MERASAKAN KEIMANANNYA TURUN DAN BERAT DALAM BERIBADAH

Saya seorang yang taat beragama sejak beberapa tahun yang lalu. Namun sejak sepuluh bulan yang lalu saya merasa akal dan hati saya telah tercabut keimanan dan kemauannya. Perasaan ini sangat menyiksa saya, sehingga saya berkata dalam hati bahwa saya terkena gangguan setan atau semacam itu dan akan hilang apabila masuk bulan Ramadan. Namun ternyata hal itu tidak hilang, sehingga saya harus bersusah payah melakukan shalat malam dan berupaya memperbanyak bacaan Al-Quran walaupun persaan ragu-ragu tersebut selalu muncul. Kini kondisi saya semakin menurun, baik dari sisi sosial, intelektual, keluarga maupun agama. Hingga kin saya berada dalam azab karena sebab ini. Saya merasa bahwa saya tidak akan mendapatkan lagi iman yang sudah tercabut dari diri saya dan bahwa saya akan mengalami suul khatimah (akhir kehidupan yang buruk). Saya tidak tahu apa yang sesungguhnya menimpa saya dan apa solusi dan terapinya dan apakah keimanan saya akan kembali seperti semula atau saya akan mati dengan akhir yang buruk serta mendapatkan azab Allah. Terakhir, jangan lupakan saya dalam doa anda.

Alhamdulillah
Saudaraku seakidah, hendaknya harapan anda kepada Allah Ta’la tetap besar. Jangan sampai setan mendapatkan jalan menggoda  anda dengan berputus asa dari  rahmat Allah nan luas yang diberikan kepada para hamba-Nya yang beriman.
Perasaan  yang anda alami, bahwa akhir anda tidak sesuai dengan apa yang diinginkan oleh Allah Azza Wajalla, sesungguhnya dari bisikan dan godaan yang dihembuskan setan kepada hamba Allah untuk menebarkan fitnah agar dia lari dari agamanya. Dia mendatangi hamba yang saleh dan memberikan was-was bahwa amalan telah gugur atau dia beramal untuk selain Allah dan memperlihatkan amalannya kepada orang-orang agar mereka menyangka hal itu merupakan suatu kebaikan. Semuanya ini merupakan metode setan yang terulang terhadap hamba Allah, khususnya bagi orang yang terlihat padanya dampak istiqomah dan kebaikan –saya menyangka anda termasuk di antara golongan itu  dan saya tidak metazkiyah seorang pun kepada Allah- untuk menghalangi mereka dari hal itu semoga kita dilindungi oleh Allah darinya.
Akan tetapi anda wahai saudaraku, dituntut untuk semakin berharap dan memohon  kepada Allah yang (dapat) mengampuni semua dosa dan mengabulkan hamba yang berlindung dengan perlindungannya dan meminta pertolongan dengan kedudukan-Nya kerena Dia adalah Maha Pengasih, Maha Memaafkan dan Maha Kasih.
Hendaknya anda perlu memperbanyak amal sholeh, dengan bacaan Al-Qur’an, bersadaqah, mengingat Allah,  bersilaturahim dan lainnya. Kelemahan yang anda rasakan, juga sama dirasakan oleh orang lain. Ini masalah biasa, berapa banyak orang yang dahulunya dijadikan contoh dalam ketinggian samangatnya, kemudian semangatnya menurun pada rentan waktu lama. Kemudian semangatnya kembali karena keutamaan dari Allah.
Ingatlah sabda Nabi sallallahu’alaihi wa sallam:
" إِنَّ لِكُلِّ شَيْءٍ شِرَّةً وَلِكُلِّ شِرَّةٍ فَتْرَةً فَإِنْ كَانَ صَاحِبُهَا سَدَّدَ وَقَارَبَ فَارْجُوهُ وَإِنْ أُشِيرَ إِلَيْهِ بِالأَصَابِعِ فَلا تَعُدُّوهُ " رواه الترمذي 2453 وحسنه الألباني في صحيح الترمذي (1995) .
“Sesungguhnya pada segala sesuatu itu ada masasemangat. Dan pada kesemangatan itu ada (massa) kemalasan. Kalau orang yang dalam kondisi malas dapat menjaga keseimbangan (amalannya). Maka semoga mendapatkan kemenangan. Kalau dia (terlalu semangat dalam beramal sampai terkenal) dan ditunjuk. Maka dia jangan dimasukkan (golongan orang saleh).” (HR. Tirmizi, no. 2453 dihasankan oleh Al-Albany dalam Shahih Tirmizi, 1995)
Maksud dari kalimat ‘Inna Likulli Syain Syirroh' maksudnya sangat menjaga sesuatu dengan semangat dan berkeinginan melakukan kebaikan.
Kalimat 'Likulli Syirroh Fatrah' adalah disini (ada waktu) lemah dan tenang.
'Fain Shohibuhu saddada wa qoroba' maksudnya pemilik semangat amalannya tengah dan menjauhi dua kubu berlebih-lebihan dalam semangan dan terlalu turun dalam kelemahan.
'Faarjuhu' adalah harapan kemenangan darinya, karena kemungkinan dia dapat konsisten di tengah-tengah. Dan amalan yang paling disenangi Allah adalah yang paling langgeng.
'Wain Usyiro Bil Ashobi’ maksudnya bersemangat dan berlebihan dalam beramal sehingga sampai menjadi terkenal dalam beribadah dan zuhud.  Dan jadi orang terkenal yang ditunjuk
'Fala Ta’udduhu'  maksudnya jangan dihitung dan dimasukkan golongan orang-orang saleh karena dia (melakukan dengan) riya’. Tidak dikatakan jangan diharapkan, hal itu memberi isyarat bahwa terjatuh dan tidak memungkinkan mendapatkan apa yang telah terlewatkan.
(Kitab Tuhfatul Ahwadzi)
Perhatikan hadits ini, dan hubungkan dengan realita anda dan realita kebanyakan orang selain anda. Maka akan ada kemiripan yang jelas. Dalam hadits ini ada penjelasan yang terang bahwa seseorang dapat melewati fase semangat sekali, penerimaan yang kuat dan keinginan kuat yang sangat tinggi. Tiba-tiba melemah dan berikutnya semangat dan responnya menurun. Kalau sudah sampai pada fase ini, maka hendaknya dia harus sangat menjaga untuk tetap melakukan kewajiban dan menjauhi yang diharamkan. Kalau dia melakukan hal itu, maka ada harapan kemenangan dan kesinambungan. Kalau dia terjerumus yang dilarang, dan meninggalkan kewajiban, maka sungguh dia telah terjatuh dan merugi.
Maka hendaknya anda memperbanyak kembali kepada Allah, memohon ampunan-Nya, dan meminta kepada-Nya (agar bisa tetap) konsisten sampai meninggal dunia. Sebagaimana kami mewasiatkan kepada anda agar menjauhi yang diharamkan. Semoga Allah mengampuni dosa anda dan memudahkan urusan anda.
Sempai berjumpa lagi wassalam .

Soal Jawab Tentang Islam

Neraka ditutupi dengan syahwat, Surga ditutupi dengan hal 2 yang tak disenangi

Dan dari Abu Hurairah r.a. pula bahwasanya RasuluHah s.a.w. bersabda:
"Ditutupilah neraka dengan berbagai kesyahwatan - keinginan -dan ditutupilah syurga itu dengan berbagai hal yang tidak disenangi." (Muttafaq 'alaih)
Pemateri Ustadz Subhan Bawazier


