Video Panduan Manasik Haji dan Umroh serta Ebook-nya

Berikut ini adalah rekaman video Panduan Manasik Haji Dan Umroh yang dibuat oleh KSA dan diisi suaranya dengan Bahasa Indonesia, jadi insya Alloh dapat memudahkan saudara2 kita atau antum yang ingin pergi menunaikan ibadah haji nanti. Ebook yang ana berikan juga insya Alloh lengkap, dan dapat di print untuk digunakan sebagai bekal dalam menjalankan ibadah haji nanti.(Sumber: http://portal-abuyazid.blogspot.com)


DOWNLOAD VIDEO
format WMV, size=113 MBs

Polemik Do'a Sebelum Makan


Doa sebelum makan yang selama ini dikenal umat islam yang awwam diriwayatkan oleh Imam Ibn As Sunni dalam kitab beliau ‘Amal Al Yaum wa Al Lailah dengan sanad dan matan berikut :
قال ابن السني حدثني فضل بن سليمان ، ثنا هِشامُ بنُ عمّارٍ ، ثنا مُحمّد بن عِيسى بنِ سُميعٍ ، ثنا مُحمّدِ بنِ أبِي الزُّعيزِعةِ ، عن عَمرِو بنِ شُعيبٍ ، عن أبِيهِ ، عن جده عَبدِ اللهِ بنِ عَمرٍو ، رضي الله عنهما ، عنِ النّبِيِّ صلى الله عليه وسلم ، أنّهُ كان يقُولُ فِي الطّعامِ إِذا قُرِّب إِليهِ : « اللّهُمّ بارِك لنا فِيما رزقتنا ، وقِنا عذاب النّارِ ، بِاسمِ اللهِ »
Ibn As Sunni berkata Fadhl bin Sulaiman menceritakan kepadaku bahwa Hisyam bin Ammar menceritakan kepada kami bahwa Muhammad bin Isa bin Sumai’ menceritakan kepada kami bahwa Muhammad bin Abi Zu’aiza’ah menceritakan kepada kami dari Amr bin Syu’aib dari bapaknya Syua’ib dari kakeknya Abdullah bin Amr bin Al ‘Ash radhiyallohu anhuma dari Nabi Muhammad shallallohu alaihi wasallam adalah beliau membaca pada saat makanan didekatkan ke beliau, “Allahumma Baarik Lanaa Fiimaa Razaqtanaa wa Qinaa ‘Adzaaban Naar, Bismillah” (“Ya Allah berkahilah apa yang Engkau rezkikan kepada kami dan jauhkanlah dari kami siksa neraka, dengan menyebut nama Allah”)
Dalam rangkaian sanad di atas terdapat perowi yang bernama Muhammad bin Abu Zu’aizi’ah dan dia telah dilemahkan oleh para ulama hadits.
Diantara para ulama yang menerangkan kelemahannya :
  1. Imam Bukhari (wafat 256 H) dalam kitabnya At Tarikh Al Kabir (1/88) mengatakan tentang perowi ini, “Haditsnya sangat mungkar dan tidak berhak ditulis”
  2. Imam Ibn Abi Hatim Ar Rozi (wafat tahun 327 H) dalam kitabnya ‘Ilal Al Hadits beliau berkata, “Aku bertanya kepada ayahku (Imam Abu Hatim-wafat tahun 277 H) tentang hadits ini lalu beliau menjawab “Hadits ini tidak diperhitungkan; di sanadnya terdapat Ibnu Abi Zu’aizi’ah dan tidak boleh menyibukkan diri dengannya karena haditsnya mungkar” (lihat juga Al Jarh wa At Ta’dil 7/261)
  3. Imam Ibnu Hibban Al Busti (wafat 354 H ) dalam kitab beliau Al Majruhin berkata, “Muhammad bin Abi Zu’aizi’ah termasuk orang yang meriwayatkan hadits-hadits mungkar dari perowi-perowi yang terkenal hingga jika riwayat-riwayat tersebut didengarkan oleh para ahli hadits mereka akan tahu bahwa hadits-haditsya terbalik dan tidak boleh berhujjah dengannya”.
  4. Imam Abu Nu’aim Al Ashfahani (wafat 430 H) dalam kitabnya Adh Dhu’afa (1/143) berkata, “Muhammad bin Abi Zu’aizi’ah telah meriwayatkan di wilayah Syam dari Nafi’ dan Ibnu Munkadir hadits-hadits yang mungkar”
  5. Al Hafizh Muhammad bin Thohir Al Maqdisi (wafat 507 H) dalam Dzakhiroh Al Huffaz berkata “Muhammad bin Isa bin Suma’i dan Muhammad bin Abi Zu’aizi’ah adalah dua perowi yang lemah”. Adapun di kitab beliau Ma’rifah At Tadzkiroh dil Ahadits Al Maudhu’ah beliau mengatakan “Ibn Abi Zu’aizi’ah adalah dhoif, haditsnya mungkar, dajjal (pendusta besar) dan tidak berhak dijadikan hujjah”
Kesimpulan :
· Dari penjelasan beberapa ulama Al Jarh wa At Ta’dil di atas diketahui bahwa sanad hadits ini lemah karena Muhammad bin Abi Az Zu’aizi’ah seorang perowi yang kelemahannya tidak ringan disamping Muhammad bin Isa bin Suma’i yang juga dilemahkan oleh Al Hafizh Ibnu Thohir Al Maqdisi.
· Setelah kita mengetahui kelemahan hadits ini maka sepatutnya kita mencukupkan untuk mengamalkan doa yang berasal dari hadits yang shohih pada saat akan makan yaitu ucapan “Bismillah”, berdasarkan banyak riwayat yang shohih diantaranya :
1. Umar bin Abi Salamah menceritakan, Aku dahulu sewaktu kecil di bawah bimbingan Rasulullah shallallohu alaihi wasallam, sewaktu aku makan tanganku bergerak ke seluruh sisi dari piring besar yang kami gunakan, lalu Rasulullah shallallohu alaihi wa sallam bersabda,
يَا غُلَامُ سَمِّ اللَّهَ وَكُلْ بِيَمِينِكَ وَكُلْ مِمَّا يَلِيكَ
Wahai anak kecil, ucapkanlah basmalah, makanlah dengan tangan kananmu dan makanlah yang dekat darimu” . Umar bin Abi Salamah berkata sejak saat itu begitulah tata cara ketika aku makan (sesuai dengan perintah Nabi shallallohu alaihi wasallam) (HR. Bukhari dan Muslim)
2. Dari Aisyah radhiyallohu anha bahwasanya Rasulullah shallallohu alaihi wasallam bersabda,
إِذَا أَكَلَ أَحَدُكُمْ فَلْيَذْكُرْ اسْمَ اللَّهِ تَعَالَى فَإِنْ نَسِيَ أَنْ يَذْكُرَ اسْمَ اللَّهِ تَعَالَى فِي أَوَّلِهِ فَلْيَقُلْ بِسْمِ اللَّهِ أَوَّلَهُ وَآخِرَهُ
Apabila salah seorang diantara kalian makan maka ucapkanlah nama Allah Ta’ala, jika lupa membacanya pada permulaan makan maka bacalah (saat teringat), ‘Bismillah awwalahu wa aakhirahu’ (Bismillah awal dan akhirnya) [ HR. Abu Daud, Tirmidzi dan Ibnu Majah ]
http://portal-abuyazid.blogspot.com

Apakah Mayit Bisa Merasakan Orang Yang Berziarah?


