Doa Agar Dilapangkan Hati dan Dimudahkan Urusan


لاَ إِلَهَ إِلا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ
“Tidak ada Ilah yang berhak diibadahi dengan benar selain Engkau. Maha suci Engkau, Sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Anbiya’[21]: 87)
رَبِّ اشْرَحْ لِي صَدْرِي وَيَسِّرْ لِي أَمْرِي وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِنْ لِسَانِي يَفْقَهُوا قَوْلِي
“Ya Rabb-ku, lapangkanlah untukku dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya mereka mengerti perkataanku. ” (QS. Thaha[20]: 25-28)
رَبَّنَا آتِنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً وَهَيِّئْ لَنَا مِنْ أَمْرِنَا رَشَدًا
“Wahai Rabb kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi Kami petunjuk yang lurus dalam urusan Kami (ini).” (QS. Al-Kahfi[18]: 10)
http://doandzikir.wordpress.com

Jangan Biarkan Anak Kecanduan TV


Mereka mengklaim, anak-anak yang lebih sering menghabiskan waktunya menonton TV punya pembuluh arteri lebih sempit di belakang mata mereka, yang notabene merupakan salah satu pertanda risiko penyakin jantung di masa mendatang.
Studi yang dilakukan terhadap 1.492 anak usia enam dan tujuh tahun dari 34 SD di Sidney tersebut juga menemukan bahwa anak-anak yang lebih sering bermain di luar rumah minimal satu jam setiap hari memiliki pembuluh arteri lebih besar dibandingkan mereka yang hanya menghabiskan 30 menit atau kurang dengan kegiatan serupa. Berdasarkan penelitian itu, rata-rata seorang anak menghabiskan waktu empat kali lebih banyak (1,9 jam) di depan layar TV maupun komputer ketimbang melakukan aktiitas fisik (36menit).
Tim peneliti juga menemukan bahwa setiap menghabiskan satu jam di depan layar, pembuluh arteri di belakang mata akan mengecil sekitar satu per 153 ribu milimeter atau setara dengan tekanan darah 10mm hg. Sebagai informasi, tekanan darah normal adalah antara 90 hingga 120 mmhg.
Salah satu peneliti juga mengklaim, kebiasaan anak menyaksikan siara TV maupun bermain game di komputer turut mempengaruhi berkurangnya aktivitas fisik kebiasaan makan yang tidak sehat, serta kenaikan berat badan.
Akibat dalam jangka lama dan terus menerut karena dipengaruhi dua stimulus saja, yakni suara dan gambar, maka kemampuan anak berkonsentrasi sangat pendek. Anak-anak hanya sanggup berkonsentrasi antara 2 sampai 7 menit. Mereka jadi kesulitan dalam belajar yang ujung-ujungnya menimbulkan kemalasan belajar.
Selain itu, dengan menonton TV aktivitas fisik anak akan berkurang. Mereka menjadi kurang terampil. Lebih buruk lagi, mereka menjadi kekurangan waktu untuk bermain, bersosialisasi, dan berkomunikasi dengan teman-temannya. Akibatnya keterampilan emosi dan sosial anak tidak berkembang.
Lantas bagaimana caranya agar anak tak lagi hobi nonton Tv? Berikut ini tipsnya:
  1. Buatlah aturan waktu untuk menikmati TV, seperti tidak menyalakan TV kartun pada pagi hari, karena akan memengaruhi aktivitas hari Anda dan si kecil.
  2. Ubahlah kebiasaan menonton TV. Anak – anak cenderung akan mengikuti kebiasaan yang dilakukan orang tuanya, seperti jika orang tuanya memiliki kebiasaan nonton sinetron maka seorang anak akan memiliki kebiasaan seperti itu.
  3. Temukan hiburan alternatif yang dapat membuat rileks, seperti berenang, bermain puzzle, atau membaca buku bersama-sama.
  4. Jika punya anak usia remaja, ingatlah bahwa ia membutuhkan hiburan yang baik. Membelikannya sebuah buku yang sesuai dengan usianya lebih bermanfaat daripada mengizinkannya menikmati program TV berlama-lama.
  5. Jangan jadikan TV sebagai baby sitter. Anak yang ditinggal sendiri di depan TV akan memberikan pengaruh yang tidak baik, karena bisa saja anak-anak menonton acara dewasa.
  6. Stop menonton TV saat waktu makan malam tiba. Bersikap tegas lah dengan aturan ini karena nantinya Anda dan keluarga bisa menikmati makan malam bersama tanpa gangguan apapun. Selama makan malam, Anda pun bisa saling mengobrol dengan anak. Anak juga dapat lebih fokus pada makanannya dan tidak mengalihkan pandangannya ke TV.
Disadur dari Lembar Pendidikan Anak Yaa Bunayya Volume 4 No.12, Bonus Majalah Sakinah Vol.10, No 04, 15 Juli-15 Agustus 2011/ Rajab-Sya’ban 1432-http://jilbab.or.id

Pemilik Satu Dirham yang Tertawa


Muhammad bin Thohir Al Maqdisi namanya. Dia salah satu dari sekian ulama yang menanggung penderitaan dalam menuntut ilmu. Suatu ketika dia berkata: “Saya pernah kencing darah 2 kali saat-saat belajar hadits; sekali di Baqdad dan sekali di Mekkah karena saya berjalan kaki tanpa menggunakan alas kaki dibawah terik sinar matahari yang menyengat. Suatu ketika Muhammad bin Thohir Al Maqdisi bercerita tentang perjalanan menuntut ilmunya.
Suatu hari saya tinggal di Tunis bersama Abu Muhammad bin Haddad. Bekal saya semakin menipis hingga yang tersisa hanya “Satu dirham”. Saat itu saya sangat membutuhkan roti untuk mengganjal perut saya. Bersama dengan itu juga saya sangat membutuhkan kertas untuk menulis ilmu. Saya bingung ! saya bingung!
Kalau uang satu dirham ini saya belikan roti maka saya tidak mempunyai kertas untuk menulis ilmu. Jika uang satu dirham ini saya gunakan untuk membeli kertas, maka saya akan kelaparan. Kebingungan ini terus berlanjut hingga 3 hari dan selama itu pula saya tidak merasakan makanan sama sekali. Perut saya tidak terisi dengan sesuatu apapun selama 3 hari. Pada pagi hari keempat, dalam hati saya berkata: “Kalau saya mempunyai kertas, saya tidak akan bisa menulis karena saya sangat lapar. Maka saya pun memutuskan untuk membeli sepotong roti dan meletakkan satu dirham tersebut di dalam mulut saya untuk bermain-main dengannya saya pun menuju ke penjual roti. Tanpa terasa saya telah menelan satu dirham tersebut sebelum saya membeli sebuah roti, maka sayapun menertawakan diri saya dan salah satu temanku mendatangiku kemudian berkata : “Apa yang membuat anda tertawa?” Saya menjawab sesuatu yang baik, terus temanku mendesakku untuk menceritakannya tetapi saya terus menolaknya, ia pun terus mendesak saya sehingga saya pun menceritakan kepadanya kisahku ini, maka dia pun mengajak saya kerumahnya dan memberikan saya makanan. (Sumber: Tazkiratul Huffadz/ Imam  Adz Dzahabi)

