yang kekal abadi, serta tidak ada kesusahan dan penderitaan padanya selamanya. Sehingga kalau seandainya seorang hamba terus-menerus merasakan kesenangan di dunia, maka tidak ada artinya keistimewaan surga tersebut, dan dikhawatirkan hatinya akan terikat kepada dunia, sehingga lupa untuk mempersiapkan diri menghadapi kehidupan yang kekal abadi di akhirat nanti.[12]Inilah di antara makna yang diisyaratkan dalam sabda Rasûlullâh Shallallâhu ‘Alaihi Wasallam :
”Jadilah kamu di dunia ini seperti orang asing atau orang yang sedang melakukan perjalanan.”[13]
PENUTUP
Sebagai penutup, ada sebuah kisah yang disampaikan oleh imam Ibnul Qayyim rahimahullâh tentang gambaran kehidupan guru beliau, imam Ahlus sunnah wal jama’ah di jamannya, yaitu Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullâh. Kisah ini memberikan pelajaran berharga kepada kita tentang bagaimana seharusnya seorang Mukmin menghadapi cobaan dan kesusahan yang Allâh Ta’ala takdirkan bagi dirinya. Ibnul Qayyim rahimahullâh berkata:
“Dan Allâh Ta’ala yang Maha Mengetahui bahwa aku tidak pernah melihat seorang pun yang lebih bahagia hidupnya daripada beliau (Ibnu Taimiyyah rahimahullâh). Padahal kondisi kehidupan beliau sangat susah, jauh dari kemewahan dan kesenangan duniawi, bahkan sangat memprihatinkan. Ditambah lagi dengan (siksaan dan penderitaan yang beliau alami di jalan Allâh Ta’ala), yang berupa (siksaan dalam) penjara, ancaman dan penindasan (dari musuh-musuh beliau). Tapi di sisi lain (aku mendapati) beliau adalah termasuk orang yang paling bahagia hidupnya, paling lapang dadanya, paling tegar hatinya serta paling tenang jiwanya.
Terpancar pada wajah beliau sinar keindahan dan kenikmatan hidup (yang beliau rasakan). Dan kami (murid-murid Ibnu Taimiyyah rahimahullâh), jika ditimpa perasaan takut yang berlebihan, atau timbul (dalam diri kami) prasangka-prasangka buruk atau (ketika kami merasakan) kesempitan hidup, kami (segera) mendatangi beliau (untuk meminta nasehat).
Dengan hanya memandang (wajah) beliau dan mendengarkan ucapan (nasehat) beliau, serta merta hilang semua kegundahan yang kami rasakan dan berganti dengan perasaan lapang, tegar, yakin dan tenang.”[14]
[1]
Tafsîr Ibnu Katsîr (5/342- cet Dâru Thayyibah).
[2]Lihat Tafsîr Ibnu Katsîr (4/34).
[3]Kitab Al-Fawâ-id (hal 121- cet. Muassasatu Ummil Qura’)
[4]Al-Wâbilush Shayyib (hal 67- cet. Dârul Kitâbil ‘Arabi).
[5]Tafsîr Ibnu Katsîr (8/137)
[6]Ighâtsatul Lahfân (hal 421-422 – Mawâridul Amân)
[7]HR al-Bukhâri (no 7066- cet. Dâru Ibni Katsîr) dan Muslim (no 2675)
[8]Lihat kitab Faidhul Qadîr (2/312) dan Tuhfatul Ahwadzi (7/53)
[9]Lihat keterangan Imam Ibnul Qayyim dalam Ighâtsatul Lahfân (hal 422 – Mawâridul Amân)
[10]Lihat keterangan Imam Ibnul Qayyim rahimahullâh dalam Ighâtsatul Lahfân (hal 424 – Mawâridul Amân)
[11]HR Muslim (no 2999)
[12]Lihat keterangan Imam Ibnul Qayyim dalam Ighâtsatul lahfân (hal 423 – Mawâridul amân), dan imam Ibnu Rajab dalam Jâmi’ul ‘Ulûmi wal Hikam (hal 461- cet. Dâr Ibni Hazm).
[13]HR al-Bukhâri (no. 6053)
[14]Kitab Al-Wâbilush Shayyib (hal 67- cet. Dârul Kitâbil ‘Arabi)


