Para pembaca, semoga Allah Subhanallahu wa Ta’ala selalu mencurahkan
rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua. Sebuah perjuangan dalam meninggikan
kalimat Allah Subhanallahu wa Ta’ala tidaklah lepas dari ujian ataupun cobaan. Ia akan menimpa siapa
saja yang menginginkan sebuah kemuliaan. Semakin besar nilai perjuangan itu,
semakin besar pula kadar ujian yang akan diterimanya. Itulah perjuangan. Setiap
insan tentu menginginkan keberhasilan dari perjuangan yang dijalaninya. Tanpa
putus asa dan terus berusaha dengan diiringi doa kepada Allah Subhanallahu wa Ta’ala semata,
keberhasilan dan kemuliaan akan Allah Subhanallahu wa
Ta’ala berikan, insya
Allah. Terlebih manakala yang diperjuangkan adalah
agama Allah Subhanallahu wa Ta’ala, sebagaimana yang Allah Subhanallahu wa
Ta’ala tegaskan dalam Al Qur’an (artinya):
“Wahai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong
(agama) Allah, niscaya Allah akan menolongmu dan meneguhkan
kedudukanmu.” (Muhammad:
7)
Itulah janji yang akan Allah Subhanallahu wa Ta’ala berikan kepada
para hamba-Nya yang berjuang di jalan-Nya.
Pembaca yang dimuliakan oleh Allah
Subhanallahu wa Ta’ala,
diantara kemuliaan yang telah Allah Subhanallahu wa
Ta’ala anugerahkan kepada Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam dan umat
Islam adalah diturunkannya surat An-Nashr (Pertolongan) yang menerangkan tentang
pertolongan dan kemenangan yang telah dan akan terus diperoleh Nabi Muhammad
Shalallahu ‘alaihi wa Sallam
dan para pengikutnya.
Kemuliaan Surat An-Nashr
Surat An-Nashr merupakan salah satu surat yang
terakhir diturunkan secara lengkap satu surat, sebagaimana disebutkan oleh
Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah dalam tafsirnya: “Ubaidullah bin Abdillah bin ‘Utbah berkata: “Ibnu Abbas radliyallahu ‘anhuma bertanya kepadaku:
“Wahai Ibnu ‘Utbah, apakah
engkau tahu surat Al-Qur’an yang terakhir turun?” Aku menjawab: “Ya,
“Apabila telah datang pertolongan Allah dan
kemenangan.” Kemudian Ibnu Abbas menjawab: “Benar.”
(Shahih Muslim no.
3024). Surat An-Nashr ini
termasuk surat Madaniyah (surat yang diturunkan setelah hijrahnya Rasulullah
Shalallahu ‘alaihi wa Sallam
ke Madinah).
Asy-Syaikh As-Sa’dy rahimahullah, ketika menjelaskan global
kandungan surat ini, mengatakan: “Di dalam surat yang mulia ini terdapat kabar gembira, perintah bagi
Rasul-Nya Shalallahu ‘alaihi wa Sallam ketika kabar gembira tersebut menjadi kenyataan, serta adanya
isyarat (tanda) dan konsekuensinya.
Kabar gembira tersebut adalah pertolongan
Allah untuk Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa
Sallam, penaklukan kota Makkah, serta masuknya umat
manusia ke dalam agama Islam secara berbondong-bondong, dan menjadi penolong
agama Islam yang sebelumnya sebagai musuh-musuh agama ini. Kabar gembira
tersebut telah menjadi kenyataan.
Adapun perintah Allah kepada Rasul-Nya setelah
terwujudnya kabar gembira dan penaklukan kota Makkah adalah perintah untuk
bersyukur kepada-Nya atas kemenangan tersebut, bertasbih dengan memuji-Nya, dan
beristighfar.