Mutiara Kisah:
1)     Mengenal sosok ulama hadist yang bernama Muhammad bin Thohir
2)     Kesabaran para ulama terdahulu dalam menuntut ilmu
3)     Besarnya keutamaan menuntut ilmu agama
4)     Ilmu tidak akan didapatkan dengan badan yang santai
5)     Bolehnya menceritakan kisah hidup kita  kepada orang lain
6)     Alloh akan memberi rizki kepada hamba-hambaNya dari arah yang dia tidak menyangkanya

Penulis : Ustadz Abu Imron Sanusi
Sumber : Kisah-kisah Keteladanan, Kepahlawanan, Kejujuran, Kesabaran, Menggugah, serta Penuh dengan Hikmah dan Pelajaran Sepanjang Masa. Penerbit : Maktabah At-Thufail, Panciro-Gowa (Makassar-Sulsel), atau klik di sini. - http://portal-ilmu.net

Kewajiban-Kewajiban Orang Sakit


Asy Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani
1. Orang yang sakit memiliki kewajiban untuk senantiasa ridha terhadap qadha Allah Subhanahu wa Ta’ala, bersabar atas taqdir-Nya serta berbaik sangka kepada Rabbnya. Itu yang lebih baik baginya.Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam bersabda:
عَجَبًا لاَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لاَحَدٍ إِلا لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ
“Sungguh mengagumkan urusan seorang mukmin, semua urusannya adalah baik dan tidaklah yang demikian itu ada kecuali pada seorang mukmin. Yaitu jika ia mendapatkan kelapangan ia bersyukur, maka itu menjadi kebaikan baginya. Dan jika mendapat kesempitan ia bersikap sabar, itu pun menjadi kebaikan baginya.”
Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam juga bersabda:
لا يَمُوتَنَّ أَحَدُكُمْ إِلا وَهُوَ يُحْسِنُ الظَّنَّ بِاللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ
“Janganlah salah seorang kalian mati kecuali dalam keadaan ia berbaik sangka kepada Allah Ta’aala.”(Dikeluarkan oleh Imam Muslim, Imam Al-Baihaqi dan Imam Ahmad)
2. Seyogyanya orang yang sedang sakit memiliki perasaan antara rasa takut dan harap, yaitu takut akan siksa Allah ‘Azza wa Jalla atas dosa-dosanya dan berharap akan rahmat Allah ‘Azza wa Jalla kepadanya. Sikap ini didasarkan pada hadits dari Anas bin Malik Radhiyallahu’anhu yang mengatakan:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَخَلَ عَلَى شَابٍّ وَهُوَ فِي الْمَوْتِ فَقَالَ كَيْفَ تَجِدُكَ قَالَ وَاللَّهِ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَنِّي أَرْجُو اللَّهَ وَإِنِّي أَخَافُ ذُنُوبِي فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَجْتَمِعَانِ فِي قَلْبِ عَبْدٍ فِي مِثْلِ هَذَا الْمَوْطِنِ إِلَّا أَعْطَاهُ اللَّهُ مَا يَرْجُو وَآمَنَهُ مِمَّا يَخَافُ
Nabi Shallallahu’alaihi wa Sallam datang kepada seorang pemuda yang hendak meninggal, maka beliau berkata: “Bagaimana keadaanmu?” Pemuda itu menjawab: “Demi Allah ya Rasulullah, sungguh saya sangat berharap kepada (rahmat) Allah dan saya sangat takut akan (siksa Allah) atas dosa-dosa saya.” Maka Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam berkata: “Tidaklah dua perkara tersebut ada pada hati seorang hamba yang dalam kadaan seperti ini, kecuali Allah akan memberikan apa yang diharapkannya dan akan Allah amankan ia dari apa yang ditakutkannya.”
Dikeluarkan oleh Imam Tirmidzi dan sanadnya hasan. Juga Imam Ibnu Majah dan Imam Abdullah bin Imam Ahmad dalam Zawa’id Az-Zuhd (halaman 34-35), juga Imam Ibnu Abid Dunya sebagaimana dalam At-Targhib (4/141) dan lihat juga dalam Al-Misykah-nya (1612).
3. Seberat apapun sakit yang diderita, tidak boleh baginya untuk berangan-angan ingin mati. Hal ini karena ada hadits Ummul Fadhl Radhiyallahu’anha, bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam pernah datang kepada mereka tatkala ‘Abbas Radhiyallahu’anhu (paman Rasulullah) menderita sakit, hingga ‘Abbas berangan-angan ingin mati. Maka Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam berkata:
يَا عَمَّي لا تَتَمَنَّ الْمَوْتَ إِنْ كُنْتَ مُحْسِنًا فأن تؤخّر تَزْدَادُ إِحْسَانًا إِلَى إِحْسَانِكَ خَيْرٌ لَكَ وَإِنْ كُنْتَ مُسِيئًا فَإِنْ تُؤَخَّرْ تَسْتَعْتِبْ خَيْرٌ لَكَ فَلَا تَتَمَنَّ الْمَوْتَ
“Wahai pamanku, janganlah engkau berangan-angan ingin mati, karena sesungguhnya jika engkau termasuk orang yang suka beramal baik, apabila ditangguhkan ajalmu lalu engkau bisa menambah kebaikan lagi kepada kebaikanmu, itu akan lebih baik bagimu. (Sebaliknya), jika engkau termasuk orang yang suka beramal buruk, apabila ditangguhkan ajalmu lalu engkau merasa bersalah atas amal-amal burukmu (menyesal), itu juga lebih baik bagimu. Maka janganlah berangan-angan ingin mati.”
Dikeluarkan oleh Imam Ahmad (6/339), Imam Abu Ya’laa (7076) dan Imam Al-Hakim (1/339), dan beliau katakan: Hadits ini shahih atas persyaratan Syaikhaini (Bukhari dan Muslim). Pernyataan ini disepakati oleh Imam Adz-Dzahabi. Tetapi sebenarnya hanya memenuhi persyaratan Imam Bukhari saja.
Dikeluarkan juga oleh Syaikhaini dan Al-Baihaqi (3/377) maupun yang lain dari Anas bin Malik Radhiyallahu’anhu hadits yang semisalnya secara marfu’, di dalamnya terdapat perkataan: “Kalau terpaksa mesti melakukannya maka ucapkanlah:
اللَّهُمَّ أَحْيِنِي مَا كَانَتْ الْحَيَاةُ خَيْرًا لِي وَتَوَفَّنِي إِذَا كَانَتْ الْوَفَاةُ خَيْرًا لِي
“Ya Allah, hidupkanlah aku selama hidup itu lebih baik bagiku dan matikanlah aku apabila mati itu lebih baik bagiku.”
Hadits ini juga dikeluarkan dalam Al-Irwa’ (683).
4. Jika ia masih memiliki tanggungan atas hak-hak orang lain, hendaklah ia tunaikan kepada yang berhak apabila hal itu mudah baginya. Jika tidak mudah, hendaklah ia berwasiat (kepada keluarganya). Sesungguhnya Nabi Shallallahu’alaihi wa Sallam berkata:
مَنْ كَانَتْ عنده مَظْلَمَةٌ لاَخِيهِ مِنْ عِرْضِهِ أَوْماله فليؤدّه اليه قَبْلَ أَنْ يَأتي يوم القيامة لا يقبل فيه دِينَارٌ وَلا دِرْهَمٌ إِنْ كَانَ لَهُ عَمَلٌ صَالِحٌ أُخِذَ مِنْهُ وأعطي صاحبه وَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ عمل صالح أُخِذَ مِنْ سَيِّئَاتِ صَاحِبِهِ فَحُمِلَت عَلَيْهِ
“Barang siapa pernah mendhalimi hak saudaranya dalam hal harga diri[1] atau hartanya, hendaklah ia selesaikan sebelum datang hari kiamat, hari yang tidak diterima dinar tidak pula dirham. Jika ia punya amalan shalih maka diambil darinya lalu diberikan kepada orang yang punya hak. Jika ia tidak punya amalan shalih, maka diambil dosa-dosa orang yang bersangkutan lalu dibebankan kepadanya.”
Dikeluarkan oleh Imam Bukhari dan Imam Al-Baihaqi (3/369).
Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam juga berkata:
أَتَدْرُونَ مَا الْمُفْلِسُ قَالُوا الْمُفْلِسُ فِينَا مَنْ لا دِرْهَمَ لَهُ وَلا مَتَاعَ فَقَالَ إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِي يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلَاةٍ وَصِيَامٍ وَزَكَاةٍ وَيَأْتِي قَدْ شَتَمَ هَذَا وَقَذَفَ هَذَا وَأَكَلَ مَالَ هَذَا وَسَفَكَ دَمَ هَذَا وَضَرَبَ هَذَا فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ ثُمَّ طُرِحَ فِي النَّارِ
“Tahukah kalian siapa orang yang bangkrut?” Para sahabat menjawab: “Orang yang bangkrut di antara kami adalah orang yang sudah tidak punya dirham dan tidak punya harta benda.” RasulullahShallallahu’alaihi wa Sallam kemudian berkata: “Orang yang bangkrut di antara umatku (adalah orang yang) datang pada hari kiamat dengan membawa (pahala) shalat, puasa dan zakat, tetapi ia juga datang dengan membawa (dosa) mencaci orang itu, menuduh orang ini dan memakan harta si itu, menumpahkan darah si ini dan pernah memukul si itu. Maka diberikan kepada si ini dari kebaikannya dan kepada si itu dari kebaikannya. Jika telah habis kebaikannya, sedangkan belum terlunasi tanggungannya, diambillah dosa-dosa mereka lalu dibebankan kepadanya, lalu ia dilemparkan ke dalam neraka.” Dikeluarkan oleh Imam Muslim (8/18).
Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam juga bersabda:
من مات و عليه دين, فليس ثمّ دينار ولا درهم, ولكنها الحسنات والسيئات
“Barang siapa yang meninggal dan masih punya tanggungan hutang, maka disana tidak ada dinar tidak pula dirham, tetapi yang ada adalah amalan-amalan baik atau amalan-amalan buruk.”
Dikeluarkan oleh Imam Al-Hakim (2/27) dan konteks hadits ini dalam riwayatnya. Juga Imam Ibnu Majah dan Imam Ahmad (2/70-82) dari dua jalan dari Ibnu Umar, jalan yang pertama shahih sebagaimana dinyatakan oleh Imam Al-Hakim dan disepakati oleh Imam Adz-Dzahabi, sedangkan jalan yang kedua hasan sebagaimana dinyatakan oleh Imam Al-Mundziri (3/34).
Diriwayatkan juga oleh Imam Ath-Thabrani dalam Al-Kabir dengan lafadz:
“Hutang itu ada dua macam. Barang siapa yang mati sedangkan ia berniat untuk melunasi hutangnya maka aku yang menjadi walinya. Barang siapa mati sedangkan ia tidak berniat untuk melunasinya maka itulah orang yang diambil amalan baiknya, tidak ada pada hari itu dinar tidak pula dirham.”[2]
Jabir bin Abdillah Radhiyallahu’anhu berkata: Ketika terjadi peperangan Uhud, ayahku memanggilku pada malam harinya, lalu berkata: “Tidaklah ditampakkan kepadaku dalam mimpi kecuali aku menjadi orang yang pertama terbunuh di antara para sahabat Nabi Shallallahu’alaihi wa Sallam. Sesungguhnya aku tidak meninggalkan setelah matiku orang yang lebih aku cintai daripadamu selain diri RasulullahShallallahu’alaihi wa Sallam. Aku punya tanggungan hutang maka lunaskanlah, serta berilah wasiat kebaikan kepada saudara-saudaramu.” Maka ketika pagi harinya dialah orang yang pertama terbunuh, semoga Allah meridhainya. Dikeluarkan oleh Imam Bukhari (1351).
5. Orang yang sakit hendaknya bersegera untuk menyiapkan wasiat karena ada sabda RasulullahShallallahu’alaihi wa Sallam:
مَا حَقُّ امْرِئٍ مُسْلِمٍ يَبِيتُ لَيْلَتَيْنِ و لَهُ شَيْءٌ يُرِيدُ أَنْ يُوصِيَ فِيهِ إِلا وَوَصِيَّتُهُ مَكْتُوبَةٌ عِنْدَهُ
“Tidak benar bagi seorang muslim yang bermalam dua malam sedangkan ia punya sesuatu yang ingin diwasiatkannya kecuali semestinya wasiat itu telah ditulis di sisinya.”
Ibnu Umar Radhiyallahu’anhuma berkata: “Tidaklah berlalu satu malam sejak aku mendengar RasulullahShallallahu’alaihi wa Sallam mengatakan itu kecuali sudah kutulis wasiatku.” Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim juga Ashabus Sunan maupun yang lain.
6. Wajib baginya untuk memberikan wasiat kepada sanak kerabatnya yang tidak menerima warisan darinya. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:
كُتِبَ عَلَيْكُمْ إِذَا حَضَرَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ إِنْ تَرَكَ خَيْرًا الْوَصِيَّةُ لِلْوَالِدَيْنِ
وَالْأَقْرَبِينَ بِالْمَعْرُوفِ حَقًّا عَلَى الْمُتَّقِينَ
“Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) kematian, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiatlah untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma`ruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.” (Al-Baqarah: 180)
7. Boleh baginya untuk berwasiat dengan sepertiga hartanya, tidak boleh lebih. Bahkan yang afdhal (lebih utama) kurang dari sepertiga, karena adanya hadits dari Sa’ad bin Abi Waqqash Radhiyallahu’anhu, ia mengatakan:
“Ketika aku bersama Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam pada waktu haji wada’, aku jatuh sakit yang mendekati kematian. Maka Rasulullah mejengukku. Lalu kukatakan kepada beliau: “Ya Rasulullah, saya memiliki harta yang sangat banyak, tetapi tidak ada yang mewarisi kecuali anak perempuan saya. Apa boleh saya berwasiat dengan dua pertiga harta saya?” Beliau menjawab: “Tidak boleh.” Kata Sa’ad: Aku berkata lagi: “Kalau separoh hartaku?” Beliau menjawab: “Tidak boleh”. Kukatakan lagi: “Kalau sepertiga hartaku?” Kata beliau: “Ya sepertiga, itu sudah banyak. Sesungguhnya engkau wahai Sa’ad, kau tinggalkan ahli warismu dalam keadaan kecukupan itu lebih baik bagimu daripada kau meninggalkan mereka dalam keadaan miskin minta-minta kepada manusia (dengan tangannya). Wahai Sa’ad, tidaklah engkau menafkahkan satu nafkah dalam rangka mencari wajah Allah kecuali engkau akan diberi pahala. Sampai-sampai suapan yang engkau suapkan ke mulut istrimu.” (Kata Sa’ad: “Maka yang kurang dari sepertiga boleh.”)
Dikeluarkan oleh Imam Ahmad (1524) dan konteks hadits ini ada dalam riwayat beliau. Juga oleh Syaikhaini. Tambahan dalam kurung ada dalam riwayat Imam Muslim dan Ashabus Sunan. Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu’anhu berkata: Saya sangat senang kalau orang-orang menurunkan dari sepertiga hingga seperempat dalam wasiat, karena Nabi Shallallahu’alaihi wa Sallam mengatakan: “Sepertiga itu sudah banyak.” Dikeluarkan oleh Imam Ahmad (2029, 2076), Syaikhaini, juga Al-Baihaqi (6/269) maupun yang lain.