Community Audio/abu arsya

3 Tahap Perluasan Masjidil Haram




TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Proyek perluasan Masjidil Haram akan dilakukan dengan tiga tahap, rencananya renovasi besar-besaran tersebut akan memakan waktu 3 tahun.
"44 persen tiang dirobohkan untuk memperluas kawasaan Tawaf di Masjidil Haram. Setelah rampung tahap pertama proyek ini ditambah lagi menjadi 35 ribu orang per jam," kata Duta Besar Arab Saudi Mustafa Bin Ibrahim Al Mubarak saat jumpa pers di kediamannya, Jalan Teuku Umar Nomor 36, Jakarta Pusat, Kamis (27/6/2013).
Mubarak menuturkan, sebelum musim haji datang pemerintah Saudi sudah dapat merampungkan tahap pertama.
"Namun tempat ini masih dalam pengerjaan. Terutama tempat tawaf, diharapkan sebelum musim haji tahap pertama sudah rampung. Tentunya acara jumpa pers ini memberikan gambaran apa yang terjadi di sana saat ini. Bahwa perluasan ini tujuannya demi kelancaran jamaah dunia," jelasnya.
Lebih lanjut dikatakan Mubarak, Pemerintah Arab Saudi berusaha penuh untuk mempercepat proyek ini. Untuk itu, secara pribadi dan atas nama pemerintah Arab Saudi pihaknya dengan resmi meminta maaf jika ada pengurangan kuota haji 20 persen di setiap negara.
"Pemerintah Arab Saudi mencurahkan segala kekuatanya untuk menyelesaikan proyek Masjidil Haram. Tentunya meningkatnya jumlah haji tentu membutuhkan perluasan tempat demi kelancaran dan keselamatan haji. Maka itu Pemerintah Arab memberikan keputusan ini," lanjutnya.
Menurutnya, jika proyek ini rampung, diharapkan dapat menampung jamaah haji 105 ribu per jam.
"Hasil perluasan itu selama tiga tahap secara keseluruhan akan menampung 105.000 haji per jam," katanya.
http://www.tribunnews.com

BAGAIMANAKAH MENDIDIK ANAK USIA DINI YANG BAIK

Seorang Ibu muda mengeluh tentang kelakuan anaknya yang terkadang lepas kontrol.  Tak hanya sekali, tapi sering terjadi apalagi di depan banyak orang. 

Contohnya, saat berbelanja di mall, tiba-tiba si anak menangis histeris tanpa jelas atau mengaduk-aduk barang yang sedang dipajang.  Gemas?  Marah?  Memang tidak mudah.  Perlunya mengetahui cara mendidik anak usia dini agar anak bisa bersosialisasi dan tumbuh kembang dengan baik.

Fase Pertumbuhan Anak

Fase pertumbuhan Anak usia dini memiliki tahapan yang berbeda-beda. Setidaknya, mengikuti perkembangan umurnya.  Tapi kemampuan dan kecepatan seorang anak untuk memahami dan tumbuh tidaklah sama. 

Cara mendidik anak usia dini ini harus terus diterapkan di setiap fase pertumbuhannya agar bisa terlihat potensi maupun kekurangan dari anak. Cara mendidik anak usia dini berdasarkan fase pertumbuhan anak, antara lain:

1. Anak Usia  0-1 Tahun
Saat baru dilahirkan, peran Ibu dalam mengasuh merupakan salah satu cara mendidik anak usia dini.  Mengajarkan bayi untuk dapat minum susu, baik dari ASI maupun dari botol, merupakan pola didikan yang alami.

Anak akan terbiasa untuk minum secara teratur dari botol.  Begitu pula saat mulai masuk ke proses tengkurap, berguling bahkan duduk dan berdiri, cara mendidik anak usia dini ini lebih banyak membutuhkan stimulus dan dorongan dari orang tua dan lingkungannya. 

2. Anak Usia  2-3 Tahun
Nah, saat anak usia ini mereka umumnya sudah bisa bertanya ini dan itu.  Cara mendidik anak usia dini fase ini dalah dengan membantu mereka lebih mengenal lagi lingkungan di sekitarnya. 

Mempekenalkan benda yang boleh dipegang dan yang berbahaya merupakan salah satu cara mendidik anak usia dini ini.  Perlunya kesabaran dan ketelatenan bagi orang tua dalam menjawab pertanyaan dan mengarahkan mereka dalam sesuatu hal yang baru.

3. Anak Usia  3-6 Tahun
Untuk umur 3 sampai 6 tahun adalah masa-masa dimana anak sudah mulai diperkenalkan dengan pendidikan formal dasar.  Mulai dari Play Group atau taman bermain, lalu Taman Kanak-kanak dan kemudian menjelang masuk Sekolah Dasar (SD).

Cara mendidik anak usia dini fase ini lebih mengarah kepada belajar dengan teknik “How to” atau bagaimana, jika, apabila, apa, siapa, dimana dan lainnya.  Fase ini mereka lebih banyak belajar dengan aktivitas yang lebih banyak.  Belajar sambil bermain adalah salah satu cara mendidik anak usia dini ini.

Harus Diketahui Oleh Orangtua

-Jangan Membentak Anak

-Jangan Memukul Anak

-Jangan Mendikte Anak

Lalu, bagaimanakah cara merancang masa depan si buah hati? Sebagian orangtua menyiapkan biaya pendidikan terbaik untuk anak. Orangtua kadang malah mengekang anak dengan terus-terusan menyuruhnya belajar. Ingat, dunia anak adalah dunia permainan dan imajinasi. Bebaskan mereka dan berilah kepercayaan agar suatu saat anak tumbuh menjadi pribadi yang berkualitas.

Untuk itu orang tua haruslah mulai sejak dini merancang pendidikan untuk anak mereka. Pada anak usia dini, mereka hanya mengenal kata bermain. Untuk itu orang tua haruslah memiliki kepandaian dan tingkat kreatifitas yang tinggi untuk meramu materi pelajaran yang hendak diberikan kepada anak mereka.

Mereka haruslah menemukan teknik tertentu dalam hal ini. Dengan teknik tertentu ini, maka anak tidak akan terasa bahwa mereka sedang belajar. Mereka tetap merasa bahwa mereka dalam keadaan bermain bukan belajar.

Di masa usia anak nol tahun pun sudah dapat diberikan banyak hal untuk pelajaran mereka. Dalam Islam, hal pertama yang harus ditanamkan sejak dini adalah masalah aqidah. Anak haruslah dibentuk untuk memiliki aqidah atau kepercayaan yang kuat dan kokoh mengenai siapa pencipta mereka, Rasul, malaikat serta surga dan neraka.

Orang tua harus benar-benar memberikan perhatian yang cukup besar terhadap hal ini sehingga memang nantinya anak akan memiliki aqidah yang kuat dan kokoh. Dengan aqidah yang kuat dan kokoh ini, akan menjadi landasan bagi mereka untuk menerima segala aturan yang ada di dalam Islam. Dengan aqidah yang kokoh ini juga akan membuat mereka mau melaksanakan segala aturan tersebut tanpa harus mempertanyakan atau menimbang-nimbang segala perkara yang ada di dalamnya.

Konsultasi anak akan menjadi sangatlah penting. Hal ini dilakukan agar orang tua mendapatkan gambaran yang jelas tentang apa yang sebaiknya mereka lakukan dan apa yang tidak boleh mereka lakukan.

Tentulah, setiap orang tua sudah memiliki gambaran tentang pola pendidikan yang akan mereka terapkan kepada anak-anak mereka. Semua ini dilandaskan pada pengetahuan dan pemahaman yang dimiliki oleh setiap orang tua.

Namun dengan konsultasi anak ini, setiap orang tua akan lebih mendapatkan gambaran nyata tentang pola pendidikan anak yang benar dan  dapat diterapkan. Mereka pun dapat pula untuk mengkombinasikan antara apa yang telah mereka rancang dengan apa yang ada dalam hasil konsultasi mereka.

Perhatikan Pola Asuh Anak

Selain itu, terdapat pula faktor di mana perbedaan tersebut ditimbulkan karena pola asuh orang tua pada waktu mereka masih balita. Contohnya: orang tua yang sewaktu kecilnya dididik dengan keras maka ia akan mendidik anaknya dengan keras pula. Orang tua yang sewaktu kecilnya dididik dengan manja maka ia akan mendidik anaknya dengan manja pula.

Namun, ada pula orang tua yang mendidik anak dengan cara yang berbeda dengan apa yang orang tua peroleh pada waktu kecilnya. Biasanya diakibatkan karena adanya trauma, kecewa dan tidak setuju atas apa yang dilakukan oleh orang tuanya, yang kemudian tidak ingin anaknya mengalami nasib yang sama.

Kepribadian orang tua akan mempengaruhi psikologis balita. Orang tualah yang menentukan pola interaksi orang tua dan anak, bahkan anak dan kawan-kawannya, anak dan lingkungannya. Perlu diingat bahwa anak memiliki sifat dan karakter yang berbeda dengan anak yang lain.

Oleh karena itu, orang tua harus menyesuaikan pola asuh yang seperti apa yang harus diterapkan kepada anak. Membangun dan menciptakan suasana yang damai dan aman adalah hal yang baik untuk membangun emosi, kecerdasan dan psikologis anak.