Pertanyaan:
Apakah mayit bisa merasakan orang yang berziarah ke kuburannya? Lalu apakah wajib berdiri di depan kuburan orang tersebut jika berziarah ataukah cukup dengan masuk ke areal pemakaman? Mohon beri kami penjelasan, semoga Allah menambah ilmu anda.
Syaikh Abdul Aziz bin Baz menjawab:
Mengenai apakah mayit bisa merasakan orang yang berziarah, Allah yang lebih mengetahui. Memang sebagian ulama salaf memiliki pendapat demikian, namun menurut pengamatan saya tidak ada dalil yang tegas menunjukkan hal tersebut. Namun kita ketahui bersama bahwa ketika ziarah kubur kita dianjurkan mengucapkan salam:
?????? ????? ??? ??? ??????? ???? ?? ??? ???? ??? ??????? ???? ???? ??? ???? ???????? ???? ???? ??? ????? ???? ???? ?????????? ??? ???????????
Semoga keselamatan ditetapkan pada kalian, (wahai penghuni) tanah kaum muslimin. Sesungguhnya kami insya Allah akan menyusul kalian. Kami memohon keselamatan bagi diri kami dan juga kalian. Semoga Allah merahmati orang-orang yang telah mendahului kami dan orang-orang yang kelak akan mati
Amalan ini semua disyari’atkan. Adapun mengenai apakah si mayit merasakan atau tidak itu membutuhkan dalil yang tegas,Wallahu’alam.
Namun, baik si mayit merasakan atau tidak, itu tidak merugikan kita. Yang dituntut dari kita adalah menjalankan sunnah. Dianjurkan bagi kita untuk berziarah kubur, mendoakan orang yang telah mati, walaupun mereka tidak merasakannya. Karena yang kita lakukan itu membuahkan pahala bagi kita dan bermanfaat bagi si mayit. Doa kita untuk mereka akan bermanfaat bagi mereka, sedangkan ziarah kubur yang kita lakukan akan bermanfaat bagi kita sendiri. Karena dalam ziarah kubur ada pahala, dapat mengingatkan kita terhadap kematian, mengingatkan kita terhadap akhirat, sehingga bermanfaat bagi kita. Si mayit pun mendapat manfaat dari hal itu, yaitu dengan doa kita, dengan permohon ampunan baginya, sehingga ia pun mendapat manfaat.
Adapun soal berdiri di depan kuburan, ini perkaranya luas. Boleh berdiri di depan kuburan, atau berdiri di tepi areal pemakaman lalu mengucapkan salam, itu pun cukup. Atau jika ia berada di satu bagian dari areal pemakaman, lalu mengucapkan
?????? ????? ??? ?????? ?? ???????? ?????????? ???? ?? ??? ???? ??? ??????? ???? ???? ??? ???? ???????? ???? ???? ?????????? ??? ???????????
Semoga keselamatan ditetapkan pada kalian, wahai penghuni tanah kubur dari kalangan kaum muslimin dan mu’minin. Sesungguhnya kami insya Allah akan menyusul kalian. Kami memohon keselamatan bagi diri kami dan juga kalian. Semoga Allah merahmati orang-orang yang telah mendahului kami dan orang-orang yang kelak akan mati
Ini cukup. Jika ia mendatangi kuburan ayahnya atau kuburan saudaranya, maka ini lebih utama dan lebih sempurna. Jadi ia mendatangi kuburan ayahnya, saudaranya atau kerabatnya lalu mengatakan “Assalamu’alaikum wahai fulan, semoga Allah merahmati dan melimpahkan berkah kepadamu, semoga Allah mengampuni dosamu dan merahmatimu serta melipat-gandakan pahala kebaikanmu“, atau semacam itu, maka ini lebih utama dan lebih sempurna.

Penyebab Doa Tidak Dikabulkan


KisahMuslim.com – Dihikayatkan bahwa Ibrahim bin Adhamradhiyallahu ‘anhu melewati pasar di Bashrah, lalu orang-orang mengerumuninya dan berkata kepadanya, “Wahai Abu Ishaq! Ada apa dengan kami, kami telah berdoa tetapi tidak terkabul?”
Beliau menjawab, “Lantaran hati kalian semua telah mati dengan sepuluh perkara, yaitu:
Pertama, kalian mengenal Allah Subhanahu wa Ta’ala, tetapi kalian tidak mau memberikan hak-Nya.
Kedua, kalian menganggap diri kalian cinta kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sedangkan kalian meninggalkan sunahnya.
Ketiga, kalian telah membaca Alquran, tetapi kalian tidak mengamalkannya.
Keempat, kalian mengatakan bahwa setan adalah musuh kalian, tetapi kalian tidak berlawanan dengannya.
Keenam, kalian berkata bahwa surga adalah kepastian, tetapi kalian tidak melakukan amal perbuatan untuknya.
Ketujuh, kalian berkata bahwa neraka adalah kepastian, tetapi kalian tidak menghindarinya.
Kedelapan, kalian berkata bahwa kematian adalah kepastian, tetapi kalian tidak melakukan persiapan untuknya.
Kesembilan, kalian bangun dari tidur, lalu kalian menyibukkan diri dengan aib-aib orang lain sedangkan kalian melupakan aib kalian sendiri.
Kesepuluh, kalian menguburkan orang-orang yang meninggal dunia di antara kalian, tetapi kalian tidak mengambil pelajaran darinya.’
Sumber: Hiburan Orang-, 101  Segar, Nyata dan Penuh Hikmah, Pustaka Arafah Cetakan 1

Alangkah aneh!


Rabbmu yang SETIAP MALAM turun kelangit dunia… TIDAK PERNAH engkau sambut dengan peribadatan: ruku’, sujud, memohon dan beristighfar… tapi SEKALI tim kesayanganmu bertanding. maka engkau BERUSAHA BANGUN… terlebih lagi kalau itu adalah ‘pertandingan besar’… maka usaha untuk bangun LEBIH GIGIH LAGI…
Apakah ‘pertandingan yang besar’ LEBIH AGUNG daripada turunnya Allaah kelangit dunia?!
Alangkah aneh KLAIM “aku mencintai Allaah” itu…