Pernikahan Rasulullah Dengan Khadijah Radhiallahu’anha

Ketika Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam kembali ke Mekkah dari perjalanan dagangnya ke Syam, Khadijah Radhiallahu’anha melihat Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam sangat amanah dalam mengelola dagangannya dan ia juga melihat keberkahan besar dalam daganganya yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Selain itu, budak lelaki Khadijah yang bernama Maisarah, juga mengabarkan kepadanya mengenai pembawaan Rasulullah yang lembut, sifat-sifat beliau yang mulia, ketajaman berpikir, perkataan yang jujur, metode beliau yang amanah.
Maka Khadijah pun seakan menemukan sosok pria yang didambakannya selama ini. Padahal banyak sekali para tokoh dan pembesar kaum yang berusaha untuk menikahinya, namun Khadijah menolak semuanya. Lalu Khadijah pun mencurahkan perasaannya tersebut kepada sahabatnya yang bernama Nafisah binti Muniyyah, dan Nafisah pun segera pergi kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam membeberkan niatan Khadijah tersebut dan menganjurkan Rasulullah untuk menikahinya. Beliau pun menyetujuinya dan membicarakan hal ini dengan paman-paman beliau. Kemudian Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam pun mendatangi paman Khadijah dan melamar Khadijah. Tidak lama setelah itu, pernikahan pun dilangsungkan. Akad pernikahan ini dihadiri oleh para keluarga dari kalangan Bani Hasyim dan para pembesar kabilah Mudhar. Dalam pernikahan ini, Rasulullah memberikan mahar berupa 20 ekor unta muda. Pernikahan ini terjadi setelah dua bulan Rasulullah kembali dari Syam.

Usia Khadijah Ketika Menikah

Ada beberapa pendapat dikalangan para ahli sejarah mengenai usia Khadijah ketika beliau menikah dengan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam. Yang masyhur diantaranya yaitu pendapat yang mengatakan beliau menikah pada usia 40 tahun dan pendapat yang mengatakan beliau menikah pada usia 28 tahun.
Pendapat yang menyatakan 40 tahun, berdasarkan riwayat yang dikeluarkan Ibnu Sa’ad dalam Ath Thabaqah:
أخبرنا محمد بن عمر، أخبرنا المنذر بن عبد الله الحزامي، عن موسى بن عقبة عن أبي حبيبة، مولى الزبير قال: سمعت حكيم بن حزام يقول: تزوج رسول الله صلى الله عليه وسلم خديجة وهي ابنة أربعين سنة، ورسول الله صلى الله عليه وسلم ابن خمس وعشرين سنة
“Muhammad bin Umar (Al Waqidi) menuturkan kepadaku, Al Mundzir bin Abdillah Al Hizami menuturkan kepadaku, dari Musa bin ‘Uqbah, dari Abu Habibah maula Az Zubair, ia berkata: aku mendengar Hakim bin Hizam mengatakan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam menikah dengan Khadijah ketika Khadijah berusia 40 tahun sedangkan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam berusia 25 tahun”.
riwayat ini lemah karena Muhammad bin Umar (Al Waqidi) statusnya matruk.
Pendapat yang menyatakan 28 tahun, berdasarkan riwayat yang dikeluarkan Ibnu Sa’ad dalam Ath Thabaqah:
أخبرنا هشام بن محمد بن السائب، عن أبيه، عن أبي صالح عن ابن عباس قال: كانت خديجة يوم تزوجها رسول الله صلى الله عليه وسلم ابنة ثمان وعشرين سنة
“Hisyam bin Muhammad bin As Sa-ib menuturkan kepadaku, dari ayahnyam dari Abu Shilah dari Ibnu ‘Abbas ia berkata: Khadijah berusia 28 tahun ketika Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam menikahinya”.
riwayat ini juga lemah karena Hisyam bin Muhammad bin As Sa-ib statusnya matruk.
dan para ulama mengatakan bahwa tidak ada riwayat yang shahih yang mengabarkan dengan jelas tentang usia Khadijah ketika beliau menikah dengan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam [1]. Namun Syaikh Shafiyurrahman Al Mubarakfuri merajihkan pendapat yang menyatakan 40 tahun, wallahu’alam.

Keutamaan Khadijah Radhiallahu’anha

Diantara keutamaan beliau adalah semua putra-putri Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam berasal dari rahim Khadijah, kecuali Ibrahim. Mereka adalah:
  1. Al Qasim (nama kun-yah Rasulullah, yaitu Abul Qasim, menggunakan nama beliau)
  2. Zainab
  3. Ruqayyah
  4. Ummu Kultsum
  5. Fathimah
  6. Abdullah (laqb-nya / julukan beliau adalah ath thayyib dan ath thahir)
semua putra Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam wafat ketika masih anak-anak. Sedangkan semua putri beliau semuanya hidup di masa penyebaran Islam, semuanya memeluk Islam, dan semuanya ikut berhijrah. Namun semuanya wafat ketika Rasulullah Shalallahu’alaihi Wasallam masih hidup, kecuali Fathimah, yang wafat 6 bulan setelah beliau wafat.
Keutamaan Khadijah yang lain adalah bahwa beliau merupakan wanita pertama yang dinikahi Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam. Rasulullah tidak menikahi wanita lain sampai Khadijah wafat.
Khadijah radhiallahu’anha juga merupakan wanita paling mulia di zamannya secara mutlak. Rasulullah Shalallahu’alaihi Wasallam bersabda:
خَيْرُ نِسَائِهَا مَرْيَمُ ابْنَةُ عِمْرَانَ وَخَيْرُ نِسَائِهَا خَدِيجَةُ
Wanita terbaik ialah Maryam putri Imran dan Khadijah” (HR Al Bukhari 3432, Muslim 2430).
Khadijah radhiallahu’anha merupakan wanita yang paling dicintai oleh Rasulullah setelah ‘Aisyah radhiallahu’anha. Bahkan besarnya cinta Rasulullah kepada Khadijah sering kali membuat Aisyah cemburu, beliau berkata:
ما غرتُ على نساءِ النبيِّ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ إلا على خديجةَ . وإني لم أُدركها . قالت : وكان رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ إذا ذبح الشاةَ فيقول ” أرسلوا بها إلى أصدقاءِ خديجةَ ” قالت ، فأغضبتُه يومًا فقلتُ : خديجةُ ؟ فقال رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ ” إني قد رُزِقْتُ حُبَّها “
“Aku tidak pernah merasa cemburu terhadap istri-istri Nabi melebihi kecemburuanku terhadap Khadijah. Padahal aku belum pernah berjumpa dengannya. Biasanya ketika beliau menyembelih kambing, beliau memerintakan: “bagikanlah daging kambing ini kepada teman-teman Khadijah“. Suatu hari, kecemburuanku membuat beliau marah. Kataku, “Khadijah?” beliau lalu mengatakan, “Aku dikaruniai rasa cintah kepadanya” (HR Al Bukhari 3818, Muslim 2435).