Perbedaan pola asuh antara satu kebudayaan dengan budaya yang lain akan menyebabkan perbedaan karakter dari anak-anak. Lihat saja bagaimana karakter bangsa Jepang yang tidak kenal lelah dan selalu bekerja keras, dibandingkan dengan karakter para pemimpin kita sekarang yang mengutamakan kehidupan yang serba enak tanpa melihat kerja keras rakyat kecil. Walaupun itu dicapai dengan cara yang menyimpang.

Mengasuh anak pada bidang keyakinan adalah suatu hal yang harus didahulukan oleh semua orang tua. Karena dengan pondasi keyakinan atau agama yang kuat akan sangat membantu anak-anak dalam membentuk kepribadian mereka. Seorang anak yang tidak mengenal halal dan haram akan senantiasa kebingungan dalam memenuhi keinginannya, sehingga berdampak negatif pada masa remaja dan dewasanya.

Kenalkanlah pada balita sejak dini tentang apa-apa yang dianjurkan dalam agama, dan apa saja yang dilarang dan dijauhi oleh keyakinan agamanya. Dengan pembiasaan ini maka anak akan terbiasa untuk mencari apa yang dihalalkan oleh agamanya, dan menjauhi larangan dalam agamanya.

Memang kehidupan yang serba bebas saat ini membuat was-was para orang tua tentang balita mereka di masa dewasanya. Melonjaknya tingkat kenakalan anak dan remaja akhir-akhir ini merupakan alarm bagi orang tua. Agar dapat lebih serius dalam membina dan mengasuh mereka di kehidupan keluarga.

Bagaimana sebenarnya mendidik anak secara islami itu ? Berikut beberapa tips mendidik anak secara Islam yang dapat Anda coba dan laksanakan. Beberapa tips yang dimaksud antara lain :

-Bersikap lembut kepada anak-anak sejak dini. Bukankan Islam itu agama yang lembut? Rasulullah pun mencontohkan kelembutan dalam Islam, sehingga dakwahnya mengena di hati orang-orang. Namun, di samping lembut, seharusnya kita juga harus tegas. Jangan sampai disalah artikan bahwa bersikap lembut sebagai bentuk sikap pengalah, selalu mengikuti keinginan anak. Padahal anak-anak dimanapun juga sama yaitu selalu mencari suasana dan kondisi yang paling menyenangkan, tak peduli apakah itu benar atau salah. Nah, disinilah diperlukan sikap tegas dari orang tua, sehingga anak-anak betah dalam suasana dan kondisi yang benar, dan akan merasa gerah ketika berada dalam suasana atau kondisi yang salah.

-Menjadi contoh yang baik untuk anak-anak kita. Segala macam hal yang membuat anak-anak kita baik adalah berasal dari orang tua yang baik, contoh yang baik, misalnya shalat tepat waktu. Lalu, jelaskan mengapa kita harus shalat? Mengapa lebih utama shalat tepat waktu? Rukun iman dan rukun islam itu sebenarnya bermakna sangat dalam. Hal-hal fundamental seperti ini merupakan bekal yang penting untuk anak-anak, agar mengetahui yang salah dan benar sejak dini, memiliki sikap toleran yang tinggi terhadap sesama.

-Membiasakan anak dengan perilaku yang Islami, dari hal yang sekecil-kecilnya. Misalnya, makan dan minum dengan tangan kanan, tidak berdiri atau sambil jalan, tidak menyandar, dan jangan lupa membaca doa. Jika pulang atau pergi dari rumah kita biasakan anak kita mengucapkan salam.

-Mengajarkan anak kita rajin menabung. Kenapa harus rajin menabung ? Ada dua hal atau manfaat langsung dari kebiasaan menabung yaitu mendidik anak agar tidak boros. Sehingga ketika dipercaya memiliki uang, tidak akan dihabiskan untuk jajan dan memenuhi hasrat syahwat atau keinginannya. Selain itu, pelajaran menabung berarti mengajari kepada anak sikap hidup hemat dan mengajarkan bahwa segala sesuatu itu harus dipersiapkan dengan matang.

-Mengajarkan anak kita suka berterima kasih atas sekecil apapun kebaikan yang orang berikan kepada kita. Pandai berterima kasih merupakan sikap mental yang baik, yang harus diajarkan sejak dini kepada anak-anak, sehingga sekecil apapun kenikmatan yang diberikan pada akhirnya akan terbiasa dengan senantiasa mengucapkan terima kasih.

-Mengajarkan anak kita untuk sopan kepada yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda.Ini juga merupakan sikap dasar yang perlu dikembangkan, agar anak terbiasa selalu menghormati kepada orang lain.

-Ajaklah anak kita untuk belajar di TPA (Taman Pendidikan Al-Quran) yang terdekat dari rumah sehingga anak kita bisa belajar saling berinteraksi antar sesama teman mereka.

-Ajak anak kita jalan-jalan atau tafakkur alam, melihat pemandangan alam, pantai, gunung, dan lain-lain, lalu kita ajarkan kepada mereka tentang sebuah kekuasaan Allah yang telah menciptakan alam semesta. Artinya, kita sedini mungkin mengenalkan bahwa Allah itu ada, Allah itu Tuhan kita.

-Kenalkan  bagaimana gambaran surga kepada anak kita agar dia termotivasi untuk melakukan amal kebaikan di mana pun dia berada.

-Ajak anak Anda ke panti asuhan dan sebagainya. Buatlah ia bersyukur karena memiliki orang tua yang masih utuh. Pancing emosinya untuk empati kepada sesama, juga untuk saling member kepada sesama.

http://mutiaraqurani.com

Sibukkan Hati dengan Aib Diri Sendiri

Tak ada manusia yang sempurna dalam segala hal. Selalu saja ada kekurangan. Boleh jadi ada yang bagus dalam rupa, tapi ada kekurangan dalam gaya bicara. Bagus dalam penguasaan ilmu, tapi tidak mampu menguasai emosi kalau ada singgungan. Kuat di satu sisi, tapi rentan di sudut yang lain.
Dari situlah seorang mukmin mesti cermat mengukur timbangan penilaian terhadap seseorang. Apa kekurangan dan kesalahannya. Kenapa bisa begitu. Dan seterusnya. Seperti apa pun orang yang sedang dinilai, keadilan tak boleh dilupakan. Walaupun terhadap orang yang tidak disukai. Yakinlah kalau di balik keburukan sifat seorang mukmin, pasti ada kebaikan di sisi yang lain.
Alloh I berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Alloh; menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Alloh, sesungguhnya Alloh Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Surat Al Maidah, ayat 8).
Sebelum memberi reaksi terhadap aib orang lain, lihatlah secara jernih seperti apa mutu diri sendiri. Lebih baikkah? , Atau, jangan-jangan lebih buruk. Dari situlah kita dapat menghindari penilaian secara sepihak terhadap orang lain.
Jangan Sebarkan Aib Saudaramu
Bagi kebanyakan orang, membicarakan aib, cacat, atau cela yang ada pada orang lain bukanlah perkara yang besar. Bahkan dimata mereka terbilang remeh, ringan dan begitu gampang meluncur dari lisan. Seakan akan obrolan tidak asyik bila tidak membicarakan kekurangan orang lain . ” Si Fulan begini dan begitu….”.

Perbuatan seperti ini selain tidak pantas/tidak baik menurut perasaan dan akal sehat kita, ternyata syariat yang mulia pun mengharamkannya bahkan menekankan untuk melakukan yang sebaliknya yaitu menutup dan merahasiakan aib orang lain.

Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wasallam bersabda:
وَ مَنْ سَتَرَ مُسْلِماً سَتَرَهُ اللهُ فِي الدُّنْياَ وَ الآخِرَةِ
“Dan barang siapa yang menutupi aib seorang muslim, Alloh akan menutupi aibnya di dunia dan di akhirat”(HR. Muslim)
Siapa yang tak mau keburukannya ditutupi oleh Dzat yang Maha Agung. Jika Alloh telah menutupi aib seseorang, maka tak akan ada satu makhluk hidup pun di dunia ini maupun di akhirat kelak, yang mampu mengetahui aibnya.
Yang perlu diingat, diri kita ini penuh dengan kekurangan, aib, cacat, dan cela. Maka sibukkan diri ini untuk memeriksa dan menghitung aib sendiri, niscaya hal itu sudah menghabiskan waktu tanpa sempat memikirkan dan mencari tahu aib orang lain. Lagi pula, orang yang suka mencari cari kesalahan orang lain untuk dikupas dan dibicarakan di hadapan manusia, Alloh I akan membalasnya dengan membongkar aibnya walaupun ia berada didalam rumahnya.