Allaah SETIAP MALAM (pada sepertiga terakhir-nya) turun kelangit dunia… yang mana dia akan mengabulkan doa orang yang menyeru kepadaNya, memberikan permintaan yang dimintakan kepadaNya, serta mengampuni orang yang beristighfar kepadaNya… Dan ini terjadi SETIAP MALAM…
Lantas ada sekelompok kaum… yang mengaku mencintaiNya… tapi TIDAK PERNAH sekalipun mendekatkan dirinya kepadaNya pada waktu Dia turun kelangit dunia…
Anehnya… ketika ‘tim favoritnya’ berlaga… pada waktu-waktu tersebut… dua pekan sekali… satu pekan sekali… maka BERSEMANGAT untuk BANGUN MALAM…
Oh… ada apa ini?! Keanehan apalagi ini?!
Apakah klub kesayanganmu itu lebih mulia daripada Råbb Yang Menciptakanmu Yang Maha Mulia yang turun* ke langit dunia diwaktu yang sama?
Rabbmu yang SETIAP MALAM turun kelangit dunia… TIDAK PERNAH engkau sambut dengan peribadatan: ruku’, sujud, memohon dan beristighfar… tapi SEKALI tim kesayanganmu bertanding. maka engkau BERUSAHA BANGUN… terlebih lagi kalau itu adalah ‘pertandingan besar’… maka usaha untuk bangun LEBIH GIGIH LAGI…
Apakah ‘pertandingan yang besar’ LEBIH AGUNG daripada turunnya Allaah kelangit dunia?!
Jika Allaah berfirman:
يَا أَيُّهَا الْمُزَّمِّلُ . قُمِ اللَّيْلَ إِلَّا قَلِيلًا . نِّصْفَهُ أَوِ انقُصْ مِنْهُ قَلِيلًا . أَوْ زِدْ عَلَيْهِ وَرَتِّلِ الْقُرْآنَ تَرْتِيلًا
Wahai orang yang berselimut! bangunlah di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya), (yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit atau lebih dari seperdua itu. DAN BACALAH Al Qur-aan itu dengan perlahan-lahan (dalam shalat malam-mu)
(al Muzammil: 1-4)
وَمِنَ اللَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نَافِلَةً لَّكَ عَسَىٰ أَن يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَّحْمُودًا
Dan pada sebahagian malam hari… maka ber-tahajjud*-lah kamu (dengan menunaikan shalat malam) sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Rabb-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji…
(al Israa: 79)
* SECARA BAHASA, “tahajjud” adalah AKTIFITAS BERGADANG SETELAH TIDUR… Maka tentu perintah ‘tahajjud’ yang dimaksudkan dalam ayat diatas adalah shalat malam…
Akan tetapi yang ‘mereka’ amalkan dan dakwahkan adalah :
“Wahai orang yang berselimut! bangunlah di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya), (yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit atau lebih dari seperdua itu… DAN TONTONLAH BOLA, dengan penuh semangat dan kekhusyu’an untuk MENDUKUNG TIM KESAYANGAN kita… ”
“Dan pada sebagian malam hari… maka ber-tahajjud-lah kamu… Yaitu NONTON BOLA… sebagai suatu PEMUASAN TERHADAP HAWA NAFSUKU… mudah-mudahan tim-ku memenangi pertandingan…”
Apakah “nonton bola” sekarang disikapi dengan “sunnah mu-akkadah” sebagai pengganti shalat malam ?!
Alangkah kontradiksinya!!! Alangkah anehnya KLAIM “aku mencintai Allaah” itu…
Sungguh Allaah berfirman:
مَّا جَعَلَ اللَّهُ لِرَجُلٍ مِّن قَلْبَيْنِ فِي جَوْفِهِ
Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam rongganya!
(al Ahzaab: 4)
Berkata Imaam asy Syaafi’iy:
من ادعى أنه جمع بين حب الدنيا وحب خالقها في قلبه فقد كذب
Barangsiapa mengaku dapat menggabungkan dua cinta dalam hatinya, cinta dunia sekaligus cinta Allaah, maka dia telah BERDUSTA.
تعصي الاله وأنت تظهر حبه | هذا محال في القياس بديع
Kau bermaksiat lalu mengaku mencintai-Nya? ini sungguh mustahil terjadi
لو كان حبك صادقا لأطعته | ان المحب لمن يحب مطيع
Andaikan cintamu itu sejati kau pasti menaati-Nya! Sesungguhnya seorang pencinta akan taat kepada yang dicintainya!
Semoga dapat menyadarkan kita semua… terutama yang berkoar-koar ‘meniti jalan salafush shalih’…
Semoga bermanfaat - http://abuzuhriy.com/

Berusaha Menyembunyikan Kebaikan


Sufyan bin Uyainah berkata: Abu Hazim rahimahullah berkata, “Sembunyikanlah kebaikan-kebaikanmu lebih daripada kesungguhanmu dalam menyembunyikan kejelekan-kejelekanmu.” (lihat Ta’thirul Anfas, hal. 231).
al-Fudhail bin Iyadh rahimahullah berkata, “Ilmu dan amal terbaik adalah yang tersembunyi dari pandangan manusia.” (lihat Ta’thirul Anfas, hal. 231).
Dari Yazid bin Abdullah bin asy-Syikhkhir, dia menceritakan bahwa ada seorang lelaki yang bertanya kepada Tamim ad-Dari, “Bagaimana sholat malammu?”. Maka beliau pun marah sekali, beliau berkata, “Demi Allah, sungguh satu raka’at yang aku kerjakan di tengah malam dalam keadaan rahasia itu lebih aku sukai daripada aku sholat semalam suntuk kemudian hal itu aku ceritakan kepada orang-orang.” (lihat Ta’thirul Anfas, hal. 234)
Ibrahim at-Taimi rahimahullah berkata, “Orang yang ikhlas adalah yang berusaha menyembunyikan kebaikan-kebaikannya sebagaimana dia suka menyembunyikan kejelekan-kejelakannya.” (lihat Ta’thirul Anfas, hal. 252)
Muhammad bin Wasi’ rahimahullah berkata, “Sungguh aku telah bertemu dengan orang-orang, yang mana seorang lelaki di antara mereka kepalanya berada satu bantal dengan kepala istrinya dan basahlah apa yang berada di bawah pipinya karena tangisannya akan tetapi istrinya tidak menyadari hal itu. Dan sungguh aku telah bertemu dengan orang-orang yang salah seorang di antara mereka berdiri di shaf [sholat] hingga air matanya mengaliri pipinya sedangkan orang di sampingnya tidak mengetahui hal itu.” (lihatTa’thirul Anfas, hal. 249)-http://abumushlih.com

Kisah Anak yang Melakukan Qiyamul lail


Syekh Ibnu Zhafar al-Makki mengatakan,
“Saya dengar bahwa Abu Yazid Thaifur bin Isa al-Busthami radhiyallahu ‘anhu ketika menghafal ayat berikut:
Wahai orang yang berselimut (Muhammad)! Bangunlah (untuk shalat) pada malam hari, kecuali sebagian kecil.” (QS. Al-Muzzammil: 1-2)
Dia berkata kepada ayahnya, ‘Wahai Ayahku! Siapakah orang yang dimaksud Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam ayat ini?’ Ayahnya menjawab, ‘Wahai anakku! Yang dimaksud ialah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.’ Dia bertanya lagi, ‘Wahai Ayahku! Mengapa engkau tidak melakukan sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?’ Ayahnya menjawab, ‘Wahai anakku! Sesungguhnya qiyamul lail terkhusus bagi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan diwajibkan baginya tidak bagi umatnya.’ Lalu dia tidak berkomentar.”
“Ketika dia telah menghafal ayat berikut:
Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri (sembahyang) kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari orang-orang yang bersama kamu.’ (QS. Al-Muzzammil: 20)
Lalu dia bertanya, ‘Wahai Ayahku! Saya mendengar bahwa segolongan orang melakukan qiyamul lain, siapakah golongan ini?’ Ayahnya menjawab, ‘Wahai anakku! Mereka adalah para sahabat –semoga ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala selalu terlimpa kepada mereka semua.’ Dia bertanya lagi, ‘Wahai ayahku! Apa sisi baiknya meninggalkan sesuatu yang dikerjakan oleh Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya?’ Ayahnya menjawab, ‘Kamu benar anakku.’ Maka, setelah itu ayahnya melakukan qiyamul lail dan melakukan shalat.”
“Pada suatu malam Abu Yazid bangun, ternyata ayahnya sedang melaksanakan shalat, lalu dia berkata, ‘Wahai ayahku! Ajarilah aku bagaimana cara saya bersuci dan shalat bersamamu?’ Lantas ayahnya berkata, ‘Wahai anakku! Tidurlah, karena kamu masih kecil.’ Dia berkata, ‘Wahai Ayahku! Pada hari manusia keluar dari kuburnya dalam keadaan berkelompok-kelompok untuk diperlihatkan kepada mereka (balasan) semua perbuatannya, saya akan berkata kepada Rabbku, ‘Sungguh, saya telah bertanya kepada ayahku tentang bagaimana cara bersuci dan shalat, tetapi ayah menolak menjelaskannya. Dia justru berkata, ‘Tidurlah! Kamu masih kecil’ Apakah ayah senang jika saya berkata demikian?’.” Ayahnya menjawab, ‘Tidak. Wahai anakku! Demi Allah, saya tidak suka demikian.’ Lalu ayahnya mengajarinya sehingga dia melakukan shalat bersama ayahnya.”
Sumber: Hiburan Orang-, 101  Segar, Nyata dan Penuh Hikmah, Pustaka Arafah Cetakan 1

Qal'at al-Bahrain, Saksi Kemegahan Arab Kuno


VIVAlife - Qal'at al-Bahrain merupakan salah satu situs arkeologi yang turut mencatatkan sejarah kebesaran bangsa Arab. Gundukan berstrata 300 x 600 meter ini menjadi saksi peradaban Dilmun di Bahrain sejak tahun 2300 SM hingga abad 16.