Sedangkan isyaratnya ada dua macam: yaitu
pertolongan yang terus berlangsung untuk Islam dan akan semakin bertambah
pertolongan tersebut dengan adanya tasbih, memuji Allah, dan permohonan ampun
kepada-Nya dari Rasul-Nya. Ini termasuk perwujudan rasa syukur, Allah
Subhanallahu wa Ta’ala
berfirman (yang artinya): “Sesungguhnya jika kamu
bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu.” (Ibrohim: 7)
Pertolongan tersebut juga telah terwujud pada
zaman Al-Khulafa` Ar-Rasyidin dan yang setelah mereka dari umat ini, dan terus berlangsung
hingga agama Islam mencapai apa yang belum pernah dicapai oleh agama-agama lain;
serta banyak orang yang menyambut agama Islam yang agama lain tidak dapat
menandinginya. Sampai akhirnya muncul penyimpangan dan penyelisihan perintah
Allah pada umat ini. Oleh karena itu, Allah Subhanallahu wa Ta’ala timpakan musibah
dengan perpecahan dan tercerai-berainya urusan, hingga terjadilah apa yang
terjadi.
Walaupun demikian, umat Islam dan agama ini
akan senantiasa dirahmati Allah Subhanallahu wa
Ta’ala, apa yang tidak terbetik dalam benak ini dan
tidak terlintas dalam angan.
Adapun isyarat yang kedua adalah isyarat
tentang ajal Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa
Sallam yang semakin dekat. Bersamaan dengan hal itu,
usia Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa
Sallam dipenuhi dengan keutamaan yang dengannya Allah
Subhanallahu wa Ta’ala
bersumpah.
Dan telah ditetapkan bahwa hal-hal yang
memiliki keutamaan seringkali diakhiri dengan istighfar, seperti sholat, haji, dan yang
selainnya.” (Tafsir As-Sa’dy, hal. 934)
Pembaca yang kami cintai, pemaparan Asy-Syaikh
As-Sa’dy rahimahullah
tersebut memberikan gambaran bahwa pertolongan yang hanya datang dari Allah
Subhanallahu wa Ta’ala
dijanjikan untuk umat ini tatkala mereka istiqomah di atas agama-Nya,
melaksanakan apa yang telah disyariatkan oleh Sang Pencipta, Penguasa dan
Pengatur alam ini, yaitu Allah Subhanallahu wa
Ta’ala. Namun manakala kebanyakan umat Islam telah
melalaikan kenikmatan ini, syari’at-Nya dicampakkan, maka pertolongan yang
sempat dirasakan umat ini pun sedikit demi sedikit dicabut dan digantikan dengan
musibah yang melanda. Itulah manusia, disadari atau tidak adalah makhluk yang
lalai, lalai dari mengerjakan amal kebajikan dan ketaqwaan, disisi lain juga
lalai dari dosa dan maksiat, sehingga dianggap remeh dan dikerjakan.
Wallahul musta’an.
KANDUNGAN SURAT AN-NASHR
Allah Subhanallahu
wa Ta’ala berfirman:
(Artinya): “Apabila
telah datang pertolongan Allah dan kemenangan. Dan kamu lihat manusia masuk
agama Allah dengan berbondong-bondong. Maka bertasbihlah dengan memuji Rabbmu
dan mohonlah ampun kepada-Nya, sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima
taubat.”
Ayat pertama:
“Apabila telah datang pertolongan Allah dan
kemenangan.”
Pembaca yang dimuliakan Allah Subhanallahu wa Ta’ala, ayat yang pertama
ini merupakan kabar gembira dari Allah Subhanallahu wa
Ta’ala kepada Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam dan umat ini
dengan datangnya pertolongan dan kemenangan atas perjuangan yang dilakukan oleh
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam bersama kaum muslimin.