8. Hendaklah dalam berwasiat ini disaksikan oleh dua orang yang jujur yang muslim. Jika tidak ada maka bisa dengan dua orang (yang jujur) non muslim dengan diminta agar keduanya bersumpah untuk bisa dipercaya apabila ragu akan persaksiannya, sesuai dengan apa yang diterangkan dalam firman AllahSubhanahu wa Ta’ala:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا شَهَادَةُ بَيْنِكُمْ إِذَا حَضَرَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ حِينَ الْوَصِيَّةِ اثْنَانِ ذَوَا عَدْلٍ مِنْكُمْ أَوْ ءَاخَرَانِ مِنْ غَيْرِكُمْ إِنْ أَنْتُمْ ضَرَبْتُمْ فِي الْأَرْضِ فَأَصَابَتْكُمْ مُصِيبَةُ الْمَوْتِ تَحْبِسُونَهُمَا مِنْ بَعْدِ الصَّلَاةِ فَيُقْسِمَانِ بِاللَّهِ إِنِ ارْتَبْتُمْ لَا نَشْتَرِي بِهِ ثَمَنًا وَلَوْ كَانَ ذَا قُرْبَى وَلَا نَكْتُمُ شَهَادَةَ اللَّهِ إِنَّا إِذًا لَمِنَ الْآثِمِينَ
فَآخَرَانِ يَقُومَانِ مَقَامَهُمَا مِنَ الَّذِينَ اسْتَحَقَّ عَلَيْهِمُ الْأَوْلَيَانِ فَيُقْسِمَانِ بِاللَّهِ لَشَهَادَتُنَا أَحَقُّ مِنْ شَهَادَتِهِمَا وَمَا اعْتَدَيْنَا إِنَّا إِذًا لَمِنَ الظَّالِمِينَ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يَأْتُوا بِالشَّهَادَةِ عَلَى وَجْهِهَا أَوْ يَخَافُوا أَنْ تُرَدَّ أَيْمَانٌ بَعْدَ أَيْمَانِهِمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاسْمَعُوا وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ
“Wahai orang-orang yang beriman, apabila salah seorang kalian menghadapi kematian sedangkan ia akan berwasiat, maka hendaklah disaksikan (wasiat itu) oleh dua orang yang adil/jujur di antara kalian atau dua orang yang selain kalian. Jika kalian dalam perjalanan di muka bumi lalu kalian ditimpa bahaya kematian, maka kalian tahan kedua orang saksi tersebut setelah shalat agar mereka berdua bersumpah dengan nama Allah jika kalian ragu (dengan mereka mengatakan): Demi Allah kami tidak akan menjual sumpah kami dengan harga yang sedikit walaupun (yang disaksikan) adalah karib kerabat kami, dan tidak pula kami akan menyembunyikan persaksian Allah. Sesungguhnya kami kalau demikian termasuk orang-orang yang berdosa. Jika diketahui bahwa kedua saksi itu berbuat dosa[3] maka digantikan oleh dua orang yang lain di antara ahli waris yang lebih berhak (mendapat warisan), lalu keduanya bersumpah dengan nama Allah dengan mengatakan: Sesungguhnya persaksian kami lebih layak untuk diterima dari pada persksian kedua saksi itu, dan kami tidak melanggar batas. Sesungguhnya kami kalau demikian tentulah termasuk orang-orang yang dhalim. Yang demikian itu lebih dekat untuk menjadikan para saksi mengemukakan persaksiannya dengan sebagaimana mestinya, atau mereka takut kalau ditolak sumpahnya setelah mereka bersumpah. Dan bertaqwalah kalian kepada Allah serta dengarkanlah (taatlah). Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasiq.” (Al-Maidah: 106-108)
9. Adapun berwasiat agar hartanya diberikan kepada kedua orang tua dan sanak kerabat yang berhak menerima warisan dari orang yang meninggalkan warisan itu, maka ini tidak boleh dilakukan. Karena hal ini sudah dimansukh dengan ayat tentang warisan. Dan telah dijelaskan pula oleh RasulullahShallallahu’alaihi wa Sallam dengan penjelasan yang paling sempurna, ketika beliau berkhutbah pada haji Wada’. Kata beliau:
إِنَّ اللَّهَ أَعْطَى كُلَّ ذِي حَقٍّ حَقَّهُ وَلا وَصِيَّةَ لِوَارِثٍ
“Sesungguhnya Allah telah memberikan hak kepada setiap yang punya hak,
dan tidak ada wasiat bagi ahli waris.”[4]
Dikeluarkan oleh Imam Abu Dawud dan Imam Tirmidzi serta hasankan oleh beliau. Juga Imam Al-Baihaqi (6/264) dan mengisyaratkan kuatnya hadits ini. Sungguh beliau telah benar, karena sanadnya memang hasan. Hadits ini memiliki banyak penguat dalam riwayat Imam Al-Baihaqi. Lihatlah Majma’az Zawa’id (4/212).
10. Diharamkan membuat wasiat yang mendatangkan mudharat (kerugian) bagi orang lain, seperti berwasiat agar sebagian ahli waris jangan diberikan hak warisnya atau berwasiat agar melebihkan sebagian ahli waris atas sebagian yang lain. Hal ini disebabkan adanya firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
لِلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِمَّا تَرَكَ الْوَالِدَانِ وَالْأَقْرَبُونَ وَلِلنِّسَاءِ نَصِيبٌ مِمَّا تَرَكَ الْوَالِدَانِ وَالْأَقْرَبُونَ مِمَّا قَلَّ مِنْهُ أَوْ كَثُرَ نَصِيبًا مَفْرُوضًا
“Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan.” (An-Nisaa’: 7)
Di akhir ayat waris ini disebutkan:
مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصَى بِهَا أَوْ دَيْنٍ غَيْرَ مُضَارٍّ وَصِيَّةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَلِيمٌ
“Sesudah ditunaikan wasiat yang dipesan olehnya atau dibayar hutangnya dengan tidak menimbulkan mudharat (kerugian kepada ahli waris). Semua itu sebagai wasiat dari Allah. Allah adalah Dzat Yang Maha Mengetahui lagi Maha Lembut.” (An-Nisaa’: 12)
Juga karena adanya sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam:
لا ضرر ولا ضرار, من ضارّ ضارّه الله, ومن شاقّ شاقّه الله
“Janganlah mendatangkan mudharat bagi orang lain dan jangan saling mendatangkan mudharat. Barang siapa yang berbuat kemudharatan niscaya Allah datangkan kemudharatan padanya. Dan Barang siapa yang berbuat permusuhan maka Allah memusuhinya.”
Dikeluarkan oleh Imam Ad-Daruquthni (522) dan Imam Al-Hakim (2/57-58) dari Abu Sa’id Al-Khudry. Imam Adz-Dzahabi menyepakati Imam Al-Hakim atas perkataannya: “Shahih memenuhi persyaratan Muslim.” Yang benar bahwa hadits ini adalah hadits hasan sebagaimana yang dikatakan Imam Nawawi dalam Al-Arba’in dan Ibnu Taimiyah dalam Al-Fatawa (3/262) karena banyaknya jalan dan banyaknya penguat. Telah disebutkan oleh Al-Hafidh Ibnu Rajab dalam Syarah Arba’in (hal. 219 dan 220). Kemudian juga telah saya takhrij dalam Irwa’ul Ghalil (no. 888).
11. Wasiat yang lalim (tidak adil) hukumnya batil lagi tertolak, karena adanya sabda RasulullahShallallahu’alaihi wa Sallam:
من احدث في امرنا هذا ما ليس منه فهو ردّ
“Barang siapa yang mengada-adakan perkara baru dalam (agama) kami ini yang tidak ada asal darinya, maka ia tertolak.”
Dikeluarkan oleh Syaikhaini dalam Shahih keduanya dan Imam Ahmad maupun yang lain. Lihatlah Al-Irwa’ (88).
Juga karena adanya hadits ‘Imran bin Husein: Bahwa ada seseorang yang memerdekakan enam budak laki-laki setelah kematiannya (padahal ia tidak punya harta selain mereka). Lalu datanglah ahli warisnya yang berasal dari orang-orang Arab. Mereka memberitahukan apa yang diperbuat ini kepada RasulullahShallallahu’alaihi wa Sallam. Rasulullah pun berkata: “Apa benar ia berbuat demikian?” Beliau melanjutkan: “Kalau saja kami tahu Insya Allah kami tidak menshalatkannya.” Kata ‘Imran: “Beliau kemudian mengundi budak-budak yang telah dimerdekakan, lalu memerdekakan dua orang di antara mereka dan mengembalikan yang empat orang tetap sebagai budak.”