Areal seluas 16 hektar ini masuk dalam Warisan Budaya Dunia UNESCO tahun 2005. Awalnya bangunan kokoh ini adalah sebuah qal'a, yang dalam bahasa Arab berarti pelabuhan. Masyarakat menyebutnya Qal'at al-Burtughal atau pelabuhan Portugal, karena pernah dijadikan benteng oleh bangsa Portugis.

Portugis sendiri, menduduki Bahrain pada tahun 1500an karena menilai daerah ini merupakan titik strategis untuk melindungi jalur perdagangan mereka yang membentang dari India, Afrika, dan Eropa. Mereka menduduki area ini, dan kemudian membangun basis militer dengan memperkuat benteng pertahanan mereka.

Baru 25 persen bagian qal'at yang telah diekskavasi, namun itu sudah cukup mengungkap kejayaannya di masa lalu sebagai pusat tempat tinggal, perbelanjaan, religius, dan militer. Situs ini memiliki menara, kanal yang mengarah ke laut, serta area perkebunan kelapa sawit.

Pelancong dapat berkunjung ke museum kecil yang ada di area benteng untuk melihat peninggalan peradaban seperti puisi dan stempel surat. Ada kafe yang cukup nyaman di bagian teras museum untuk mengisi perut.
Qalat al Bahrain
Restorasi situs yang berlokasi di pinggiran ibukota Bahrain, Manama, ini pertama kali dilakukan pada 1987, dan yang paling mutakhir adalah tahun 2005. Sebagian besar struktur situs masih terawat baik meskipun turis tidak dipungut biaya masuk saat berkunjung.-http://life.viva.co.id

Abu Bakr Menunaikan Haji


(ditulis oleh: Al-Ustadz Abu Muhammad Harits)
Pada tahun 9 H, Rasulullah n, mengutus Abu Bakr  haji bersama kaum muslimin. Pelaksanaan haji ini sangat kuat pengaruhnya, terutama sesudah Pembebasan Makkah. Pintu-pintu mulai terbuka menyambut kaum muslimin berhaji dan umrah, silih berganti.

Peristiwa haji ini dapat dikatakan sebagai persiapan menghadapi haji akbar, yaitu haji wada’. Pada haji Abu Bakr  ini, diumumkan batalnya semua perjanjian yang ada dengan kaum musyrikin dan dimulainya tahapan baru kehidupan di jazirah Arab. Karena itu, tidak ada pilihan lain bagi manusia selain menerima syariat Allah . Setelah ultimatum ini tersebar, kabilah-kabilah Arab mulai yakin urusan ini bukan main-main. Paganisme sudah hancur. Mulailah mereka mengirim utusan menyatakan terang-terangan keislaman mereka.
Abu Bakr  bertolak dari Madinah bersama tiga ratus orang menuju Tanah Haram yang sudah dibersihkan oleh Allah  dari berhala dan tempat-tempat pemujaan. Abu Bakr  berangkat membawa lima ekor unta untuk korban, sedangkan Rasulullah  mengirim pula 25 ekor yang beliau tandai sendiri.
Termasuk karunia Allah  kepada Rasul-Nya  dan kaum muslimin adalah mengembalikan kesucian Bait-Nya sebagaimana dahulu Ibrahim  meninggikan fondasinya bersama putra tercinta, Ismail . Lalu turunlah firman-Nya:
“Dan (inilah) suatu permakluman dari Allah dan Rasul-Nya kepada umat manusia pada hari haji akbar, bahwa sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya berlepas diri dari orang-orang musyrikin….” (at-Taubah: 3)
Firman Allah :
“Tidaklah pantas orang-orang musyrik itu memakmurkan masjid-masjid Allah, sedang mereka mengakui bahwa mereka sendiri kafir. Itulah orang-orang yang sia-sia pekerjaannya, dan mereka kekal di dalam neraka. Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan tidak takut (kepada siapa pun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.” (at-Taubah: 17—18)
Dan firman Allah :
“Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis, janganlah mereka mendekati Masjidilharam sesudah tahun ini. Dan jika kamu khawatir menjadi miskin, Allah nanti akan memberikan kekayaan kepadamu dari karunia-Nya, jika Dia menghendaki. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.” (at-Taubah: 28)

Tak lama, Rasulullah n mengutus ‘Ali bin Abi Thalib  menyusul Abu Bakr .
‘Ali bin Abi Thalib pun bertemu dengan Abu Bakr  di ‘Araj. Abu Bakr bertanya, “Apakah Rasulullah  menunjukmu memimpin haji?”
“Tidak, “ kata ‘Ali, “Hanya saja saya diutus oleh beliau  untuk membacakan kepada seluruh manusia bara’ah (surah at-Taubah) dan mengembalikan semua kesepakatan kepada pemiliknya.”
Pada waktu itu, perjanjian antara Rasulullah  dan kaum musyrikin berlaku selama setahun dan khusus. Dalam satu tahun tidak boleh seorang pun dihalangi dari Baitullah dan tidak boleh seorang pun merasa takut di bulan-bulan haram. Adapun yang khusus adalah perjanjian antara Rasulullah  dan kabilah-kabilah Arab sampai pada waktu tertentu. Dan merupakan tradisi Arab jika membatalkan sebuah perjanjian, dilakukan oleh kerabat terdekat dari orang yang ingin membatalkannya. Itulah sebabnya Rasulullah  mengutus ‘Ali .
Uraian ini sekaligus bantahan terhadap kaum Rafidhah yang mengatakan bahwa Rasulullah n mencopot kedudukan Abu Bakr  sebagai Amirul Haj dan menggantinya dengan ‘Ali bin Abi Thalib .
Setelah itu, Abu Bakr  tetap memimpin kaum muslimin haji sementara ‘Ali  membacakan bara-ah itu (pernyataan putus hubungan) kepada manusia pada hari nahar, dekat jamrah.
Ketika orang banyak berkumpul di Mina menunaikan manasik haji, ‘Ali bin Abi Thalib  berdiri di sebelah Abu Hurairah  lalu membacakan ayat-ayat pertama surat at-Taubah.
Selesai membacakannya, ‘Ali  diam sejenak lalu melanjutkan, “Hai manusia, tidak akan masuk surga orang yang kafir. Tidak boleh berhaji sesudah tahun ini seorang musyrik pun. Tidak boleh pula seorang pun thawaf dalam keadaan telanjang. Siapa yang masih mempunyai kesepakatan dengan Rasulullah , itu berlaku sampai waktunya….”
Kemudian semua diberi waktu selama empat bulan sejak hari itu, agar setiap orang kembali dengan aman ke negeri mereka.
Sejak saat itu, sempurnalah kesucian Baladul Amin (Makkah) dari kekotoran. Sesudah hari itu, tidak ada seorang musyrik pun yang datang haji ke Makkah. Tidak pula ada seorang kafir pun menetap di sana. Akhirnya, cahaya kebenaran dan iman menembus seluruh pelosok jazirah sampai waktu yang dikehendaki Allah .
Syaikhul Islam Muhammad bin ‘Abdul Wahhab  menerangkan, “Rasulullah n menunda hajinya dan mengutus Abu Bakr  agar berhaji bersama kaum muslimin, karena beberapa alasan. Di antaranya:
Bangsa Arab sebagiannya masih dalam kebiasaan jahiliah mereka. Ada yang masih menampakkan kesyirikan terang-terangan di Tanah Suci, thawaf dalam keadaan telanjang, dan masih adanya perjanjian antara Rasulullah  dan Quraisy serta musyrikin lainnya. Itulah sebagian alasan, mengapa Rasulullah  menunda haji hingga turun surat al-Bara’ah, lalu beliau n memaklumkan bahwa Baitullah saat ini dan seterusnya dalam kekuasaan tauhid serta di bawah aturan Rasulullah .
Wallahu a’lam.
http://asysyariah.com

Murotal Surah At Taubah - Sheikh Saad al-Ghomidi

Ummu Waraqah bintu Naufal


(ditulis oleh: Al-Ustadzah Ummu Abdirrahman bintu Imran)
Sebenarnya dia bernama Ummu Waraqah bintu Abdillah bin al-Harits bin ‘Uwaimir bin Naufal al-Anshariyah. Namun, dia lebih dikenal dengan nama Ummu Waraqah bintu Naufal , nisbah kepada kakek buyutnya.
Dia seorang wanita yang begitu berharap mendapat kemuliaan di negeri akhirat. Saat kaum muslimin bersiap untuk Perang Badar, Ummu Waraqah memohon izin kepada Rasulullah n untuk turut dalam peperangan. 
“Wahai Rasulullah, izinkan saya pergi bersama kalian, agar saya bisa merawat orang yang sakit dan mengobati yang terluka. Mudah-mudahan dengan itu Allah l menganugerahiku mati syahid,” pintanya.
“Tinggallah di rumahmu! Sungguh Allah akan menganugerahimu mati syahid di rumahmu,”
jawab Rasulullah .

Ummu Waraqah pun taat dengan titah Rasulullah .
Waktu terus bergulir. Tiba masa kaum muslimin diperintah oleh Amirul Mukminin, Umar ibnul Khaththab . Waktu itu, Ummu Waraqah seperti biasa, selalu shalat mengimami anggota keluarganya.
Namun suatu malam, tak terdengar bacaan Qur’annya dalam shalat. Oleh karena itu, paginya Amirul Mukminin berkomentar keheranan, “Demi Allah, semalam aku tak mendengar bacaan bibiku, Ummu Waraqah.”
Amirul Mukminin tak tinggal diam. Beliau  segera mencari tahu keadaan Ummu Waraqah. Dimasukinya rumah Ummu Waraqah, tapi tak seorang pun tampak di situ.
Amirul Mukminin terus melangkah menuju kamar. Di salah satu sisi kamar, jasad Ummu Waraqah terbujur kaku bertutupkan selimutnya. Sementara budak laki-laki dan budak perempuan milik Ummu Waraqah yang tinggal bersama beliau  di rumah tersebut tak lagi tampak batang hidungnya.
Ternyata, malam itu Ummu Waraqah dibunuh oleh sepasang budak miliknya dengan menutupkan kain selimut, hingga Ummu Waraqah mengembuskan napas yang terakhir. Padahal Ummu Waraqah selalu mendidik mereka berdua dan berlaku baik kepada keduanya. Hanya karena tidak sabar ingin segera mereguk napas kebebasan sebagaimana dijanjikan oleh sang tuan jika ia telah meninggal dunia, mereka pun tega berbuat demikian kepada wanita salehah ini. Setelah membunuh Ummu Waraqah, dua budak itu kabur.
Mengetahui kejadian tersebut, Amirul Mukminin mengatakan, “Telah benar Allah dan Rasul-Nya1!”
Beliau segera mengumumkan di hadapan manusia, “Sesungguhnya Ummu Waraqah telah dibunuh oleh dua budaknya. Sekarang mereka berdua kabur. Barang siapa melihat mereka, harus membawa mereka kemari!”
Kedua budak yang berkhianat dan melakukan perusakan di muka bumi dengan membunuh itu berhasil ditangkap. Mereka dihadapkan kepada Amirul Mukminin. Beliau pun menanyai mereka, dan mereka berdua mengakui perbuatannya.
Amirul Mukminin memutuskan agar dua budak ini disalib. Merekalah orang pertama yang disalib di negeri Madinah.
Ummu Waraqah, semoga Allah  meridhainya…
Sumber Bacaan:
- al-Ishabah, al-Hafizh Ibnu Hajar al-’Asqalani (8/489—490)
- al-Isti’ab, al-Imam Ibnu ‘Abdil Barr (2/601—602)

Catatan Kaki:
1 Jauh hari sebelumnya, Rasulullah n telah mengabarkan bahwa Ummu Waraqah akan menemui syahid di rumahnya, saat Ummu Waraqah meminta izin untuk turut keluar berperang menyertai para mujahidin.
http://asysyariah.com

Maqam Ibrahim, Hijir Ismail Dan Hajar Aswad


Maqam Ibrahim dan Keutamaannya

Maqam Ibrahim yaitu batu tempat ia berdiri di saat membangun Ka’bah. Karena membangun Ka’bah adalah amalan yang paling dicintai Allah Subhanahu wa Ta’ala, Dia menjadikan jejak kaki Ibrahim sebagai suatu hal yang patut diperingati dan diambil pelajaran oleh anak dan cucunya.

Diriwayatkan dengan sanad yang shahih dari Sa’id bin Jubair bahwa dia berkata, “Batu itu adalah tempat Nabi Ibrahim berdiri, batu tersebut dibuat Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadi lunak dan Dia jadikan sebagai rahmat dan Nabi Ibrahim berdiri di atasnya, sedangkan Nabi Ismail mengambilkan batu.”
Diriwayatkan dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu bahwa Umar bin Khaththab radhiallahu ‘anhuberkata, “Allah Subhanahu wa Ta’ala menyetujuiku dalam 3 hal; aku berkata “Wahai Rasulullah! Andai engkau menjadikan Maqam Ibrahim sebagai tempat shalat, lalu turun ayat,
Dan jadikanlah sebagian Maqam Ibrahim sebagai tempat shalat.” (QS. Al-Baqarah: 125)
At-Thabari dalam tafsirnya meriwayatkan dari jalur Sa’id bin Abi Urubah dari Qatadah tentang ayat di atas: “Mereka hanya diperintahkan melakukan shalat di sisinya bukan untuk mengusapnya.” Ia (Qatadah) berkata: “Orang-orang yang melihat bekas jejak telapak kaki Nabi Ibrahim di batu tersebut menceritakan kepada kami, bahwa jejak tersebut dahulunya tampak, tetapi orang-orang selalu mengusapnya hingga menjadi licin dan terhapus bersih.”
Maqam ini semenjak zaman Nabi Ibrahim menempel pada Baitullah hingga pada masa khilafah Umarradhiallahu ‘anhu. Ia memindahkannya ke belakang ke tempatnya saat ini. Hal ini diriwayatkan oleh Abdul Raqaq dalam kita “Mushannaf” dengan sanad yang shahih dari Atha dan juga dari Mujahid, dan al-Baihaqi meriwayatkan dari Aisyah radhiallahu ‘anhu dengan sanad yang kuat, semakna dengan lafadz di atas, “Sesungguhnya maqam Ibrahim pada zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan khilafah Abu Bakar radhiallahu ‘anhu bertaut dengan Baitullah. Kemudian dipindahkan Umarradhiallahu ‘anhu ke belaang, dan para sahabat tidak mengingkari tindakan Umar radhiallahu ‘anhudan juga orang-orang setelahnya, inai menunjukkan terjadinya Ijma.
Umar radhiallahu ‘anhu melihat bahwa membiarkan maqam tetap pada tempatnya akan berakibat sempitnya kawasan orang yang melakukan thawaf atau shalat, maka ia memindahkannya ke tempat yang dianggap dapat menyelesaikan masalah. Perbuatan Umar radhiallahu ‘anhu ini sangat dapat dibenarkan karena ia yang mengusulkan untuk menjadikan maqam Ibrahim sebagai tempat shalat.

 Hijir Ismail

Banyak riwayat yang menjelaskan bahwa hijir Ismail masih termasuk Baitullah, dan termasuk dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
Dan hendaklah mereka melakukan thawaf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah).” (QS. Al-Hajj: 29)
Oleh karena itu, ketika thawaf kita harus mengelilingi hijir Ismail. Jika tidak mengitarinya maka thawaf kita tidak sah. Hijir yaitu: tempat di mana Nabi Ibrahim meletakkan istrinya Hajar dan putranya Ismail, ketika ia membawa mereka ke Mekah. Ia memerintahkan Hajar membuat bangsal di tempat tersebut.
Bangsa Quraisy telah memasukkan sebagian dari Ka’bah ke dalam hijir, karena kurangnya anggaran mereka ketika membangunnya kembali setelah dipugar. Di saat Abdullah bin Zubair radhiallahu ‘anhumenguasai Mekah, ia memugar Ka’bah dan membangunnya kembali, dan memasukkan kembali bagian Ka’bah yang dikeluarkan oleh Quraisy ke hijir. Tetapi setelah terbunuhnya Ibnu Zubairradhiallahu ‘anhu, Hajjaj mengembalikannya lagi ke dalam hijir, dan membangun dinding di atas pondasi yang dibangun oleh Quraisy, dan demikianlah hingga sekarang.
Maka jadilah sebagian hijir termasuk bagian dari Ka’bah dan sebagian yang lain bukan termasuk Ka’bah. Dalil yang menunjukkan bahwa sebagian hijir termasuk bagian dari Ka’bah, adalah hadis yang diriwayatkan dari Aisyah radhiallahu ‘anhu
Kalaulah bukan karena kaummu baru saja meninggalkan kesyirikan (kejahiliyahan), niscaya aku telah menghancurkan ka’bah dan pintunya aku buat menjadi sejajar dengan tandah an aku membuat dua pintu; pintu sebelah timur dan pintu sebelah barat dan aku tambahkan dan hijir sebanyak 6 hasta, karena sesungguhnya Quraisy menguranginya di saat membangun Ka’bah.
Ibnu Umar radhiallahu ‘anhu berkata, “Sungguh sekiranya Aisyah mendengar ini dari Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam, menurutku Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menyentuh dua sudut yang berhadapan dengan hijir, melainkan karena Baitullah dibangun tidak sempurna seperti yang dibangun oleh nabi Ibrahim.”
Banyak ulama yang menyebutkan bahwa Nabi Ismail dimakamkan di hijir di sisi kuburan ibunya. Tetapi semua riwayat ini dha’if (lemah) tidak satu pun yang shahih. Di antara alasan dhaifnya adalah banyak sahabat yang menyaksikan dan ikut serta ketika Quraisy membangun Ka’bah, dan menggali pondasi Ka’bah saat itu, dan tidak seorang pun dari mereka yang melihat ada bekas kuburan. Jika di sana memang ada kuburan, tentu kita tidak dibenarkan menginjak kuburan, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang umatnya menginjak dan duduk-duduk di atas kubur.
Banyak hadis yang menjelaskan, bahwa masuk ke dalam hijir berarti masuk kedalam Baitullah. Di antaranya hadis yang diriwayatkan oleh Aisyah radhiallahu ‘anhu, ia berkata, “Dahulu aku ingin sekali masuk ke Baitullah dan shalat di dalamnya, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menarik tanganku dan membawaku ke dalam hijir seraya bersabda:
Jika engkau ingin masuk ke Baitullah, maka shalatlah di sini (hijir) karena ini adalah bagian dari Baitullah, karena kaummu menguranginya di saat membangunnya kembali.”
Diriwayatkan dari Abdul Hamid bin Jubair dari bibinya Shafiyyah binti Syaibah, ia berkata, “Aisyah berkata kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah! Bolehkah aku masuk ke Baitullah?”, beliau Bersabda:
Masuklah ke dalam hijir, karena ia masih bagian dari Baitullah.”
Diriwayatkan bahwa Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu berkata, “Lakukanlah shalat di tempat orang-orang pilihan, dan minumlah minuman orang-orang yang baik! Lalu ada yang berkata, “Di mana tempat shalat orang-orang pilihan itu?” Ia menjawab, “Di Bawah Mizab (pancuran emas),” dan ada yang bertanya, “Apa minuman orang-orang yang baik?” Ia menjawab, “Air zam-zam.”
Hadis di atas menjelaskan keutamaan shalat di hijir.
Adapun hadis yang diriwayatkan dari Atha, bahwa ia berkata, “Siapa yang berdiri di bawah pancuran Ka’bah, lalu berdoa, niscaya dikabulkan, dan dia keluar dari dosanya seperti pada hari ia dilahirkan oleh ibunya.”
Hadis ini dhaif tidak bisa dijadikan hujah. Perkataan ini berkaitan dengan hal-hal yang ghaib, naifnya lagi tidak disandarkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam atau kepada salah seorang sahabat.

Keutamaan Hajar Aswad

Banyak riwayat yang menekankan keutamaan Hajar Aswad dan anjuran untuk menyentuh dan menciumnya saat thawaf. Dan cukuplah menjadi keutamaannya, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menyentuh dengan tangannya yang lembut dan mencium dengan bibirnya yang mulia.
Diriwayatkan bahwa Umar bin Khaththab radhiallahu ‘anhu mencium Hajar Aswad seraya berkata, “Sesungguhnya aku tahu bahwa kamu adalah batu yang tidak dapat mendatangkan bahaya dan memberi manfaat, kalaulah karena aku pernah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallammenciummu, niscaya aku tak akan menciummu.”
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda:
Hajar Aswad diturunkan dari surga, saat itu warnanya lebih putih dari susu, lalu dosa-dosa, keturunan Adam membuatnya berubah menjadi hitam.”
Juga diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang Hajar Aswad:
Demi Allah! Hajar Aswad akan dibangkitkan pada hari kiamat, Allah memberinya mata yang dapat melihat dan lidah yang dapat berbicara, memberikan persaksian terhadap orang yang menyentuhnya dengan kebenaran.”
Musafi bin Syaibah berkata, “Aku mendengar Abdulah bin Amru bin Ash radhiallahu ‘anhu berkata: ‘Aku bersaksi dengan nama Allah! (sambil meletakkan anak jarinya di telinga) aku mendengar Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Sesungguhnya Hajar Aswad dan Maqam adalah dua buah batu di antara batu-batu Yaqut (batu mulia) di surga, yang dihilangkan oleh Allah cahayanya, andaikan Allah tidak menghilangkan cahayanya, niscaya sinarnya menerangi antara timur dan barat’.”
Di saat Nabi Ibrahim membangun Ka’bah, tinggal satu bagian yang belum terpasang batu, lalu Nabi Ismail pergi mencari sesuatu. Nabi Ibrahim berkata, “Carilah sebuah batu seperti yang telah aku perintahkan!” Nabi Ismail berangkat mencari batu. Ketika ia datang dengan membawa batu, ia dapati di tempat tersebut telah terpasang Hajar Aswad, maka ia berkata, “Ayahku! Siapa yang membawa batu ini kepadamu?” Ia berkata, “Yang membawanya kepadaku adalah orang yang tidak bergantung kepada usahamu, Jibril telah membawanya dari langit.”
Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar radhiallahu ‘anhu, bahwa ia selalu menyentuh Hajar Aswad, kemudian mencium tangannya, dan berkata, “Aku tak pernah meninggalkan perbuatan ini semenjak aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menciumnya.”
Sumber: Sejarah Kota Mekah oleh Syaikh Syaifurrahman Mubarakfury

Terbisu saat Shalat


Diantara kesalahan sholat yang banyak tersebar di masyarakat, adanya sebagian orang yang terdiam bisu, tanpa membaca sesuatu apapun di antara dzikir-dzikir dan bacaan-bacaan dalam sholat, baik itu berupa takbir, bacaan surat, dzikir ruku’, dzikir sujud, tasyahhud, dan lainnya. Orang-orang yang semodel ini, hanya mencukupkan diri dengan bacaan dalam hati; seakan-akan sholat itu hanyalah gerakan belaka, tanpa disertai ucapan. Parahnya lagi, sampai ada orang yang berpendapat seperti ini menyatakan bahwa boleh seseorang memulai sholatnya tanpa takbir!! Diantara orang yang berpendapat demikian adalah Abu Bakr Al-Ashom Al-Mu’taziliy (pengikut aliran sesat Mu’tazilah), dan Ibrahim bin Isma’il bin Ulayyah Al-Jahmiy [Lihat Bada'iush Shona'i (1/455 & 2/22) karya Al-Kaasaaniy]
Mereka beralasan bahwa firman Allah,
“Dan Dirikanlah shalat…”(QS. Al-Baqoroh : 43)
Menurut mereka bahwa ayat ini sifatnya global, dan telah dijelaskan oleh Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- dengan perbuatannya. Karena itu, Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- bersabda,
صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي
“Sholatlah kalian melihat aku sholat”. [HR. Al-Bukhoriy dalam Kitab Al-Adzan (631)]
Kata mereka bahwa yang terlihat adalah perbuatan (gerakan), bukan ucapan. Jadi, sholat itu adalah nama bagi perbuatan-perbuatan (gerakan) saja!! Oleh karenanya, orang yang berpendapat demikian menyatakan bahwa kewajiban sholat gugur bagi seseorang yang tidak mampu melakukan gerakan-gerakan, walaupun ia mampu berdzikir. Jika ia mampu bergerak, dan hanya berdzikir dalam hati, maka kewajiban sholat tidak gugur darinya.
Demikian pendapat yang dinyatakan oleh Abu Bakr Abdur Rahman bin Kaisan Al-Ashom, seorang ahli bid’ah beraliran Mu’tazilah. Lalu diikuti pendapat ini oleh muridnya, Ibrahim bin Isma’il bin Ulayyah. Si murid ini juga ahli bid’ah dari kalangan Jahmiyyah.
Al-Hafizh Ibnu Abdil Barr Al-Andalusiy -rahimahullah- berkata, “Dia (Ibrahim bin Isma’il bin Ulayyah) memiliki banyak keganjilan, sedang pendapat-pendapatnya di sisi Ahlus Sunnah ditinggalkan; tak ada satu pendapatnya pun yang dianggap khilaf (yakni, tak ada nilainya)”. [Lihat Lisan Al-Mizan(1/15)]
Al-Imam Asy-Syafi’iy -rahimahullah- berkata tentang Ibrahim ini, “Dia adalah orang yang sesat yang biasa duduk di pintu As-Sawwal untuk menyesatkan manusia”. Asy-Syafi’iy juga berkata, “Saya selalu menyelisihi Ibnu Ulayyah dalam segala hal”. [Lihat Lisan Al-Mizan (1/15)]
Al-Imam Abu Abdillah Adz-Dzahabiy-rahimahullah- berkata tentang Ibrahim bin Isma’il bin Ulayyah,“Dia adalah seorang Jahmiyyah (aliran sesat). Orangnya suka berdebat (ahli kalam), dan menyatakan bahwa Al-Qur’an adalah makhluk. Dia wafat pada tahun 218 H”. [Lihat Mizan Al-I'tidal(1/20)]
Para pembaca yang budiman, pendapat yang dinyatakan oleh Abu Bakr Al-Ashom dan muridnya yang bernama Ibrahim bin Isma’il bin Ulayyah bahwa saat sholat seseorang boleh diam, dan tak perlu mengucapkan sesuatu apapun berupa dzikir dan bacaan; ini adalah pendapat batil, menyeleneh, dan menyelisihi dalil-dalil syar’iy.
Diantara dalil-dalil yang membatalkan pendapat dua orang ini adalah firman Allah -Ta’ala-,
“Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri (sholat) kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari orang-orang yang bersama kamu. Dan Allah menetapkan ukuran malam dan siang. Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak dapat menentukan batas-batas waktu-waktu itu, maka dia memberi keringanan kepadamu. Karena itu, bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran”.(QS. Al-Muzzammil : 20)
Ayat ini turun berkaitan dengan sholat, sedang bacaan disini sifatnya muthlaq (global), mencakup semua bacaan, baik itu Al-Fatihah, maupun bacaan nafilah setelahnya. Namun ayat ini tentunya telah dijelaskan oleh Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- bahwa yang dimaksud adalah wajib membaca Al-Fatihah, dan selebihnya adalah nafilah (mustahab). Oleh karenanya, beliau bersabda,
لاَ صَلاَةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ
“Tak sholat bagi orang yang tidak membaca Fatihatul Kitab”. [HR. Al-Bukhoriy (756), Muslim (872)]
Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqolaniy -rahimahullah- berkata usai menjelaskan wajibnya membaca AL-Fatihah, “Jika hal itu telah nyata, maka keherananku tak pernah berhenti terhadap orang yang sengaja tidak membaca Surat Al-Fatihah dari kalangan mereka, dan tak melakukan tuma’ninah. Akhirnya, ia pun melakukan suatu sholat yang ia mau mendekatkan diri kepada Allah -Ta’ala- dengannya, sedang ia sengaja melakukan dosa (yakni, tidak membaca Al-Fatihah) di dalamnya karena berlebihan dalam mewujudkan penyelisihan terhadap madzhab yang lain”. [Lihat Fathul Bari(2/313-314)]
Andaikan membaca dan berdzikir dalam hati adalah perkara yang mencukupi dalam sholat –dan itu mustahil-, maka tentunya Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- tak akan bersabda kepada orang yang tidak becus melakukan sholatnya,
ثُمَّ اقْرَأْ مَا تَيَسَّرَ مَعَكَ مِنْ الْقُرْآنِ
“Kemudian bacalah sesuatu yang mudah padamu berupa Al-Qur’an”. [HR. Al-Bukhoriy dalam Kitab Al-Adzan (757), dan Muslim dalam Kitab Ash-Sholah (883)]
Sebab yang disebut dengan qiro’ah (bacaan) bukan ucapan hati. Diantara konsekuensi qiro’ah (bacaan) menurut bahasa dan syara’ adalah menggerakkan lisan ( تحريك اللسان ) sebagaimana hal ini telah dimaklumi. Contohnya, firman Allah -Ta’ala-,
“Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al Quran, karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya”(QS. Al-Qiyamah : 16).
Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- dilarang oleh Allah menirukan bacaan Jibril –‘alaihi salam- kalimat demi kalimat, sebelum Jibril selesai membacakannya, agar nabi Muhammad -Shallallahu alaihi wa sallam- dapat menghafal dan memahami betul-betul ayat yang diturunkan itu.
Jadi, qiro’ah bukanlah ucapan hati, bahkan ucapan lisan. Oleh karena itu, para ulama yang melarang orang junub untuk membaca Al-Qur’an, mereka menetapkan bolehnya membaca ayat-ayat dalam hati, sebab ucapan dalam hati bukanlah qiro’ah (bacaan) yang terlarang, dan memang beda. [Lihat Al-Qoul Al-Mubin(hal.98) oleh Syaikh Masyhur bin Hasan Alu Salman, cet. Dar Ibn Al-Qoyyim & Dar Ibn Affan, 1416 H]