Pertolongan itu datangnya dari Allah
Subhanallahu wa Ta’ala
satu-satunya, dan hanya akan diberikan kepada siapa saja yang berpegang teguh
kepada perintah Allah Subhanallahu wa
Ta’ala dan Rasul-Nya Shalallahu ‘alaihi wa Sallam. Allah
Subhanallahu wa Ta’ala
menyatakan dalam Al-Qur’an (artinya):
“Dan pertolongan itu hanyalah dari Allah yang
Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Ali Imron: 126)
Sebaliknya, pertolongan hakiki itu tidak
mungkin, bahkan mustahil, akan diberikan kepada orang-orang yang mengaku dan
menyeru untuk berjuang serta berkorban demi tegaknya syari’at Allah Subhanallahu wa Ta’ala, namun justru
mereka menggunakan cara-cara yang jauh dari syari’at Allah Subhanallahu wa Ta’ala, jauh dari
tuntunan yang telah dicontohkan Rasulullah Shalallahu
‘alaihi wa Sallam dan para shahabatnya.
Para pembaca yang kami muliakan, disebutkan
oleh sebagian Mufassirun (ahli tafsir), diantaranya Al-Imam Ibnu Jarir
Ath-Thobary rahimahullah,
bahwa الفتح (Kemenangan)
yang dimaksudkan dalam ayat ini adalah Fathu Makkah (penaklukan kota Makkah)
yang sebelumnya dikuasai oleh kaum musyrikin Quraisy.
Ayat kedua:
“Dan kamu lihat manusia masuk agama Allah
dengan berbondong-bondong.”
Inilah salah satu bentuk pertolongan yang
diberikan oleh Allah Subhanallahu wa
Ta’ala. Ketika manusia berdatangan secara
berbondong-bondong dari berbagai negeri, sampai penduduk Yaman sekalipun, datang
dan menyatakan keimanan mereka di hadapan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam. Disebutkan
oleh Al-Imam Ibnu Jarir Ath-Thobary rahimahullah, dari shahabat Abdullah bin
Abbas radliyallahu ‘anhuma
berkata: “Ketika Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa
Sallam berada di Madinah, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam bertakbir:
“Allahu Akbar! Allahu Akbar! Telah datang pertolongan Allah dan kemenangan, dan
telah datang penduduk Yaman, kemudian beliau Shalallahu ‘alaihi wa Sallam ditanya:
“Wahai Rasulullah, siapa mereka penduduk Yaman?, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam menjawab:
“Mereka adalah kaum yang luhur budi pekertinya, lemah lembut perangai dan
akhlaknya. Keimanan di Yaman, Fiqh di Yaman dan Hikmah juga di Yaman.”
(Tafsir Ath-Thobary, hal.
603)
Pada saat itu, agama Islam menampakkan
kewibawaannya di mata musuh-musuhnya. Bahkan, banyak dari mereka yang pada
awal-awal Islam sebagai penghalang dan musuh bagi agama ini, berbalik masuk
Islam dan menjadi penolongnya.
Ayat ketiga:
“Maka bertasbihlah dengan memuji Rabbmu dan
mohonlah ampun kepada-Nya, sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima
taubat.”
Sebagai wujud syukur atas pertolongan dan
kemenangan yang telah diberikan Allah Subhanallahu wa
Ta’ala kepada Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam dan umat
ini, Allah Subhanallahu wa Ta’ala memerintahkan Nabi-Nya Shalallahu
‘alaihi wa Sallam untuk bertasbih, memuji Allah
Subhanallahu wa Ta’ala dan
memohon ampun kepada-Nya.
Al-Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah menyebutkan bahwa ‘Aisyah
radliyallahu ‘anha berkata:
“Dahulu Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa
Sallam di akhir-akhir hidupnya memperbanyak
ucapan:
سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ أَسْتَغْفِرُ
اللَّهَ وَأَتُوبُ إِلَيْهِ
“Maha Suci Allah dan dengan memuji-Nya aku
memohon ampun kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya.”
Sebagaimana disebutkan juga oleh Al-Imam
Muslim dalam Shahih-nya hadits no. 484.