Abdulloh bin Umar rodhiallohu ‘anhu menyampaikan hadits:

” suatu hari Rosululloh shollalhu ‘alaihi wasallam naik ke atas mimbar, lalu menyeru dengan suara yang tinggi:

” Wahai sekalian orang yang mengaku berislam dengan lisannya dan iman itu belum sampai ke dalam hatinya. Janganlah kalian menyakiti kaum muslimin, janganlah menjelekkan mereka, jangan mencari cari aurot mereka. Karena orang yang suka mencari cari aurot saudaranya sesame muslim, Alloh akan mencari cari aurotnya. dan siapa yang dicari cari aurotnya oleh Alloh, niscaya Alloh akan membongkarnya walau ia berada di tengah tempat tinggalnya (HR. At Tirmidzi no. 2032, dihasankan Asy Syaikh dalam Ash Shahibul Musnad Mimma Laisa fish Shahihain, hadits no. 725. I/581)

Kenalilah Aib Diri Sendiri
Ketahuilah jika Alloh menghendaki kebaikan bagi seorang hamba, maka Ia menjadikan hamba itu melihat berbagai aib dirinya sendiri. Siapa yang memiliki bashirah (penglihatan dengan mata hati) yang tajam, akan melihat berbagai aib dirinya. Jika telah mengetahui aib-aib itu, maka ia akan dapat mengobatinya. Tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui aib-aib mereka. Seseorang dapat melihat kotoran kecil di mata saudaranya, tetapi tidak melihat anak hewan di matanya sendiri. Ada empat cara yang dapat ditempuh seseorang yang ingin mengetahui aib-aib dirinya.
Pertama, hendaknya ia duduk di hadapan seorang ‘alim, atau yang dipandang beragama baik, yang mengetahui berbagai macam aib jiwa dan jeli terhadap berbagai cacat yang tersembunyi. Kemudian hendaknya meminta kepada si ‘alim itu agar memberitahukan berbagai aib dirinya dan cara mengobatinya.
Kedua, hendaknya ia mencari seorang teman yang jujur, berilmu, dan kuat beragama. Kemudian ia menjadikan teman tersebut sebagai pengawas dirinya agar selalu memperhatikan berbagai keadaan dan perbuatannya. Lalu hendaknya ia meminta teman tersebut agar menunjukkan kepadanya berbagai akhlak tercela, tingkah laku yang tidak baik, dan aib-aib, baik yang dzahir maupun yang batin, yang dilakukannya. Hal inilah yang dilakukan oleh orang-orang cerdas dan pemimpin-pemimpin besar.
Umar t berkata: “Semoga Alloh mencurahkan rahmatNya kepada orang yang menunjukkan aib-aib diriku.”Ia bertanya kepada Salman mengenai aib dirinya. Ketika Salman datang kepadanya, Umar bertanya: “Perihal apa yang telah kamu dengar tentang diriku yang tidak kamu sukai?” Salman tidak bersedia mengatakannya, tetapi setelah dipaksa ia berkata: “Aku mendengar bahwa engkau menumpuk dua lauk dalam satu hidangan dan engkau memiliki dua pakaian, pakaian siang dan pakaian malam.” Umar bertanya lagi:“Apakah engkau mendengar selain itu?” Salman menjawab: “Tidak” Umar berkata: “Kedua hal itu telah aku tinggalkan.”
Semakin cerdas dan tinggi kedudukan seseorang, semakin sedikit pula rasa ‘ujub-nya. Tetapi hal ini pun saat ini sudah sangat langka. Jarang ada teman yang mau memberitahukan aib , dengan alasan menjaga kesetiaan kawan. Padahal sahabat yang sebenarnya, adalah ia yang selalu menunjukkan mana yang benar, mana yang salah, bukan yang selalu membenarkan setiap perbuatan.
Ketiga, hendaknya ia memanfaatkan lisan para musuhnya untuk mengetahui aib-aib dirinya sendiri. Karena pandangan kebencian mengungkapkan segala keburukan. Mungkin seseorang dapat lebih banyak mengambil manfaat dari musuh besar yang memberitahukan aib-aib dirinya ketimbang manfaat yang dapat diambil dari seorang teman yang selalu berbasa-basi, menyanjung, memuji, dan menyembunyikan aib-aibnya. Hanya saja, tabiat manusia cenderung tidak mempercayai musuh dan menilai pernyataannya sebagai kedengkian. Akan tetapi, seseorang yang mempunyai bashirah selalu mengambil manfaat dari perkataan musuhnya karena keburukan-keburukannya pasti tersebar melalui omongan mereka.
Keempat, hendaknya ia berinteraksi dengan masyarakat, lalu setiap hal yang dilihatnya sebagai perbuatan tercela di tengah kehidupan masyarakat, hendaknya ia menilai apakah sudah terbebas dari perbuatan tersebut. Karena seorang mukmin bagaikan cermin bagi saudaranya yang mukmin, sehingga ia dapat melihat aib-aib dirinya melalui aib-aib orang lain, dan ia dapat mengetahui perbuatan apa yang dibenci dan yang disukai. Jika semua orang meninggalkan apa yang mereka benci dari orang lain, niscaya mereka tidak memerlukan lagi seorang pendidik.

Apakah yang Akan Kamu Lakukan Untuk Esokmu?

MEMPERHATIKAN APA YANG DIPERBUAT
UNTUK HARI ESOK
Dalam kehidupan dunia ini akan berakhir dengan mempertanggung jawabkan semua amalan yang dilakukan di hadapan Allah. Baik buruknya kehidupan di akhirat adalah ditentukan baik dan buruknya seseorang tatkala di dunia. Karena keadaan yang demikian itulah Allah memperingatkan kepada manusia untuk memperhatikan hari esok, apa yang sudah dipersiapkan, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah berikut:
يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا اتَّقُوْا اللهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّاقَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوْا اللهَ إِنَّ اللهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُوْنَ
“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok, dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Al-Hasyr (59): 18).

Penjelasan ayat:
Banyak di kalangan muslimin yang menjadikan ayat di atas sebagai dalil: hendaknya seseorang mempunyai perencanaan untuk masa depannya atau rencana jangka panjang  (untuk hari tuanya). Pengertian yang seperti ini tidak sesuai dengan yang dikehendaki oleh Rasulullah saw. Sebab yang dimaksud dengan adanya hari esok adalah “hari kiamat”, bukan hari tua atau masa depan yang akan dilalui.

Kandungan surat Al-Hasyr ayat 18
Orang beriman disuruh bertaqwa kepada Allah swt. dan hendaknya memperhatikan amalan-amalan yang telah dikerjakan untuk hari akhir. Orang beriman disuruh memperhatikan amalannya, sudahkah amalannya sesuai dengan yang diajarkan oleh Rasulullah saw. atau belum? seberapakah amalan yang telah dikerjakan untuk hari akhir nanti.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan.
  1. Allah memperingatkan kepada orang beriman bahwa kehidupan dunia itu, sementara dan akan kembali ke alam baqa’.
  2. Keselamatan seseorang d iakhirat adalah dengan sebab taqwa dan amal sholeh, untuk itu Allah memperingatkan agar seseorang memperhatikan amalannya seberapa banyak yang sudah dipersiapakan untuk hari esok.
  3. Masing-masing di antara manusia akan bertanggung jawab atas amalannya sendiri di hadapan Allah, dan tidak ada yang bisa memberikan pertolongan setelah Allah kecuali amalannya.
  4. Kebanyakan manusia lupa bahwa hidup di dunia ini untuk mencari bekal akhirat dengan cara mengikuti sunnah Rasulullah saw.
  5. Yang dimaksud dengan lafal لِغَدٍ  adalah hari kiamat, bukan masa tuanya untuk meni’mati hidup.