Dikeluarkan oleh Imam Ahmad (4/446) dan Imam Muslim yang semisal itu, demikian pula Imam Ath-Thahawi dan Imam Al-Baihaqi maupun yang lain. Tambahan dalam kurung ada dalam riwayat Imam Muslim, juga dalam salah satu riwayat Imam Ahmad.
12. Ketika banyak terjadi kebid’ahan pada sebagian besar kaum muslimin di masa ini. Begitu pula dalam permasalahan yang berkaitan dengan jenazah. Maka termasuk kewajiban seorang muslim adalah untuk berwasiat agar disiapkan (urusan kematiannya) dan agar dikuburkan berdasarkan Sunnah (tuntunan Nabi Shallallahu’alaihi wa Sallam), sebagai pengamalan terhadap firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman, jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, penjaganya para malaikat yang kasar lagi keras, yang tidak pernah mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan mereka senantiasa melakukan apa yang diperintahkan.” (At-Tahrim: 6)
Oleh karena itu para sahabat Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam berwasiat dengan hal itu. Atsar-atsar (riwayat) dari mereka dalam hal yang kami sebutkan sagatlah banyak. Tidak mengapa kami cukupkan sebagiannya saja, yaitu:
1. Dari ‘Amar bin Sa’ad bin Abi Waqqash Radhiyallahu’anhu, bapaknya pernah berkata ketika sakit yang menjadi sebab kematiannya: “Buatkanlah untukku liang lahat dan tegakkanlah di atasku batu bata sebagaimana hal itu juga dilakukan kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam.” Dikeluarkan oleh Imam Muslim dan Imam Al-Baihaqi (3/407) maupun selain beliau berdua.
2. Dari Abu Burdah, ia berkata: Ketika menjelang kematiannya, Abu Musa Radhiyallahu’anhu berwasiat, katanya: “Apabila kalian mengatarkan jenazahku maka cepatkanlah langkah kalian dan janganlah mengiringkan jenazahku dengan tempat bara api (anglo). Juga jangan jadikan di hadapanku sesuatupun yang menghalangi antara aku dengan tanah. Jangan pula mendirikan bangunan apapun di atas kuburku. Dan aku persaksikan kepada kalian bahwa aku berlepas diri dari setiap haliqah[5] atau saliqah[6] atau khariqah[7].” Mereka bertanya: “Apakah engkau mendengar sesuatu dalam hal itu?” Jawabnya: “Ya, dari Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam.”
Dikeluarkan oleh Imam Ahmad (4/397), Imam Baihaqi (3/395) dan Imam Ibnu Majah dengan sanad yang hasan.
3. Dari Hudzaifah Radhiyallahu’anhu ia mengatakan: ” Jika aku, mati jangan kalian umumkan kematianku kepada seorangpun, sesungguhnya aku takut kalau perbuatan itu termasuk na’i (mengumumkan kematian yang dilarang), karena sesungguhnya aku mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam melarang dari na’i.” Dikeluarkan oleh Imam Tirmidzi (2/129) dan beliau berkata: “Ini hadits hasan.” Diriwayatkan pula oleh yang lain hadits yang semisal dan akan datang pembahasannya dalam bab Na’i.
Dalam bab ini ada pula atsar lain yang akan datang dalam masalah ke 47. Tentang wasiat penguburan ini, Imam Nawawi Rahimahullah berkata dalam Al-Adzkar: “Dianjurkan baginya dengan anjuran yang kuat (ditekankan) untuk berwasiat kepada mereka agar menjauhi adat kebiasaan yang berlaku yang termasuk bid’ah dalam perkara jenazah. Hendaknya ia memperkuat perjanjian dalam masalah ini.”
Foot Note:
[1]. Harga diri adalah tempat pujian atau celaan pada seseorang. Sama saja apakah itu pada dirinya sendiri ataukah pada moyangnya atau siapa saja yang urusannya mengharuskannya (dipuji atau dicela).
[2]. Ini adalah hadits yang shahih dengan adanya hadits yang sebelumnya dan dengan adanya hadits ‘Aisyah yang akan datang di akhir masalah ke-17.
[3]. Yaitu jika telah diketahui secara sepakat bahwa kedua saksi yang bersumpah itu melakukan perbuatan dosa berupa dusta dan menyambunyikan persaksian atau berupa khianat dan menyembunyikan sebagian harta peninggalan ketika keduanya diberi amanah. Maka yang wajib, atau yang harus dilakukan untuk menerngkan yang benar adalah dikembalikannya sumpah itu kepada para ahli waris. Yaitu dengan cara kedua orang saksi itu digantikan oleh dua orang dari wali mayit yang mewarisinya, yang dianggap lebih layak sebagai saksi karena adanya dosa (pada dua saksi awal tadi) yang akan menjadi kejahatan dan pengkhianatan terhadap mereka (ahli waris). Demikian disebutkan dalam Tafsir Al Manar. Untuk kesempurnaan pembahasan ini merujuklah ke sana (7/222).
[4]. Yang memansukh (menghapus) hukumnya adalah Al-Qur’an itu sendiri. sedangkan As-sunnah hanya menjelaskannya, sebagaimana yang kami sebutkan. Juga sebagaimana nampak jelas dari khutbah Rasulullah n. Tidak seperti apa yang dituduhkan oleh banyak orang, bahwa hadits inilah yang memansukhkannya. Kemudian sebagian orang di masa ini merasa dengki dengan kenyataan ini hingga mereka menuduh bahwa hadits ini adalah hadits ahad yang tidak bisa untuk menghapus Al-Qur’an. Selain tuduhan ini sendiri batil, karena yang benar bahwa hadits ahad bisa menghapus Al-Qur’an. Padahal sungguh telah anda ketahui jawabnya bahwa yang menghapus hukum ini adalah Al-Qur’an. Kalaupun toh kita terima bahwa yang menghapus adalah hadits ini, maka hadits ini juga bisa menghapuskannya berdasar kesepakatan ulama’. Karena para ulama’ semuanya mengambilnya dengan penuh terima. Apalagi hadits ini hadits yang mutawatir yang bisa diketahui oleh orang yang meneliti jalan-jalannya yang banyak dan dikuatkan di dalam kitab-kitab kumpulan Sunnah maupun musnad. Semoga kami diberi taufiq untuk mentakhrijnya dan memberikan tahqiq kepadanya dalam juz yang tersendiri.
Kemudian telah saya kumpulkan jalan-jalannya dan saya keluarkan dalam Irwa’ul Ghalil (no.16). Dan lebih dari sepuluh jalan, dari delapan sahabat. Sebagiannya shahih, sebagian lagi hasan dan sebagian lagi dhaif munjabir (ringan kelemahannya).
[5]. Haliqah adalah wanita yang menggundul kepalanya ketika mendapat musibah.
[6]. Saliqah adalah wanita yang berteriak meraung-raung ketika mendapat musibah.
[7]. Khariqah adalah wanita yang menyobek-nyobek baju (krah) ketika mendapat musibah
[Disalin ulang dari kitab Ahkamul Janaiz karya Asy Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani rahimahullahu ta'ala, edisi Indonesia terbitan Ash Shaf]

Balasan Kebaikan Adalah Kebaikan


Buah Kebaikan

Pada suatu hari ada seorang pemabuk yang mengundang sekelompok sahabatnya. Mereka pun duduk, kemudian si pemabuk memanggil budaknya, lalu ia menyerahkan empat dirham kepada pembantunya dan menyuruhnya agar membeli buah-buahan untuk teman-temannya tersebut. Di tengah-tengah perjalanan, si pembantu melewati seseorang yang zuhud, yaitu Manshur bin Ammar. Beliau berkata, “Barangsiapa memberikan empat dirham kepadanya. Selanjutnya Manshur bin Ammar bertanya, “Doa apa yang Anda inginkan?” Lalu ia menjawab, “Pertama, saya mempunyai majikan yang bengis. Saya ingin dapat terlepas darinya. Kedua, saya ingin Allah Subhanahu wa Ta’ala menggantikan empat dirham untukku. Ketiga, saya ingin Allah Subhanahu wa Ta’ala menerima taubat majikan saya. Keempat, saya ingin Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan ampunan untukku. Ketiga, saya ingin Allah Subhanahu wa Ta’ala menerima taubat majikan saya. Keempat, saya ingin Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan ampunan untukku, untuk majikanku, untukmu, dan orang-orang yang hadir di sana.” Kemudian Manshur mendoakannya.
Pembantu itu pun berlalu dan kembali kepada majikannya yang gemar menghardiknya. Majikannya bertanya kepadanya, “Mengapa kamu terlambat dan mana buahnya?” Lantas ia menceritakan bahwa ia telah bertemu sang ahli zuhud bernama Manshur dan bagaimana ia telah memberikan empat dirham kepadanya sebagai imbalan empat doa. Maka, amarah sang majikan pun redam. Ia bertanya, “Apa yang engkau mohonkan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala?” Ia menjawab, “Saya mohon untuk diriku agar saya dibebaskan dari perbudakan.” Lantas majikannya berkata, “Sungguh, saya telah memerdekakanmu. Kamu sekarang merdeka karena Allah Subhanahu wa Ta’ala. Apa doamu yang kedua?” Ia menjawab, “Saya memohon agar Allah Subhanahu wa Ta’ala menggantikan empat dirham buatku.” Majikannya berkata, “Bagimu empat dirham. Apa doamu yang ketiga?” Ia menjawab, “Saya memohon agar Allah Subhanahu wa Ta’alamenerima taubatmu.” Lantas si majikan menundukkan kepalanya, menangis, dan menyingkirkan gelas-gelas arak dengan kedua tangannya dan memecahkannya. Lalu ia berkata, “Saya bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Saya tidak akan mengulanginya lagi selamanya. Lalu apa doamu yang keempat?” Ia menjawab, “Saya memohon agar Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan ampunan untukku, untukmu, dan orang-orang yang hadir di sini.” Sang majikan berkata, “Yang ini bukan wewenangku. Ini adalah wewenang Dzat Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang.”
Ketika sang majikan tidur pada malam harinya, ia mendengar suara yang mengatakan, “Engkau telah melakukan apa yang menjadi wewenangmu. Sungguh, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memberikan ampunan kepadamu, si pelayan, Manshur bin Ammar, dan semua orang-orang yang hadir.”
Sumber: Hiburan Orang-orang Shalih, 101 Kisah Segar, Nyata dan Penuh Hikmah, Pustaka Arafah Cetakan 1

Doa Agar Hati Ditetapkan Dalam Hidayah



رَبَّنَا لاَ تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِن لَّدُنكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنتَ الْوَهَّابُ
(Mereka berdo’a): “Ya Rabb kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau. karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia).” (QS. Ali ‘Imran[3]: 8)-http://doandzikir.wordpress.com