Al-Imam An-Nawawiy -rahimahullah- berkata, “Boleh bagi mereka (orang junub, wanita haidh dan nifas) untuk menyiratkan Al-Qur’an dalam hati, tanpa dilafazhkan; demikian pula melihat mushhaf , dan membacanya dalam hati”. [Lihat Al-Adzkar (hal. 13-14) oleh An-Nawawiy, dengan tahqiqIshomuddin Adh-Dhobabithiy, cet. Dar al-Hadits, 1424 H]
Seorang ulama Andalusia, Al-Qodhi Muhammad Ibn Rusyd pernah berkata, “Adapun bacaan seseorang dalam hatinya, namun ia tidak menggerakkan lisannya, bukanlah qiro”ah (bacaan) berdasarkan pendapat yang benar, karena bacaan itu hanyalah ucapan dengan menggunakan lisan. Nah, itulah yang diberi balasan. Dalil tentang hal itu adalah firman Allah -Azza wa Jalla-,
“Dia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya”. (QS. Al-Baqoroh : 286)
Dalilnya juga adalah sabda Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-,
تَجَاوَزَ اللَّهُ لِأُمَّتِي مَا حَدَّثَتْ بِهِ أَنْفُسُهَا
“Allah memaafkan bagi umatku sesuatu yang diucapkan oleh hati mereka”. [HR. Al-Bukhoriy (5269), Muslim (), Abu Dawud (2209), At-Tirmidziy (1183), An-Nasa'iy (3434) dan Ibnu Majah (2040). LihatIrwa' Al-Gholil(2062)]
Sebagaimana halnya seorang tidak dihukum dengan sebab sesuatu yang diucapkan oleh hatinya berupa kejelekan, dan itu tidak memudhoroti dirinya, maka demikian pula ia tidak diberi balasan atas sesuatu yang diucapkan oleh hatinya berupa qiro’aah, dan kebaikan. Balasan yang diberikan hanyalah berdasarkan gerakan lisan ketika membaca, dan melakukan kebaikan”. [Lihat Al-Bayan wa At-Tahshil (1/491)]
Diantara dalil yang paling kuat tentang wajibnya membaca dzikir dan qiro’ah dengan lisan dalam sholat, bukan hanya sekedar ucapan hati, yaitu hadits seorang yang tidak becus melakukan sholatnya ketika Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- bersabda kepadanya,
إِذَا قُمْتَ إِلَى الصَّلاَةِ فَكَبِّرْ ثُمَّ اقْرَأْ مَا تَيَسَّرَ مَعَكَ مِنْ الْقُرْآنِ ثُمَّ ارْكَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ رَاكِعًا ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَعْدِلَ قَائِمًا ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ جَالِسًا وَافْعَلْ ذَلِكَ فِي صَلَاتِكَ كُلِّهَا
“Jika engkau bangkit melaksanakan sholat, maka bertakbirlah, lalu bacalah sesuatu yang mudah bagimu berupa Al-Qur’an. Kemudian rukuklah sampai tuma’ninah dalam posisi rukuk. Kemudian bangkitlan sampai tegak dalam posisi berdiri. Lalu sujudlah sampai tuma’ninah dalam keadaan sujud. Kemudian bangkitlah sampai tuma’ninah dalam keadaan duduk. Lakukanlah hal itu dalam seluruh sholatmu”. [HR. Al-Bukhoriy dalam Kitab Al-Adzan (757), dan Muslim dalam Kitab Ash-Sholah (883)]
Hadits ini menjelaskan bahwa diantara rukun sholat adalah bertakbir dan membaca Al-Fatihah pada setiap raka’at, sedang kedua rukun ini adalah rukun yang berkaitan dengan ucapan dan bacaan. Jadi, barangsiapa yang tidak membaca dan mengucapkannya dalam sholat, maka sholatnya batal!!! Jika ia terus melakukannya, maka ia berdosa.
Ini bagi orang yang mampu membaca Al-Fatihah. Jika tidak mampu membaca Al-Fatihah setelah ia berusaha sekuat tenaga untuk menghafalnya, namun ia tak mampu juga karena suatu penyakit atau buta huruf, dan lainnya, maka Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- tetap memberikan bimbingan agar ia membaca dzikir berikut ini:
Dari sahabat Ibnu Abi Aufa -radhiyallahu anhu- berkata,
عَنْ ابْنِ أَبِي أَوْفَى قَالَ:جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ إِنِّي لَا أَسْتَطِيعُ أَنْ آخُذَ شَيْئًا مِنْ الْقُرْآنِ فَعَلِّمْنِي شَيْئًا يُجْزِئُنِي مِنْ الْقُرْآنِ فَقَالَ قُلْ سُبْحَانَ اللَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَاللَّهُ أَكْبَرُ وَلاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللَّهِ
“Seseorang pernah datang kepada Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- seraya berkata, “Sesungguhnya aku tidak mampu menghafal sesuatupun dari AL-Qur’an. Karenanya, ajarilah aku sesuatu yang mencukupi aku dari Al-Qur’an”. Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- bersabda, “Bacalah:
سُبْحَانَ اللَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَاللَّهُ أَكْبَرُ وَلاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللَّهِ
(Maha suci Allah, dan segala puji bagi Allah; Tiada sembahan yang, kecuali Allah; Allah Maha besar; Tiada daya dan upaya, kecuali pada Allah)”. [HR. Abu Dawud (832) dan An-Nasa'iy (923). Di-hasan-kan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Al-Irwa' (303)]
Para pembaca yang budiman, perhatikan ketika Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- memberikan ganti bacaan Al-Fatihah dengan dzikir tersebut, maka gantinyapun dengan dzikir qouliy (dzikir ucapan dengan menggunakan lisan). Semua ini menunjukkan kepada kita tentang batilnya pendapat Abu Bakr Al-Ashom dan Ibrahim bin Isma’il bin Ulayyah. Ini juga menghancurkan paham dan pemikiran menyimpang yang pernah dicetuskan oleh kaum shufiyyah alias tarekat bahwa sholat tidak perlu melakukan gerakan-gerakan dan membaca dzikir dan lainnya dalam sholat. Menurut mereka bahwa sholat itu cukup dzikir dalam hati. Subhanallah, jelas ini batil berdasarkan dalil-dalil di atas. Walilllahil hamdu walminnah.
Ringkasnya , sholat haruslah disertai ucapan dan gerakan perbuatan yang telah dijelaskan oleh Teladan kita, Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- dalam hadits-hadits yang shohih dari beliau. Tidak boleh sholat itu hanya sekedar bacaan atau dzikir dalam hati!!
Sumber : Buletin Jum’at At-Tauhid edisi 123 Tahun II. Penerbit : Pustaka Ibnu Abbas. Alamat : Jl. Bonto Te’ne No. 58, Kel. Borong Loe, Kec. Bonto Marannu, Gowa-Sulsel. HP : 08124173512 (a/n Ust. Abu Fa’izah). Pimpinan Redaksi/Penanggung Jawab : Ust. Abu Fa’izah Abdul Qadir Al Atsary, Lc. Editor/Pengasuh : Ust. Abu Fa’izah Abdul Qadir Al Atsary, Lc. Layout : Abu Dzikro. Untuk berlangganan/pemesanan hubungi : Ilham Al-Atsary (085255974201). (infaq Rp. 200,-/exp) atau klik di sini - http://portal-ilmu.net

Murottal Quran 30 Juz Sheikh Maahir Al Mu'ayqali

Shalat Tepat Waktu !

KOLEKSI CERAMAH MP 3

Popular Posts

Blog Archive

Diberdayakan oleh Blogger.

Al Qur'anku

Mushaf Al Qur'an

Jazakumullah Khayran

Daftar Isi

Al Qur'an dan Murotal

TvQuran

Kajian Ilmu Tajwid