Dalil Naqli yang berkaitan dengan ayat di atas:
ü  Orang beriman disuruh untuk selalu ingat kepada maut.
Kematian seseorang tidak ada yang mengetahui, dan hendaknya diyakini bahwa kematian seseorang tidak bisa diajukan dan tidak bisa diundurkan. Pembenaran hal tersebut sebagaimana telah difirmankan Allah dalam Al-Qur’an berikut:
وَلِكُلِّ أُمَّةٍ أَجَلٌ فَإِذَا جَآءَ أَجَلُهُمْ لاَيَسْتَأْخِرُوْنَ سَاعَةً وَلاَيَسْتَقْدِمُوْنَ
“Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu; maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukannya.” (Al-’Araaf (07): 34)

ü  Orang beriman disuruh mempersiapkan diri untuk memperbanyak amal sholeh, sebagai bekal menghadap kepada Allah swt. Karena keselamatan seseorang tergantung dari baik buruknya amalan yang diperbuat selama hidupnya. Seseorang yang berat timbangan amal kebaikanya akan diridloi oleh Allah dan masuk jannah. Sebaliknya seseorang yang ringan timbangan amal kebaikannya akan dimasukkan kedalam neraka hawiyah. Firman Allah dalam Al-Qur’an menyebutkan:
فَأَمَّا مَنْ ثَقُلَتْ مَوَازِينُهُ  فَهُوَ فيِ عِيشَةٍ رَاضِيَةٍ  وَأَمَّا مَنْ خَفَّتْ مَوَازِينُهُ  فَأُمُّهُ هَاوِيَةٌ
“Dan adapun orang-orang yang berat timbangan (kebaikan)nya, maka dia berada dalam kehidupan yang memuaskan. dan adapun orang-orang yang ringan timbangan (kebaikan)nya, maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah” (Al-Qari’ah (101): 6-9).
فَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ  وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ
“Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.” (Al-Zilzalah (99): 7-8).

ü  Orang beriman disuruh bersegera menunaikan kebaikan dan dilarang menunda-nunda amalan yang diyakini baik, hal ini berdalil pada sabda Rasulullah saw. berikut:
عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: اَخَذَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ بِمَنْكِبِي فَقَالَ: كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيْبٌ اَوْ عَابِرُ سَبِيْلٍ. وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْمُهَا يَقُوْلُ: اِذَا اَمْسَيْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ الصَّبَاحَ وَ اِذَا اَصْبَحْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ الْمَسَاءَ، وَخُذْ مِن صِحَّتِكَ لِمَرَضِكَ وَمِنْ حَيَّاتِكَ لِمَوْتِكَ.
Dari Ibnu ‘Umar ra. ia berkata: Rasulullah saw. memegang pundakku seraya bersabda:“Jadilah engkau di dunia seakan-akan orang asing atau pengembara “. Lalu Ibnu ‘Umar berkata: “Jika engkau di waktu sore, maka janganlah engkau menunggu pagi, dan jika engkau di waktu pagi, maka janganlah menunggu sore, dan pergunakanlah waktu sehatmu untuk waktu sakitmu dan waktu hidupmu untuk waktu matimu.” (HR. Imam Bukhari).

ü  Orang beriman disuruh bertaqwa kepada Allah dimana dan kapan saja, sebagaimana disebutkan oleh Abu Dzar Jundub bin Junadah dalam riwayat berikut:
عَنْ اَبِى ذَرٍ جُنْدُبٍ بْنِ جُنَادَةَ وَ اَبِى عَبْدِ الرَّحْمَنِ مُعَاذٍ بْنِ جَبَلٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ: اِتَّقِ اللهَ حَيْثُمَا كُنْتَ وَ اَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَ خَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ.
Dari Abu Dzar Jundub bin Junadah dan Abi ‘Abdir Rahman Mu’adz bin Jabal ra. dari Rasulullah saw.  bersabda: “Taqwalah kamu di mana saja kamu berada dan ikutilah (perbuatan) jelek itu (dengan perbuatan) baik (yang dapat) menghapusnya dan berakhlaklah kepada manusia dengan akhlak yang baik.”(HR. Imam Muslim).

ü  Keselamatan akhirat adalah kesemalatan abadi dan demikian juga kesengsaraannya. Untuk itu, orang beriman disuruh menjaga diri untuk kesalamatan Akhirat. Hal ini sebagaimana disebutkan oleh Allah dalam firman-Nya:
وَكَذَلِكَ أَوْحَيْنَآ إِلَيْكَ قُرْءَانًا عَرَبِيًّا لِّتُنذِرَ أُمَّ الْقُرَى وَمَنْ حَوْلَهَا وَتُنذِرَ يَوْمَ الْجَمْعِ لاَرَيْبَ فِيْهِ فَرِيْقٌ فِي الْجَنَّةِ وَفَرِيْقٌ فِي السَّعِيْرِ
“Demikianlah Kami wahyukan kepadamu Al-Qur’an dalam bahasa Arab supaya kamu memberi peringatan kepada ummul Qura (penduduk Mekah) dan penduduk (negeri-negeri) sekelilingnya serta memberi peringatan (pula) tentang hari berkumpul (kiamat) yang tidak ada keraguan padanya. Segolongan masuk surga dan segolongan masuk neraka.” (Asy-Syuraa (42): 7).

Demikianlah beberapa hal berkaitan dengan ayat 18 dari surat Al-Hasyr, yang berbeda dengan penafsiran kebanyakan orang. Karena banyak di kalangan muslimin yang mentafsirkan ayat tersebut, dengan masa tuanya dalam kehidupan seseorang, tidak terkait dengan kehidupan akhhirat. Mudah-mudahan dengan penjelasan ayat tersebut dapat merubah sikap berfikir kita dan dapat meyakini akan kepentingan keselamatan hidup di akhirat dengan mempersiapkan amal sholeh yang sebanyak-banyaknya.