Khutbah Abu Thalib Ketika Melamar Khadijah Untuk Rasulullah

Abu Thalib mengatakan:
الحمد لله الذي جعلنا من زرع إبراهيم، وذرية إسماعيل، وضئضيء معدّ، وعنصر مضر، وجعلنا حضنة بيته، وسوّاس حرمه، وجعله لنا بيتا محجوجا، وحرما آمنا، وجعلنا حكام الناس. ثم إن ابن أخي هذا محمد بن عبد الله لا يوزن به رجل من قريش إلا رجح عليه برا، وفضلا، وكرما، وعقلا، ومجدا، ونبلا، وإن كان في المال قلّ، فإن المال ظل زائل، وأمر حائل، وعارية مسترجعة، وهو والله بعد هذا له نبأ عظيم، وخطر جليل! وله في خديجة بنت خويلد رغبة، ولها فيه مثل ذلك، وما أحببتم من الصداق فعليّ
Segala puji bagi Allah yang menjadikan kita sebagai keturunan Nabi Ismail, sebagai anak cucu Ma’ad, sebagai keturunan Mudhar, sebgai penjaga Baitullah, pengawal tanah Haram-Nya, yang tanah ini menjadi tempat ibadah haji, yang suci dan aman, dan menjadikan kita hakim bagi manusia. Ini anak saudaraku, Muhammad bin Abdillah, jika ditimbang dengan laki-laki manapun juga, maka ia lebih berat dari mereka semua kebaikannya, keutamaannya, kemuliaannya, akalnya, kedermawanannya, dan kebijaksaannya.Meskipun hartanya sedikit, namun harta itu adalah bayang-bayang yang akan hilang dan sesuatu yang cepat perginya serta merupakan pinjaman yang akan dikembalikan. Dia ini, demi Allah, telah ada kabar baik tentangnya dan ia memiliki kedudukan yang mulia di tengah masyarakat. Ia menyukai Khadijah binti Khuwailid, begitu juga sebaliknya. Dan mahar apa yang kalian sukai, saya yang akan menanggungnya.[2]

Referensi:
  • Rahiqul Makhtum, Syaikh Shafiyurahman Al Mubarakfuri, hal 13-15, Asy Syamilah
  • Shahih Sirah Nabawiyah, Syaikh Al Albani, hal 38
  • Islamweb.Net

Catatan Kaki
[2] Rahiqul Makhtum (hal. 15)
Penyusun: Yulian Purnama
Artikel Muslim.Or.Id