Sifat, Etika dan Faedah Sholat Malam


Alloh ta'ala memerintahkan Rosulullah Sholallohu'alaihi wasallam untuk senantiasa melakukan sholat malam dalam Al-Quran dan juga menyanjung kaum muslimin dan muslimat yang senantiasa sholat malam. Alloh tabaaroka wata'ala berfirman:
كَانُوا قَلِيلاً مِنْ اللَّيْلِ مَا يَهْجَعُونَ (17) وَبِالأَسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُونَ (18)
"Di dunia mereka sedikit sekali tidur di waktu malam dan selalu memohonkan ampunan di waktu pagi sebelum fajar" (QS Adz-Dzariat:17-18).
Berkata Ibnu Abbas Rhodiyallohu'anhu : "Tak ada satu malam pun yang terlewatkan oleh mereka melainkan mereka melakukan sholat walaupun beberapa roka'at saja" (Tafsir At-Thobari 8/197).
Dan Rosulullah Sholallohu'alaihi wasallam dalam sunah-sunahnya yang sahih banyak menjelaskan keutamaan sholat malam. Di antara sunah-sunah tersebut adalah:
"Sholat yang paling utama stetelah sholat wajib adalah sholat malam" (HR. Muslim 1163)
Mengingat keutamaannya yang begitu besar, maka kali ini kita akan membahas beberapa hal terkait dengan sholat malam, dengan harapan agar dapat menggugah semangat kita dalam melakukannya dan menjadi lentera penerang yang menyinari amalan yang mulia tersebut sehingga sesuai dengan tuntunan Alloh dan Rosul-Nya.
Hukum Sholat Malam
Sholat malam hukumnya sunnah Muakkadah (Sunnah yang sangat ditekankan pelaksanaannya), berdasarkan Al-Quran dan Assunnah.
Alloh ta'ala berfirman:
 

وَمِنْ اللَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نَافِلَةً لَكَ عَسَى أَنْ يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَاماً مَحْمُوداً

"Dan pada sebagian malam, sholat tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu. Mudah-mudahan Rob-mu mengangkatmu ke tempat yang terpuji." (QS Al-Isro':79).
Dan Rosulullah Sholallohu'alaihi wasallam bersabda:
"Wahai manusia, tebarkanlah salam, berikanlah makan, sambunglah tali silaturahim dan sholatlah dimalam hari saat manusia tertidur, niscaya kalian akan masuk surga dengan selamat." (HR At-Tirmidzi 2485).
Waktu Sholat Malam
Waktu sholat malam dimulai setelah selesai melakukan sholat Isya dan sunnah ba'da Isya dan berakhir dengan terbitnya fajar.
Nabi Rosulullah Sholallohu'alaihi wasallam bersabda: "Sholat malam itu dikerjakan dua roka'at dua rokaat. Jika salah seorang di antara kalian khawatir waktu subuh tiba, maka sholatlah satu roka'at untuk menutup sholat yang telah dikerjakan" (HR Abu Dawud 1316).
Dalam riwayat lain, Aisyah Radhiyallohu'anha berkata: Rosulullah Sholallohu'alaihi wasallam melakukan sholat sehabis Isya sampai terbit fajar sebanyak sebelas roka'at. Beliau salam pada setiap dua roka'at dan melakukan witir satu roka'at". (HR Muslim 738).
Dan waktu yang paling utama adalah sepertiga malam terakhir, di saat Alloh ta'aala turun ke langit dunia.
Tata Cara Sholat Malam
Tata cara sholat malam Rosulullah Sholallohu'alaihi wasallam yang disebutkan Ibnul Qoyyim Rahimahullahuta'ala dalam Zadul Ma'ad adalah:
1. Nabi Sholallohu'alaihi wasallam bangun pada malam hari lalu melakukan sholat dua rokaat dengan memperlama berdiri, ruku' dan sujud. Kemudian beliau tidur hingga mendengkur. Kemudian beliau melakukan itu dengan sebanyak tiga kali dengan enam roka'at, pada tiap kalinya beliau bersiwak dan berwudhu lalu membaca sepuluh ayat terakhir surat Ali-Imron. Lalu beliau melakukan sholat witir tiga roka'at. Kemudian muadzin adzan dan beliau keluar untuk melakukan sholat subuh (HR Muslim 763).
2. Rosulullah Sholallohu'alaihi wasallam memulai sholat malam dengan dua roka'at pendek, lalu melanjutkannya dengan sebelas roka'at. Pada setiap dua roka'at beliau salam dan menutupnya dengan witir satu roka'at.
3. Beliau Sholallohu'alaihi wasallam sholat tiga belas roka'at seperti cara kedua.
4. Rosulullah Sholallohu'alaihi wasallam melakukan sholat malam sebanyak delapan roka'at dengan salam pada setiap dua roka'at, lalu sholat witir sebanyak lima roka'at sekaligus tanpa duduk, kecuali pada rokaat terakhir" (HR Muslim 763).
5. Rosulullah Sholallohu'alaihi wasallam melakukan sholat malam sebanyak Sembilan rokaat dengan melakukannya secara bersambung. Beliau tidak duduk tasyahud awal kecuali pada rokaat ke delapan, lalu berdiri menuju roka'at ke Sembilan, lalu duduk tasyahud dan salam. Setelah salam beliau sholat dua roka'at dengan duduk (HR Muslim 746).
6. Rosulullah Sholallohu'alaihi wasallam melakukan sholat malam sebanyak tujuh roka'at dengan melakukannya secara bersambung. Beliau tidak duduk tasyahud awal kecuali pada roka'at keenam, lalu berdiri menuju roka'at ke tujuh, lalu duduk tasyahud dan salam. Stelah salam beliau sholat dua roka'at dengan duduk". (HR Muslim 746).
7. Rosulullah Sholallohu'alaihi wasallam melakukan sholat malam dua roka'at dua roka'at, lalu beliau melakukan sholat witir secara bersambung sebanyak tiga roka'at tanpa dipisahkan dengan salam. Imam Ahmad Rohimahulloh menyebutkan dari ibunda Aisyah Radhuyallohu'anha bahwa Rosulullah Sholallohu'alaihi wasallam melakukan sholat witir tiga roka'at tanpa dipisahkan di antara roka'at-rokaat tersebut. (HR Ahmad dalam Musnadnya 24697). Lihat Zadul Ma'ad I/317-321).
Diantara tata cara sholat malam yang dituntunkan Rosulullah Sholallohu'alaihi wasallam adalah berdiri lama dalam sholat. Dari Ibnu Mas'ud Radhuyallohu'anhu ia berkata "Aku sholat bersama Rosulullah Sholallohu'alaihi wasallam lalu beliau memperlama berdirinya hingga aku ingin berbuat buruk. Ia ditanya apa yang akan kamu lakukan?' Ia menjawab: 'aku ingin duduk dan meninggalkan nabi'" (HR Bukhari bab Thuulul Qiyam fi sholatil lail 1135).
Dan di antara cara-cara yang dituntunkan Rosulullah Sholallohu'alaihi wasallam adalah:
  1. Sholat dengan berdiri, dan ini yang sering beliau lakukan.
  2. Sholat dalam keadaan duduk dan ruku' dalam keadaan duduk pula.
  3. Membaca Surat Al-Quran dalam keadaan duduk, lalau apabila tersisa sedikit bacaannya, beliau berdiri lalu ruku' dalam keadaan berdiri.
Berkata Ibnul Qoyyim Rahimahullahuta'ala : "Ketiga tata cara ini bersumber secara sahih dari Rosulullah Sholallohu'alaihi wasallam.( Lihat Zadul Ma'ad I/321).
Beberapa Etika Sholat Malam
1. Berniat bangun Malam.
Hal ini agar mendapatkan pahala sholat malam apabila ia tertidur darinya. Rosulullah Sholallohu'alaihi wasallam bersabda yang artinya: "Barangsiapa mendatangi ranjangnya sedangkan ia berniat sholat malam namun ia tertidur hingga waktu subuh, maka ditulis baginya pahala apa yang ia niatkan dan tidurnya itu adalah sedekah dari Robb-Nya". (HR. An-Nasai' 1786).
 
2. Berdzikir ketika bangun tidur.
Disunahkan bagi seseorang yang bangun tidur untuk melakukan sholat malam membaca dzikir dan do'a ketika bangun tidur dan membaca 10 ayat terakhir surat Ali-Imron.
3. Bersiwak.
Hudazaifah menjelaskan bahwa Rosulullah Sholallohu'alaihi wasallam apabila bangun malam untuk melakukan sholat, beliau menggosoknya dengan siwak (HR Bukhori 245).
4. Membangunkan keluarga untuk sholat malam.
Hal ini sebagaimana yang dilakukan Rosulullah sholallohu'alaihi wasallam ketika bangun malam, beliau membangunkan Aisyah Radhiyallhu'anha (HR Bukhori:512). Dan pada suatu malam beliau juga bersabda kepada Ali dan Fathimah: "Tidakkah kalian melakukan sholat?". (HR Bukhori 1127).
 
5. Membuka sholat malam dengan sholat dua rokaat yang pendek.
Abu Hurairoh Radhuyallohu'anhu menuturkan bahwa Rosulullah Sholallohu'alaihi wasallam bersabda: "Apabila seseorang di antara kalian hendak melakukan sholat malam, hendaknya membukanya dengan melakukan sholat dua roka'at yang pendek". (HR Muslim 768).
6. Merenungi bacaan Quran yang dibaca dan menangis saat membacanya.
Rosulullah Sholallohu'alaihi wasallam apabila melakukan sholat malam, ketika membaca Al-Qur'an terdengar suara seperti suara periuk karena tangisan beliau" (HR Abu Dawud 904).
Berkata Ibnu Abbas Radhuyallohu'anhu : "Demi Alloh, membaca Al-Qur'an Surat Al-Baqoroh dengan tartil dan merenungkannya, lebih saya sukai dari pada membaca Al-Quran dalam satu malam". (Lihat Mukhtashor Qiyamul lail 143).
7. Tidak membebani diri dengan sesuatu yang memberatkan dirinya.
Tidaklah ia melakukan sholat malam semalam suntuk, namun membagi waktu malamnya untuk tidur, keperluan keluarga, ilmu dan sholat malam, sebagaimana yang telah dilakukan oleh Rosulullah Sholallohu'alaihi wasallam dan para sahabatnya. Rosulullah Sholallohu'alaihi wasallam mencela orang yang melampaui batas dalam sholat malam, yaitu ia melakukan sholat semalam suntuk. Beilau Sholallohu'alaihi wasallam bersabda yang artinya: "Barangsiapa membenci sunnahku, maka ia bukan termasuk golonganku". (HR. Bukhori 4675).
8. Tidak sholat malam apabila mengantuk.
Rosulullah Sholallohu'alaihi wasallam bersabda : "Bilamana seseorang mengantuk dalam sholatnya, hendaknya ia tidur hingga hilang rasa kantuknya. Sebab apabila seseorang sholat dalam keadaan mengantuk, bias jadi ia memohon ampunan kepada Alloh namun ia mencela dirinya sendiri". (HR Bukhari 212).
9. Tidur setelah sholat malam.
Aisyah Radhiyallohu'anha bertutur: "Aku tidak mendapati Rosulullah pada waktu sahur di rumahku atau di dekatku, melainkan dalam keadaan tidur". (HR Bukhari 1133).
10. Berdo'a selesai sholat malam.
Rosulullah Sholallohu'alaihi wasallam apabila selesai sholat malam ia berdo'a:

اللّهم إنّي أعوذبرضا ك من سخطك وبمعافاتك من عقوبتك، وأعوذ بك منك لا أخصي ثناء عليك، أنت كما أثنتيت على نفسك.

"Ya Alloh, sesungguhnya aku berlindung dengan keridho'an-Mu dari murka-Mu, dengan ampunan-Mu dari siksa-Mu dan aku berlindung kepada-Mu dari-Mu. Aku tak mampu menghitung pujian terhadap-Mu. Engkau adalah sebagaimana yang Engkau pujikan terhadap diriMu sendiri." (HR Abu Dawud 1427).
Beberapa Faedah Sholat Malam
Sholat malam memiliki beberapa faedah dan keutamaan, diantaranya:
  • Salah satu sebab masuk surga (HR. Ibnu Majjah 3251).
  • Salah satu sebab ditinggikannya derajat seseorang di surga kelak. (HR At-Tirmidzi 2527).
  • Orang yang melakukan sholat malam adalah orang yang berhak ditinggikan derajatnya di akhirat kelak (QS. Ad-Dzriyat:17-18). Dan mereka adalah orang yang dipuji Alloh ta'aala dalam firmannya di surat Al-Furqon:64.
  • Sebagai saksi atas keimanan mereka yang sempurna.
 

إِنَّمَا يُؤْمِنُ بِآيَاتِنَا الَّذِينَ إِذَا ذُكِّرُوا بِهَا خَرُّوا سُجَّداً وَسَبَّحُوا بِحَمْدِ رَبِّهِمْ وَهُمْ لا يَسْتَكْبِرُونَ (15)

تَتَجَافَى جُنُوبُهُمْ عَنْ الْمَضَاجِعِ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ خَوْفاً وَطَمَعاً وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنفِقُونَ (16)

"Sesungguhnya orang-orang yang benar-benar percaya kepada ayat-ayat Kami adalah mereka yang apabila diperingatkan dengan ayat-ayat itu segera bersujud seraya bertasbih memuji Robbnya, mereka juga tidak sombong. Lambung mereka jauh dari tempat tidur dan selalu berdo'a kepada Robb-nya dengan penuh rasa takut dan harap serta menafkahkan rezeki yang Kami berikan." (QS As-Sajadah:15-16).
  • Menghapus kesalahan-kesalahan dan mencegah dari perbuatan dosa. (HR At-Tirmidzi 3549).
  • Sholat malam adalah sholat sunnah yang paling utama (HR Muslim 1163).
  • Sholat malam adalah kemuliaan bagi seorang muslim (HR Al-Hakim 4/320).
  • Orang lain boleh iri dengan dengan sholat malam yang dilakukan seseorang (HR Muslim 815).
  • Membaca Al-Qur'an dalam sholat amalam merupakan kekayaan yang mat besar (HR Abu Dawud 1398).
Demikian kajian kali ini, semoga kita dimudahkan oleh Alloh ta'aala untuk dapat mengamalkan sunnah-sunnah Rosulullah Sholallohu'alaihi wasallam antara lain dengan menghidupkan qiyamul lail. Semoga bermanfaat dan barokallohufiikum.
Penulis: Abu Zahroh Al-Anwar (Diketik ulang dari Majalah Al-Mawaddah I/3)-http://www.assunnah-qatar.com

Murottal Quran 30 Juz Sheikh Maahir Al Mu'ayqali

Shalat Tepat Waktu !

KOLEKSI CERAMAH MP 3

Popular Posts

Blog Archive

Diberdayakan oleh Blogger.

Al Qur'anku

Mushaf Al Qur'an

Jazakumullah Khayran

Daftar Isi

Al Qur'an dan Murotal

TvQuran

Kajian Ilmu Tajwid