Introspeksi Diri di Bulan Ramadhan

Penulis : Al-Ustadz Muslim Abu Ishaq Al-Atsari
Shahabat yang mulia Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا جَاءَ رَمَضَانُ فُتِحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ وَصُفِّدَتِ الشَّيَاطِيْنُ
“Apabila datang Ramadhan, pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup dan setan-setan dibelenggu.”
Hadits di atas dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhari rahimahullahu dalam Shahih-nya kitab Ash-Shaum, bab Hal Yuqalu Ramadhan au Syahru Ramadhan no. 1898, 1899. Dikeluarkan pula dalam kitab Bad‘ul Khalqi, bab Shifatu Iblis wa Junuduhu no. 3277. Adapun Al-Imam Muslim rahimahullahu dalam Shahih-nya membawakannya dalam kitab Ash-Shaum, dan diberikan judul babnya oleh Al-Imam An-Nawawi, Fadhlu Syahri Ramadhan no. 2492.
Pintu Kebaikan Terbuka, Pintu Kejelekan Tertutup
Kedatangan Ramadhan akan disambut dengan penuh kegembiraan oleh insan beriman yang selalu merindukan kehadirannya dan menghitung-hitung hari kedatangannya. Banyak keutamaan yang dijanjikan untuk diraih dan didapatkan di bulan mulia ini, di antaranya seperti tersebut dalam hadits yang menjadi pembahasan kita dalam rubrik ‘Hadits’ kali ini. Dan keutamaan yang tersebut dalam hadits di atas didapatkan sejak awal malam Ramadhan yang mubarak sebagaimana tersebut dalam sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut ini:
إِذَا كَانَ أَوَّلُ لَيْلَةٍ مِنْ شَهْرِرَمَضَانَ صُفِّدَتِ الشَّيَاطِيْنُ وَمَرَدَةُ الْجِنِّ، وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ فَلَمْ يُفْتَحْ مِنْهَا بَابٌ. وَفُتِحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ فَلَمْ يُغْلَقْ مِنْهَا بَابٌ، وَيُنَادِي مُنَادٍ: يَا بَاغِيَ الْخَيْرِ أَقْبِلْ، وَيَا بَاغِيَ الشَّرِّ أَقْصِرْ، وَلِلَّهِ عُتَقَاءُ مِنَ النَّارِ، وَ ذَلِكَ كُلَّ لَيْلَةٍ
“Apabila datang awal malam dari bulan Ramadhan, setan-setan dan jin-jin yang sangat jahat dibelenggu, pintu-pintu neraka ditutup tidak ada satu pintupun yang terbuka, sedangkan pintu-pintu surga dibuka tidak ada satu pintupun yang ditutup. Dan seorang penyeru menyerukan: ‘Wahai orang yang menginginkan kebaikan kemarilah. Wahai orang-orang yang menginginkan kejelekan tahanlah.’ Dan Allah memiliki orang-orang yang dibebaskan dari neraka, yang demikian itu terjadi pada setiap malam.” (HR. At-Tirmidzi dalam Sunan-nya no. 682 dan Ibnu Majah dalam Sunan-nya no. 1682, dihasankan Asy-Syaikh Albani rahimahullahu dalam Al-Misykat no. 1960)
Pada bulan yang penuh barakah ini, kejahatan di muka bumi lebih sedikit, karena jin-jin yang jahat dibelenggu dan diikat, sehingga mereka tidak bebas untuk menyebarkan kerusakan di tengah manusia sebagaimana hal ini dapat mereka lakukan di luar bulan Ramadhan. Di hari-hari itu kaum muslimin tersibukkan dengan ibadah puasa yang dengannya akan mematahkan syahwat. Juga mereka tersibukkan dengan membaca Al-Qur`an dan ibadah-ibadah lainnya. (Al-Mirqah, Asy-Syaikh Mulla ‘Ali Al-Qari pada ta’liq Al-Misykat 1/783, hadits no. 1961)
Ibadah-ibadah ini akan melatih jiwa, membersihkan dan mensucikannya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ
“Wahai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan kepada orang-orang sebelum kalian, mudah-mudahan kalian bertakwa.” (Al-Baqarah: 183)
Karena amal shalih banyak dilakukan, demikian pula ucapan-ucapan yang baik berlimpah ruah, ditutuplah pintu-pintu jahannam dan dibuka pintu-pintu surga. (Shifatu Shaumin Nabiyyi Shallallahu `alaihi wasallam fi Ramadhan, hal. 18-19)
Makna ucapan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits di atas صُفِّدَتِ الشَّيَاطِيْنُ adalah setan itu dibelenggu. Dan yang dimaksudkan dengan setan di sini adalah مَرَدَةُ الْجِنِّ sebagaimana tersebut dalam hadits riwayat At-Tirmidzi dan Ibnu Majah. Kata مَرَدَةٌ adalah bentuk jamak (lebih dari dua) dari kata الْمَارِدُ yaitu الْعَاتِي الشَّدِيْدُ , maknanya yang sangat angkuh, durhaka, bertindak sewenang-wenang lagi melampaui batas (lihat An-Nihayah fi Gharibil Hadits). Sehingga yang dibelenggu hanyalah setan dari kalangan jin yang sangat jahat, adapun setan dari kalangan manusia tetap berkeliaran.
Kita perlu nyatakan hal ini, kata Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi‘i rahimahullahu, agar jangan sampai engkau mengatakan: “Kami mendapatkan beberapa perselisihan dan fitnah di bulan Ramadhan (lalu bagaimana dikatakan setan-setan itu dibelenggu sementara kejahatan tetap ada? -pent.).” Kita jawab bahwa yang dibelenggu adalah setan dari kalangan jin yang sangat jahat. Sedangkan setan-setan yang kecil dan setan-setan dari kalangan manusia tetap berkeliaran tidak dibelenggu. Demikian pula jiwa yang memerintahkan kepada kejelekan, teman-teman duduk yang jelek dan tabiat yang memang senang dengan fitnah dan pertikaian. Semua ini tetap ada di tengah manusia, tidak terbelenggu kecuali jin-jin yang sangat jahat. (Ijabatus Sa`il ‘ala Ahammil Masa`il, hal. 163)
Al-Imam Ibnu Khuzaimah rahimahullahu berkata dalam Shahih-nya (3/188): “Bab penyebutan keterangan bahwa hanyalah yang diinginkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya وَصُفِّدَتِ الشَّيَاطِيْنُ hanyalah jin-jin yang jahat, bukan semua setan. Karena nama setan terkadang diberikan kepada sebagian mereka (tidak dimaukan seluruhnya).”
Di bulan yang mubarak ini ada malaikat yang menyeru kepada kebaikan dan menyeru untuk mengurangi kejelekan sebagaimana dalam lafadz hadits:
وَيُنَادِي مُنَادٍ: يَا بَاغِيَ الْخَيْرِ أَقْبِلْ، وَيَا بَاغِيَ الشَّرِّ أَقْصِرْ
“Wahai orang yang menginginkan kebaikan kemarilah. Wahai orang-orang yang menginginkan kejelekan tahanlah.”
Hadits-hadits tentang Keutamaan Ramadhan
Selain hadits di atas, banyak lagi hadits lain yang berbicara tentang keutamaan Ramadhan. Di antaranya akan kita sebutkan berikut ini:
1. Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Siapa yang berpuasa pada bulan Ramadhan dalam keadaan iman dan mengharapkan pahala, akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Al-Bukhari no. 1901 dan Muslim no. 1778)
2. Dari ‘Imran bin Murrah Al-Juhani radhiallahu ‘anhu, ia berkata: Seseorang datang menemui Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya berkata:
يَا رَسُوْلَ اللهِ، أَرَأَيْتَ إِنْ شَهِدْتُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ الله، وَأَنَّكَ رَسُوْلَ اللهِ، وَصَلَّيْتُ الصَّلَوَاتِ الْخَمْسَ، وَأَدَّيْتُ الزَّكاةَ، وَصُمْتُ رَمَضَانَ، فَمِمَّنْ أَنَا؟ قَالَ: مِنَ الصِّدِّيْقِيْنَ وَالشُّهَدَاءِ
“Wahai Rasulullah, apa pendapat anda bila aku bersaksi bahwasanya tidak ada sesembahan yang benar kecuali Allah saja dan aku bersaksi bahwa engkau adalah Rasulullah, aku mengerjakan shalat lima waktu, menunaikan zakat dan puasa di bulan Ramadhan, maka termasuk dalam golongan manakah aku?” Rasulullah menjawab: “Engkau termasuk golongan shiddiqin dan syuhada.” (HR. Al-Bazzar, Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban dalam Shahih keduanya, dan lafadz yang disebutkan adalah lafadz Ibnu Hibban. Dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih At-Targhib wat Tarhib no. 989)
3. Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَتَاكُمْ رَمَضَانُ شَهْرٌ مُبَارَكٌ، فَرَضَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ، تُفْتَحُ فِيْهِ أَبْوَابُ السَّمَاءِ وَتُغْلَقُ فِيْهِ أَبْوَابُ الْجَحِيْمِ وَتُغَلُّ فِيْهِ مَرَدَةُ الشَّيَاطِيْنِ، لِلَّهِ فِيْهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ، مَنْ حُرِمَ خَيْرُهَا فَقَدْ حُرِمَ
“Telah datang pada kalian Ramadhan bulan yang diberkahi. Allah Subhanahu wa Ta’ala mewajibkan atas kalian untuk puasa di bulan ini. Pada bulan Ramadhan dibuka pintu-pintu langit dan ditutup pintu-pintu neraka serta dibelenggu setan-setan yang sangat jahat. Pada bulan ini Allah memiliki satu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Siapa yang diharamkan untuk mendapatkan kebaikan malam itu maka sungguh ia telah diharamkan.” (HR. Ahmad, 2/385, An-Nasa`i no. 2106, dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan An-Nasa`i. Lihat Shahih At-Targhib wat Tarhib no. 985, Al-Misykat no. 1962)
4. Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
الصَّلَوَاةُ الْخَمْسُ وَالْجُمُعَةَ إِلَى الْجُمُعَةِ وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ، مُكَفِّرَاتٌ مَا بَيْنَهُنَّ، إِذَا اجْتُنِبَتِ الْكَبَائِرُ
“Shalat lima waktu, Jum’at ke Jum’at berikutnya dan Ramadhan ke Ramadhan berikutnya adalah penghapus dosa di antara keduanya, apabila dijauhi dosa-dosa besar.” (HR. Muslim no. 549)
Cukuplah kiranya keutamaan bagi Ramadhan dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala memilihnya di antara bulan-bulan yang ada untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala turunkan kitab-Nya yang mulia di bulan berkah tersebut, di malam yang penuh kemuliaan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيْهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتِ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ
“Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur`an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda antara yang haq dengan yang batil.” (Al-Baqarah: 185)
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِيْ لَيْلَةِ الْقَدْرِ
“Sesungguhnya Kami telah menurunkan Al-Qur`an itu pada malam Qadar (malam kemuliaan).” (Al-Qadar: 1)
Puasa Semestinya Membuahkan Takwa
Hikmah disyariatkannya puasa dinyatakan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam firman-Nya:
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ
“Wahai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan kepada orang-orang sebelum kalian, mudah-mudahan kalian bertakwa.” (Al-Baqarah: 183)
Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa‘di rahimahullahu berkata: “Perkara takwa yang dikandung puasa di antaranya:
  • Orang yang puasa meninggalkan apa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala haramkan kepadanya berupa makan, minum, jima’ dan semisalnya, sementara jiwa itu condong kepada perkara yang harus ditinggalkan tersebut. Semua itu dilakukan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, mengharapkan pahala-Nya. Ini termasuk takwa.
  • Orang yang puasa melatih jiwanya untuk merasakan pengawasan Allah Subhanahu wa Ta’ala (muraqabatullah), maka ia meninggalkan apa yang diinginkan jiwanya padahal ia mampu melakukannya, karena ia mengetahui pengawasan Allah Subhanahu wa Ta’ala terhadapnya.
  • Puasa itu menyempitkan jalan setan, karena setan itu berjalan pada anak Adam seperti peredaran/aliran darah. Dan puasa akan melemahkan jalannya sehingga mengecilkan perbuatan maksiat.
  • Orang yang puasa umumnya memperbanyak amalan ketaatan sementara amalan ketaatan termasuk perangai takwa.
  • Orang yang kaya jika merasakan tidak enaknya lapar maka mestinya ia akan memberikan kelapangan/memberi derma kepada orang-orang fakir yang tidak berpunya. Ini pun termasuk perangai takwa. (Taisir Al-Karimir Rahman, hal. 86)
Dengan demikian sungguh tidaklah berlebihan bila kita katakan bahwa seharusnya momentum Ramadhan dijadikan langkah awal untuk memperbaiki iman dan takwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, untuk kemudian iman dan takwa itu terus dipupuk dan dirawat di bulan-bulan selanjutnya. Dan jangan dibiarkan terpisah dari jiwa dan raga hingga datang jemputan dari utusan Ar-Rahman (malaikat maut). Khususnya kita –penduduk negeri ini– seharusnya berkaca diri berkaitan dengan segala petaka yang menimpa negeri kita, demikian pula musibah yang datang terus menerus, lagi susul menyusul. Tidaklah semua ini menimpa kita kecuali karena dosa-dosa kita dan jauhnya kita dari iman serta takwa kepada Al-Khaliq.
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ
“Telah tampak kerusakan di daratan dan di lautan disebabkan karena perbuatan tangan/ulah manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali ke jalan yang benar.” (Ar-Rum: 41)
وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيْبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيْكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيْرٍ
“Dan apa saja musibah yang menimpa kalian maka hal itu disebabkan oleh perbuatan tangan kalian sendiri dan Allah memaafkan sebagian besar dari kesalahan-kesalahan kalian.” (Asy-Syura: 30)
Musibah yang menimpa negeri ini berupa gempa, tsunami, meletusnya gunung berapi, tanah longsor, semburan lumpur panas, dan sebagainya bukanlah karena kesialan penguasa/pemerintah sebagaimana tuduhan orang-orang dungu atau pura-pura dungu. Namun justru karena dosa-dosa yang ada di negeri ini. Terlepas apakah bencana ini karena rekayasa asing yang ingin menjatuhkan dan menghancurkan negeri ini sebagaimana analisa sebagian orang, atau murni musibah tanpa rekayasa, toh semuanya ditimpakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai teguran bagi kita agar kembali kepada-Nya. Bangkit dari lumpur hitam dosa dan maksiat, untuk kemudian bertaubat dan mohon ampun kepada-Nya.
Yang sangat disesalkan, di antara penduduk negeri ini banyak yang tidak sadar dari maksiat mereka dengan musibah yang menimpa. Mereka malah melakukan praktik-praktik kesyirikan, membuat sesajen penolak bala yang dipersembahkan kepada roh-roh penguasa laut, penguasa gunung, penguasa darat, dan sebagainya. Na’udzubillah min dzalik!!!
Sehubungan dengan momentum Ramadhan sebagai bulan untuk menambah iman dan takwa, serta terkait dengan banyaknya musibah yang menimpa negeri ini, bagus sekali untuk kita nukilkan nasihat dari Samahatusy Syaikh Ibnu Baz rahimahullahu berkenaan dengan musibah yang menimpa anak Adam, khususnya gempa bumi1. Mudah-mudahan nasehat ini bisa menjadi renungan bagi anak negeri ini.
Beliau rahimahullahu berkata: “Allah Subhanahu wa Ta’ala Maha Memiliki hikmah Maha Mengetahui terhadap apa yang Dia putuskan dan tetapkan, sebagaimana Dia Maha Memiliki Hikmah lagi Maha Mengetahui dalam apa yang Dia syariatkan dan perintahkan. Dia menciptakan apa yang diinginkan-Nya berupa tanda-tanda kekuasaan-Nya. Dia tetapkan hal itu untuk menakut-nakuti hamba-Nya dan mengingatkan mereka tentang hak-Nya dan memperingatkan mereka dari kesyirikan, penyelisihan terhadap perintah-Nya dan melakukan larangan-Nya.”
Selanjutnya beliau menyatakan: “Tidaklah diragukan bahwa gempa yang terjadi pada hari-hari ini di banyak tempat/negeri merupakan sejumlah tanda-tanda kekuasaan Allah Subhanahu wa Ta’ala, yang dengannya Allah Subhanahu wa Ta’ala hendak menakut-nakuti hamba-hamba-Nya. Seluruh musibah gempa yang terjadi dan perkara lainnya yang membuat kemudharatan para hamba dan menyebabkan gangguan bagi mereka, adalah disebabkan kesyirikan dan maksiat.”
مَا أَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ اللهِ وَمَا أَصَابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِنْ نَفْسِكَ
“Tidaklah satu kebaikan menimpamu melainkan itu dari Allah dan tidaklah satu kejelekan menimpamu melainkan karena ulah dirimu sendiri.” (An-Nisa`: 79)
Asy-Syaikh Ibnu Baz rahimahullahu berkata: “Yang wajib dilakukan oleh seluruh muslimin adalah bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, istiqamah di atas agamanya dan berhati-hati dari seluruh perkara yang dilarang berupa syirik dan maksiat. Sehingga mereka memperoleh pengampunan, kelapangan, keselamatan di dunia dan di akhirat dari seluruh kejelekan, dan Allah Subhanahu wa Ta’ala menolak dari mereka seluruh musibah, lalu menganugerahkan kepada mereka setiap kebaikan. Sebagaimana Ia berfirman:
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُوا وَاتَّقَوا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَاْلأَرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُوْنَ
“Seandainya penduduk negeri itu beriman dan bertakwa niscaya Kami bukakan bagi mereka berkah dari langit dan bumi, akan tetapi mereka malah mendustakan maka Kami pun menyiksa mereka disebabkan apa yang dulunya mereka upayakan.” (Al-A’raf: 96)
Kemudian Syaikh menukilkan ucapan Al-’Allamah Ibnul Qayyim rahimahullahu: “Di sebagian waktu Allah Subhanahu wa Ta’ala mengizinkan bumi untuk bernapas panjang. Ketika itu terjadilah gempa/goncangan yang besar, sehingga menimbulkan ketakutan pada hamba-hamba-Nya, lalu mereka kembali kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan mencabut diri dari maksiat, tunduk patuh kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan menyesali diri, sebagaimana ucapan sebagian salaf ketika terjadi gempa bumi: ‘Sesungguhnya Rabb kalian menegur kalian.’ Ketika terjadi gempa di kota Madinah, ‘Umar ibnul Khaththab radhiallahu ‘anhu berkhutbah dan memberi nasehat kepada penduduk Madinah dan beliau berkata: ‘Kalau gempa ini terjadi lagi, aku tidak akan tinggal bersama kalian di Madinah ini.’
Asy-Syaikh Abdul ‘Aziz bin Abdullah bin Baz rahimahullahu menasehatkan: “Ketika terjadi gempa bumi dan tanda-tanda kekuasaan Allah Subhanahu wa Ta’ala lainnya, gerhana, angin kencang dan banjir, yang wajib dilakukan adalah bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, tunduk menghinakan diri kepada-Nya dan memohon maaf/kelapangan-Nya serta memperbanyak mengingat-Nya dan istighfar pada-Nya. Sebagaimana ucapan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika terjadi gerhana dalam hadits yang diriwayatkan oleh Al-Imam Bukhari dan Al-Imam Muslim: “Apabila kalian melihat gerhana maka berlindunglah kalian dengan zikir/mengingat Allah, berdoa kepada-Nya dan istighfar.”
Disenangi pula untuk memberikan kasih sayang kepada fakir miskin dan bersedekah kepada mereka dengan dalil sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
اَلرَّاحِمُوْنَ يَرْحَمُهُمُ الرَّحْمنُ، اِرْحَمُوْا مَنْ فِي اْلأَرْضِ يَرْحَمُكُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ
“Orang-orang yang menyayangi (memiliki sifat rahmah) akan dirahmati oleh Ar-Rahman. Sayangilah orang yang ada di bumi niscaya Yang di langit akan merahmati kalian.”2
مَنْ لاَ يَرْحَمُ لاَ يُرْحَمُ
“Siapa yang tidak menyayangi maka ia tidak akan disayangi/dirahmati.”3
Diriwayatkan dari ‘Umar bin Abdil ‘Aziz rahimahullahu bahwa beliau mengirim surat kepada gubernur-gubernurnya ketika terjadi gempa agar mereka bersedekah.
Termasuk sebab kelapangan dan keselamatan dari semua kejelekan adalah agar pemerintah bersegera mengambil tangan rakyatnya dan mengharuskan mereka untuk berpegang dengan kebenaran dan menjalankan syariat Allah Subhanahu wa Ta’ala pada mereka serta amar ma’ruf nahi mungkar. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَالْمُؤْمِنُوْنَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ يَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُقِيْمُوْنَ الصَّلاَةَ وَيُؤْتُوْنَ الزَّكَاةَ وَيُطِيْعُوْنَ اللهَ وَرَسُوْلَهُ أُولَئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللهُ
“Kaum mukminin dan mukminat sebagian mereka adalah wali/kekasih bagi sebagian yang lain. Mereka memerintahkan kepada yang ma’ruf dan melarang dari yang mungkar, mereka menegakkan shalat, menunaikan zakat dan mentaati Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah yang akan dirahmati Allah.” (At-Taubah: 71)
Dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ. وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى معْسِرٍ يَسَّرَ اللهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ. وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللهُ فِي الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ. وَاللهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيْهِ
“Siapa yang melepaskan seorang mukmin dari satu bencana/kesulitan dunia niscaya Allah akan melepaskannya dari satu bencana di hari kiamat. Siapa yang memberi kemudahan bagi orang yang sedang kesulitan niscaya Allah akan memberikan kemudahan baginya di dunia dan di akhirat. Siapa yang menutup kejelekan/cacat seorang muslim, Allah pun akan menutup cacatnya di dunia dan di akhirat. Dan Allah senantiasa menolong seorang hamba selama hamba itu menolong saudaranya.”4
Demikian nasehat dari Asy-Syaikh Ibnu Baz –semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala merahmati beliau dengan rahmat-Nya yang luas dan melapangkan beliau di kuburnya, amin–. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala merahmati penduduk negeri ini dan menghilangkan musibah dari mereka serta memberi taufik kepada mereka agar bertaubat dan kembali kepada agama-Nya yang benar. Semoga penduduk negeri ini mengambil pelajaran yang berharga di bulan mubarak ini, bulan Ramadhan nan penuh keberkahan, menambah iman dan takwa mereka kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala hingga mereka menjadi , orang-orang yang dibebaskan dari api neraka. Allahumma amin.
Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.
Catatan kaki:
1 Dinukil secara ringkas dari kitab Majmu’ Fatawa Ibni Baz, 9/148-152.
2 HR. At-Tirmidzi no. 1924, dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah, no. 922
3 HR. Al-Bukhari no. 7376
4 HR. Muslim no. 6793
Sumber: http://www.asysyariah.com/syariah.php?menu=detil&id_online=374

Urutan Para Nabi dan Usia Mereka

Urutan Para Nabi dan Usia Mereka
Dr. Ilyas Zuhair
1.      Adam (Bapak Manusia), hidup selama 1000 tahun, dikubur di India, ada yang mengatakan di Makkah, ada pula yang mengatakan di Baitul Maqdis.
2.      Idris (Akhnuj), hidup di bumi selama 865 tahun.
3.      Nuh (Syaikhul Mursalin atau Syaikh para rasul), hidup bersama kaumnya 950 tahun. Ada yang berpendapat ia dikebumikan di Masjid Kufah, ada pula yang mengatakan di Gunung Merah, dan ada yang berpendapat di Masjidil Haram.
4.      Hud (‘Abir), hidup selama 464 tahun, dikebumikan di sebelah timur Hadramaut (Yaman).
5.      Shahlih, tidak pernah disebutkan oleh kitab-kitab  sejarah berapa lama usianya, ada yang mengklaim bahwa kuburannya ada di Hadramaut.
6.      Luth, tidak ada kitab-kitab yang menyebutkan lama usianya. Diklaim bahwa ia dikebumikan di desa Shou’ar, Hadramaut.
7.      Ibrahim Al-Khalil (Bapak para nabi), hidup selama 200 tahun, dilahirkan 1263 tahun setelah peristiwa topan (di masa Nabi Nuh). Dikebumikan di Al-Khalil (Palestina) bersama makam istri pertamanya, Sarah.
8.      Ismail, hidup selama 137 tahun, dimakamkan di samping ibundanya Hajar, di Makkah.
9.      Ishaq, hidup selama 180 tahun, dimakamkan bersama ayahandanya, Ibrahim as di Palestina.
10.  Ya’qub (Israil), hidup selama 147 tahun dan meninggal dunia di Mesir. Untuk melaksanakan wasiatnya, putranya, Yusuf Alaihissalam memindahkannya ke Al-Khalil (Palestina).
11.  Yusuf (Ash-Shiddiq), hidup selama 110 tahun, meninggal dunia di Mesir, saudara-saudaranya memindahkan jasadnya berdasarkan wasiatnya kemudian dimakamkan di Nablus (Palestina).
12.  Syu’aib (Nabiyullah), tidak disebutkan dalam kitab-kitab sejarah lama usianya, makamnya ditemukan di Hiththin, dekat Thabariyah (Palestina)
13.  Ayyub yang sabar, hidup selama 93 tahun, dimakamkan di samping istrinya di desa Asy-Syaikh Sa’ad, dekat Damaskus.
14.  Dzul Kifli (Basyar), tidak disebutkan dalam kitab-kitab sejarah lama usianya, dilahirkan di Mesir dan wafat di Saina` pada hari-hari tersesatnya (Bani Israel), ada yang mengatakan bahwa ia dimakamkan di samping orang tuanya di bumi Syam.
15.  Yunus, tidak ditemukan dalam kitab-kitab sejarah lama usianya, tidak pula kabar tentang di mana kuburnya.
16.  Musa (Kalimullah), hidup selama 120 tahun, meninggal dunia di Saina` dan dikebumikan di sana.
17.  Harun, hidup selama 122 tahun, meninggal dunia di Saina` dan dikebumikan di sana.
18.  Ilyas, tidak disebutkan dalam kitab-kitab sejarah lama usianya, disebutkan bahwa ia dilahirkan setelah masuknya Bani Israel ke Palestina. Ada yang mengatakan kuburnya di Ba’labak (Lebanon).
19.  Ilyasa (Ilyusya`) begitu juga tidak disebutkan dalam kitab-kitab sejarah lama usianya, tidak pula tempat yang ia tuju setelah kaumnya di Baniyas (Syam) menampakkan kedurhakaannya.
20.  Dawud, hidup selama 100 tahun, disebutkan bahwa kerajaannya berlangsung selama 40 tahun.
21.  Sulaiman, hidup selama 52 tahun, mewarisi kerajaan ayahnya pada saat berusia 12 tahun, dan kerajaannya berlangsung selama 40 tahun.
22.  Zakariya, hidup selama 150 tahun, jasadnya di belah dengan gergaji oleh tangan-tangan yang menyembelih anaknya, Yahya.
23.  Yahya, tidak disebutkan dalam kitab-kitab sejarah lama usianya. Dilahirkan pada tahun yang sama dengan Al-Masih Isa. Ia disembelih pada saat di mihrab atas usulan wanita nakal (bejat) kepada raja zalim. Disebutkan bahwa kepalanya dikuburkan di Jami’ Umawi (Damaskus).
24.  Isa bin Maryam, hidup selama 33 tahun. Allah mengangkatnya ke langit setelah tiga tahun dari masa pengutusannya. Disebutkan bahwa ibunya, yaitu Maryam hidup hingga 6 tahun sepeninggalnya. Dan maryam meninggal dunia pada usia 53 tahun.
25.  Muhammad (Rasulullah saw), dilahirkan di Makkah meninggal dunia pada tahun 570 M pada usia 63 tahun, dimakamkan di rumah Aisyah ra (Masjid Nabawi).
http://qiblati.com/urutan-para-nabi-dan-usia-mereka.

Murottal Quran 30 Juz Sheikh Maahir Al Mu'ayqali

Shalat Tepat Waktu !

KOLEKSI CERAMAH MP 3

Popular Posts

Blog Archive

Diberdayakan oleh Blogger.

Al Qur'anku

Mushaf Al Qur'an

Jazakumullah Khayran

Daftar Isi

Al Qur'an dan Murotal

TvQuran

Kajian Ilmu Tajwid