Inilah Nama-Nama Bulan dalam Kalender Islam Beserta Artinya

Dalam Website resmi Taqwim Ummul Quro, kalender hijriyyah resmi yang digunakan di Arab Saudi, disebutkan bahwa arti nama-nama bulan hijriyyah sebagai berikut:
1. Muharrom (محرم الحرام)
Ini adalah bulan pertama dalam kelender Islam, dan Muharram termasuk dalam bulan-bulan suci. Dinamakan Muharram karena orang Arab mengharamkan berperang di bulan ini.
2. Shofar (ﺻﻔﺮ)
Dinamakan dengan Shofar karena perkampungan Arab Shifr (kosng) dari penduduk, karena mereka keluar untuk perang. Ada yang mengatakan bahwa dinamakan dengan Shofar karena dulunya bangsa Arab memerangi berbagai kabilah sehingga kabilah yang mereka perangi menjadi Shifr (kosong) dari harta benda.
3. Robi’ul Awwal (ﺭﺑﻴﻊ ﺍﻷﻭﻝ)
Dinamakan demikian karena saat penamaan bulan ini bertepatan dengan musim semi.
4. Robi’uts Tsani/Akhir (ﺭﺑﻴﻊ ﺍﻷﺧﻴﺮ / ﺭﺑﻴﻊ ﺍﻟﺜﺎﻧﻲ)
Dinamakan demikian karena bangsa Arab saat itu menggembalakan hewan ternak mereka pada rerumputan. Dan ada yang mengatakan bahwa dinamakan demikian karena bulan ini bertepatan dengan musim semi.
5. Jumadil Ula (جمادى الأولى)
Sebelum masa Islam dinamakan jumadi khomsah. Dinamakan Jumada karena saat penamaan bulan ini jatuh pada musim dingin, dimana air jumud (membeku)
6. Jumadil Akhiroh/Tsaniyah (جمادى الآخرة / ﺟﻤاﺪى ﺍﻟﺜﺎﻧﻲة)
Sebelum masa Islam dinamakan jumadi sittah. Dinamakan demikian karena saat penamaan bulan ini jatuh pada musim dingin juga
7. Rojab (ﺭﺟﺐ)
Rajab termasuk dalam bulan-bulan suci. Dinamakan bulan Rojab karena bangsa Arab melepaskan tombak dari besi tajamnya untuk menahan diri dari peperangan. Dikatakan: Rojab adalah menahan diri dari peperangan.
8. Sya’ban (ﺷﻌﺒاﻦ)
Dinamakan demikian karena bangsa Arab saat itu berpencar ke berbagai tempat untuk mencari air.
9. Romadhon (ﺭﻣﻀاﻦ)
Ini adalah bulan puasa bagi umat Islam. Dinamakan demikian karena panas ramdh mencapai puncaknya dan saat penamaan jatuh pada musim panas.Dimana periode ini disebut panas yang parah.
10. Syawwal (ﺷﻮﺍﻝ)
Di bulan inilah saat Idul Fitri. Dinamakan demikian karena saat itu unta betina kekurangan air susu.
11. Dzulqo’dah (ﺫﻭ ﺍﻟﻘﻌﺪة)
Bulan ini termasuk dalam bulan-bulan suci. Dinamakan demikian karena bangsa Arab duduk dan tidak berangkat untuk perang, karena bulan ini termasuk bulan haram yang tidak boleh perang.
12. Dzulhijjah (ﺫﻭ ﺍﻟﺤﺠة)
Di dalamnya terdapat musim haji dan Idul Adha. Bulan ini termasuk dalam bulan-bulan suci. Dinamakan demikian karena bangsa Arab melaksanakan ibadah haji di bulan ini.
ummulqura.org.sa

Download Ceramah Agama Islam Seputar Bulan Muharrom

Alhamdulillah, kita berada dipenghujung bulan Dzulhijjah beberapa hari kedepan akan kita masuki -insya Allah- bulan Muharram. Apa saja peristiwa penting yang terjadi pada bulan Muharram ini, Apa saja keutamaan bulan ini dan Amalan apa saja yang disyari’atkan di bulan ini? Disamping itu akan Anda temukan pula penjelasan tentang amalan dan aqidah sebuah kaum yang telah menyimpang jauh dari Islam, yang bahkan dikatakan bahwa mereka telah memiliki agamanya sendiri bukan lagi beragama Islam. Mereka itulah kaum Syi’ah Rafidhah penerus ajaran Ibnu Sauda’ alias Abdullah bin Saba’ Al-Yahudi.  Insya Allah akan kita dapatkan penjelasan tentang itu semua dalam rangkaian ceramah agama terkait bulan Muharram berikut ini :
JUDUL CERAMAH [KLIK UNTUK DOWNLOAD]PENCERAMAHUKURAN FILE
 Bincang-Bincang Seputar Bulan Muharram Ust. Abdullah Shaleh Hadhrami 13.73 Mb
 Hadits-Hadits Palsu Seputar Bulan Asyura Ust. Abdullah Shaleh Hadhrami 12.01 Mb
 Keutamaan Muharram dan Asyura [Ceramah 2008] Ust. Abdullah Shaleh Hadhrami 11.89 Mb
 Keutamaan Muharram dan Asyura [Ceramah 2009] Ust. Abdullah Shaleh Hadhrami 12.12 Mb
 Seputar Bulan Muharram dan Keutamaannya Ust. Abdullah Shaleh Hadhrami 13.60 Mb
 Puasa Asyura Ust. Zainal Abidin 13.73 Mb
 Pandangan Ahlussunnah Terhadap Kelakuan Orang Syi’ah di Hari Asyura Ust. Abdul Hakim Abdat 00.07 Mb
 Kupas Tuntas Amalan Bulan Muharram Ust. Abu Ubaidah 11.68 Mb
Sumber : Kajian.Net - http://abangdani.wordpress.com

Berdoa Hanya Kepada Allah Semata

Apa hukum berdoa kepada selain Allah?


Al-Hamdulillah. Allah Subhanahu wa Ta'ala dekat dengan para hamba-Nya. Allah mengetahui kedudukan mereka, mengabulkan permohonan mereka dan tidak adasedikitpun urusan mereka yang tidak Dia ketahui.
"Sesungguhnya bagi Allah tidak ada satupun yang tersembunyi di bumi dan tidak (pula) di langit." (QS. Ali Imran : 5)
Hanya Allah semata yang menciptakan kita dan memberi rezeki kepada kita. Di tangan-Nya jua-lah kekuasaan, dan Dia berkuasa atas segala sesuatu. Firman Allah:
"Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada di dalamnya; dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu." (QS. Al-Maa-idah : 120)
Di tangan Allah-lah segala kebaikan. Apabila Allah memberikan perintah dalam Kitab-Nya atau melalui lisan Rasul-Nya, harus ditaati dan dituruti. Firman Allah:
"Hai orang-orang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu, dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya, dan sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan." (QS. Al-Anfaal : 24)
Allah yang Maha Kuasa dapat mendengar doa para hamba-Nya di setiap tempat dan waktu dengan pelbagai kebutuhan dan bercorak ragam bahasa mereka. Sebagaimana firman Allah:
"Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang mendoa apabila ia berdoa kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)-Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran." (QS. Al-Baqarah : 186)
Allah telah memerintahkan kita untuk berdoa kepada-Nya dengan suara perlahan, dengan tunduk dan pasrah. Firman Allah:
"Berdo'alah kepada Rabbmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.." (QS. Al-A'raaf : 55)
Allah Subhanahu wa Ta'ala memiliki segala kekuasaan dan segala pujian. Dan Allah juga menguasai segala sesuatu. Langit dan bumi serta segala yang terdapat di dalamnya bertasbih kepada Allah, sebagaimana firman Allah:
"Berdo'alah kepada Rabbmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.." (QS. Al-Israa : 44)
Allah telah mengancam orang-orang yang takkabur dan enggan beribadah serta berdoa kepada-Nya dengan Neraka Jahannam. Firman Allah:
"Dan Rabbmu berfirman:"Berdo'alah kepada-Ku,niscaya akan Ku-perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk naar Jahannam dalam keadaan hina dina." (QS. Al-Mukmin : 60)
Berdoa kepada Allah harus dengan cara yang disyariatkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Di antaranya berdoa kepada Allah dengan menjadikan Asma Allah Al-Husna sebagai perantara.
"Hanya milik Allah asma-ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asma-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan." (QS. Al-A'raaf ; 180)
Misalnya kita ucapkan: "Wahai Ar-Rahman (yang Maha Pengasih) kasihanilah kami; wahai Al-Ghafur (Yang Maha Pengampun) ampunilah kami; wahai Ar-Razzaq (Yang Maha Memberi rezeki, berikan rezeki kepada kami," dan sejenisnya.
Apabila seorang hamba berdoa kepada Allah, terkadang Allah memberikan apa yang dia mohon, dan terkadang Allah menghindarikan dirinya dari bahaya yang lebih besar daripada permohonan yang dia minta; atau bisa jadi Allah menyimpan pahala doanya itu hingga Hari Akhir nanti. Karena Allah memerintahkan berdoa dan berjanji akan mengabulkannya. Allah berfirman:

"Dan Rabbmu berfirman:"Berdo'alah kepada-Ku,niscaya akan Ku-perkenankan bagimu." (QS. Al-Mukmin : 60)
Allah memerintahkan kita untuk beribadah kepada-Nya semata, dan memperingatkan kita agar tidak beribadah kepada syetan. Allah berfirman:
"Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu hai Bani Adam supaya kamu tidak menyembah syaitan? Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagi kamu.. Dan hendaklah kamu menyembah-Ku. Inilah jalan yang lurus." (QS. Yaasin : 60-61)
Berdoa kepada selain Allah untuk memenuhi kebutuhan atau menolak bala atau untuk mencari kesembuhan dari penyakit kesemuanya dapat mengotori akal dan membutakan mata hati. Allah berfirman:
"Katakanlah: "Apakah kita akan menyeru selain daripada Allah, sesuatu yang tidak dapat mendatangkan kemanfaatan kepada kita dan tidak (pula) mendatangkan kemudharatan kepada kita dan (apakah) kita akan dikembalikan ke belakang sesudah Allah memberi petunjuk kepada kita.." (QS. Al-An'aam : 71)
Sesungguhnya berdoa kepada dzat yang tidak dapat memberikan manfaat dan mudharrat, yang tidak mampu memerintah dan melarang, tidak mampu mendengar dan tidak mampu memperkenankan doa, baik itu dari kalangan para nabi dan rasul, jin atau malaikat, bintang-bintang atau benda langit lainnya, pepohonan dan bebatuan serta orang-orang yang sudah mati, kesemuanya adalah kezhaliman yang besar, merupakan kesesatan dari jalan yang lurus dan perbuatan syirik terhadap Allah yang Maha Agung. Allah berfirman:
"Dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi manfa'at dan tidak (pula) memberi mudharat kepadamu selain Allah; sebab jika kamu berbuat (yang demikian itu) maka sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang zhalim". (QS. Yunus : 106)
Juga firman Allah:
"Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang menyembah sesembahan selain Allah yang tiada dapat memperkenankan (do'anya) sampai hari kiamat dan mereka lalai dari (memperhatikan) do'a mereka." (QS. Al-Ahqaaf : 5)
Berdoa kepada selain Allah adalah perbuatan syirik dan merupakan dosa besar, bahkan dosa terbesar. Segala bentuk dosa bisa diampuni oleh Allah bagi siapa yang Allah kehendaki, kecuali dosa syirik. Sebagaimana firman Allah:
"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya." (QS. An-Nisaa : 48)
Pada Hari Kiamat nanti Allah akan mengumpulkan orang-orang musyrik dan setiap orang yang beribadah kepada-Nya, namun para sesembahan tersebut akan berlepas diri dari mereka, bahkan mengingkari penyembahan mereka. Allah berfirman:
"Dan orang-orang yang kamu seru (sembah) selain Allah tiada mempunyai apa-apa walaupun setipis kulit ari. ( Jika kamu menyeru mereka, mereka tiada mendengar seruanmu; dan kalau mereka mendengar, mereka tidak dapat memperkenankan permintaanmu.Dan di hari kiamat mereka akan mengingkari kemusyrikanmu dan tidak ada yang dapat memberikan keterangan kepadamu sebagai yang diberikan oleh Yang Maha Mengetahui. (Hai manusia, kamulah yang berkehendak kepada Allah; dan Allah Dia-lah Yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji." (QS. Al-Faathir : 13-15)
Dari kitab Ushul Ad-Dienil Islami oleh Syaikh Muhammad bin Ibrahim At-Tuwaijiri

Murottal Quran 30 Juz Sheikh Maahir Al Mu'ayqali

Shalat Tepat Waktu !

KOLEKSI CERAMAH MP 3

Popular Posts

Blog Archive

Diberdayakan oleh Blogger.

Al Qur'anku

Mushaf Al Qur'an

Jazakumullah Khayran

Daftar Isi

Al Qur'an dan Murotal

TvQuran

Kajian Ilmu Tajwid