Setelah turunnya surat An-Nashr ini,
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam juga banyak membaca dalam ruku’ dan sujudnya:
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي
“Maha Suci Engkau, Ya Allah, dan dengan
memuji-Mu, Ya Allah, ampunilah aku.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Pembaca yang kami muliakan, turunnya surat
An-Nashr ini merupakan pertanda bahwa ajal (kematian) beliau Shalallahu ‘alaihi wa Sallam sudah dekat,
dan inilah yang disepakati oleh para shahabat radliyallahu ‘anhum. Al-Hafizh Al-Baihaqi
rahimahullah menyebutkan
riwayat dari shahabat Ibnu Abbas radliyallahu
‘anhuma. Beliau Shalallahu
‘alaihi wa Sallam berkata: “Ketika turun surat
(An-Nashr), Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa
Sallam
memanggil Fathimah (putrinya-red) dan berkata:
“Sesungguhnya aku telah mendapat kabar tentang
kematianku”, maka ketika itu Fathimah radliyallahu ‘anha tampak menangis dan
kemudian tertawa. Kemudian ia (Fathimah–pen) berkata: “Aku diberi tahu tentang
berita kematiannya (yaitu kematian Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam –pen), maka
akupun menangis. Lalu Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa
Sallam berkata kepadaku, “Bersabarlah! karena kamu adalah orang pertama dari keluargaku yang
akan menyusulku, maka akupun (Fathimah–pen) tertawa.”
(Dala`il An-Nubuwwah Li Al-Baihaqiy, 7/167).
Dikisahkan juga oleh Ibnu Abbas radliyallahu ‘anhuma: “Suatu hari ketika
Umar bin Al-Khatthab radliyallahu ‘anhu membawaku masuk bersama para pejuang pertempuran Badr (pada saat
itu Ibnu Abbas radliyallahu ‘anhuma masih muda belia). Tampak keganjilan dalam hati pada sebagian yang
hadir, mereka berkata: “Mengapa Umar mengkhususkan anak ini (Ibnu Abbas
radliyallahu ‘anhuma–red)
padahal kita juga memiliki anak sepertinya?” Lalu Umar radliyallahu ‘anhu mengatakan:
“Sesungguhnya siapapun telah mengetahui sebagaimana yang kalian ketahui
tentangnya (yaitu Ibnu Abbas radliyallahu
‘anhuma–red).” Umar radliyallahu ‘anhu bertanya kepada mereka
(para pejuang Badr radliyallahu ‘anhum) tentang tafsir surat An-Nashr, maka sebagian dari mereka
menjawab: “Bahwa dalam ayat ini Allah Subhanallahu wa
Ta’ala telah memerintahkan kepada kita agar memuji
Allah, dan memohon ampun kepada-Nya jika telah datang pertolongan Allah dan
kemenangan bagi kita.” Sebagian yang lain terdiam dan tidak berkomentar
sedikitpun. Kemudian Umar radliyallahu ‘anhu
bertanya kepadaku: “Apakah tafsir seperti itu yang
engkau pahami, wahai Ibnu Abbas?” Aku menjawab: “Tidak, (bukan sekedar
itu–red).” Umar radliyallahu ‘anhu berkata: “Lalu bagaimana menurutmu?” Akupun berkata: “Yaitu berita
tentang kematian Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa
Sallam yang telah diberitahukan Allah Subhanallahu wa Ta’ala kepadanya
Shalallahu ‘alaihi wa Sallam,” kemudian Umar berkata: “Tidaklah aku memahaminya melainkan sama
seperti yang telah engkau ucapkan.” (Shahih
Al-Bukhari no. 4970)
Akhirnya sebagai penutup, kita memohon
kehadirat Allah Yang Maha Agung, Peguasa Arsy yang mulia agar menganugerahkan
kepada kita semua ketetapan hati dan istiqomah dalam menjalankan segala
perintah-Nya serta menjauhi segala yang dilarang-Nya. Dengan suatu harapan,
semoga Allah Subhanallahu wa Ta’ala memberikan kepada kita pertolongan dan kemenangan sebagaimana yang
telah diberikan kepada generasi terbaik umat ini. Amin…-buletin al ilmu.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar