Surga Dibawah Telapak Kaki Ibu


Penulis: Ustadz Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar as-Sidawi
Muqaddimah
Ungkapan di atas sangat populer sekali dan banyak beredar di pengajian, ceramah, dan tu­lisan yang menekankan keutamaan berbakti kepada kedua orang tua, terutama seorang ibu yang telah banyak berjasa besar dan melakukan pengorbanan yang luar biasa untuk anaknya.
Ungkapan ini semakin laris manis pada saat menyongsong hari ibu yang diperingati oleh sebagian kaum muslimin untuk mengenang jasa para ibunda. Namun, apakah ungkapan ini merupakan hadits Nabi?! Ataukah hanya kata mutiara saja?! Apakah kemasyhurannya adalah jaminan bahwa itu adalah ucapan Nabi?!
Berikut ini kajian singkat tentang hadits pembahasan. Semoga Allah menjadikannya bermanfaat bagi kita semua.
TEks Hadits: “Surga di bawah telapak kaki ibu.
” MAUDHU’. Diriwayatkan oleh Abu Bakar asy­ Syafi’i dalam ar-Ruba’iyyat 2/25/1, Abu Syaikh dalam al-Fawaid no. 357 dalam at-Tarikh hlm. 253, ats­Tsa’labi dalam Tafsir­nya 3/53/1, al­Qudha’i dalam Musnad Syihab 2/2/1, ad­Dulabi dalam al- Kuna 2/138 dari Manshur bin Muhajir dari Abu Nadhr al­ Abbar dari Anas secara marfu’.
Sanad ini parah, karena Manshur dan Abu Nadhr tidak dikenal sebagaimana kata Ibnu Thahir, seperti dinukil oleh al­ Munawi dalam Faidhul Qadir seraya mengatakan, “Hadits ini mungkar.”
Hadits ini memiliki jalur lain, diriwayatkan Ibnu Adi dalam al-Kamil 1/325 dan al­ Uqaili dalam adh-Dhu’afa' dari Musa bin Muhammad bin Atha': Menceritakan kepada kami Abu Ma­lih: Menceritakan kepada kami Maimun dari Ibnu Abbas d secara marfu’ (sampai kepada Nabi).
Sanad ini adalah maudhu’, sebab Musa bin Atha' adalah seorang pendusta. Al­Uqaili ber­ kata, “Hadits ini mungkar.”
Pnngganti yang shahih
Sebagai ganti hadits ini adalah hadits Mu’awiyah bin Jahimah, bahwasanya beliau datang kepada Rasulullah  seraya berkata:

“Wahai Rasulullah, aku hendak berperang, kini aku datang untuk meminta pendapat engkau.” Rasulullah  menjawab, “Apakah engkau mempunyai ibu?” Jawabnya, “Ya.” Lalu Rasulullah  bersabda, “Berbuat baiklah kepadanya. Sesungguhnya surga itu berada di bawah kedua kakinya.”
Diriwayatkan Nasa’i (2/54) dan ath­Thabarani (2/225), dan sanadnya?hasan—insya Allah. Al­ Hakim menshahihkannya (4/151) dan disetujui oleh adz­Dzahabi dan al­Mundziri (3/214).
Faedah: Maksud “Surga di bawah telapak kaki ibu” adalah bahwa tawadhu’ (rendah hati) kepada seorang ibu merupakan sebab ma­suknya seorang ke surga. Demikian dikatakan oleh az­Zarkasyi dan as­Sakhawi.
Yang Penting Maknanya Benar
Kebenaran makna dan isi suatu ungkapan tidak serta­-merta menjadi alasan bolehnya menisbahkan ungkapan tersebut kepada Nabi. Sebab, tidak boleh menisbahkan ungkapan kepada Rasulullah  kecuali yang benar­-benar beliau sabdakan. Al­Hafizh Abul Hajjaj al­Mizzi  berkata, “Tidak boleh seorang pun menis­bahkan ungkapan yang dianggapnya baik ke­ pada Rasulullah  sekalipun maknanya benar, karena semua yang dikatakan oleh Rasulullah  adalah benar, tetapi tidak semua yang benar itu mesti dikatakan oleh Rasulullah .”
Syaikh al­Albani juga menilai bahwa terma­suk kebodohan anggapan bahwa suatu hadits apabila benar maknanya berarti Rasul  pasti mengucapkannya. Beliau  berkata, “Sung­guh ini adalah kejahilan yang amat parah, kare­na betapa banyak hadits­-hadits yang dilemah­kan oleh para ulama ahli hadits padahal maknanya shahih. Terlalu banyak kalau saya harus menampilkan contoh-­contohnya, cukuplah apa yang terdapat dalam kitab karyaku ini. Seandainya penshahihan hadits dibuka karena melihat maknanya yang shahih tanpa meli­hat kepada sanadnya, niscaya berapa banyak kebatilan akan masuk kepada syari’at dan be­tapa banyak manusia yang akan menyandar­kan kepada Nabi ucapan yang tidak beliau katakan, dengan alasan tersebut, kemudian me­reka mengambil tempat duduknya di neraka.”
Pupuler Bukan Jaminan Shahih
Bila ada yang mengatakan: Namun, hadits ini 'kan sudah masyhur dan populer sekali di masyarakat, apakah hal itu tidak cukup menun­jukkan bahwa dia adalah hadits shahih?! Kami katakan: Suatu hadits yang masyhur (populer) dan laris­-manis di kalangan masyara­kat sama sekali bukanlah jaminan bahwa hadits tersebut shahih. Berapa banyak hadits yang masyhur di masyarakat, tetapi para ulama ahli hadits menghukuminya sebagai hadits lemah, palsu, bahkan tidak ada asalnya.
Al­ Hafizh Ibnu Hajar  berkata, “Hadits masyhur bisa juga diartikan dengan suatu hadits yang ba­nyak beredar di lidah masyarakat umum, maka hal ini mencakup hadits yang memiliki satu sanad atau lebih, bahkan hadits yang tidak me­miliki sanad sama sekali.”
Syaikhul Islam berkata, “Seandainya sebagian masyarakat umum yang mendengar hadits dari tukang cerita dan aktivis dakwah, atau dia membaca hadits, yang baginya adalah populer, maka hal itu sama sekali bukanlah menjadi patokan. Betapa banyak hadits­-hadits yang populer di masyarakat umum, bahkan di kalangan para ahli fiqih, kaum sufi, ahli filsafat, dan sebagainya, lalu menurut pandangan ahli hadits ternyata hadits tersebut adalah tidak ada asalnya, dan mereka menegaskan hadits terse­ but palsu.”
Ibu, Alangkah Besarnya Jasamu!!
Sesungguhnya kedudukan berbuat baik ke­ pada orang tua dalam Islam sangatlah tinggi dan agung. Betapa banyak Allah  mengiring­kan antara hak­Nya dan hak orang tua, seperti firman Allah :
ِDan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara ke duanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.”(QS. al­Isrâ' [17]: 23–24)
Berbuat baik kepada ibu bapak sama­-sama ditekankan dalam Islam, namun yang lebih ditekankan lagi ialah berbuat baik kepada ibu karena besarnya jasa dan pengorbanan seorang ibu daripada ayah.
Allah  berfirman:
َٰ Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. (QS. Luqman [31]: 14)
Dalam ayat ini Allah  menyebutkan tiga jasa ibu: tugas sebagai ibu, mengandung, dan me­ nyapih.
Ayat ini diperkuat oleh hadits berikut:
Dari Abu Hurairah  berkata, “Datang seorang lelaki kepada Rasulullah  seraya berkata, ‘Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak untuk aku berbuat baik kepadanya?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Dia bertanya lagi, ‘Lalu siapa lagi?’ Nabi  menjawab, ‘Ibumu.’ Dia bertanya lagi, ‘Siapa lagi?’ Nabi  menjawab, ‘Ibumu.’ Dia bertanya lagi, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Kemudian ayahmu.’” (HR. Bukhari: 5971 dan Muslim: 2548)
Dalam hadits ini, Nabi  menyebut ibu sebanyak tiga kali, menunjukkan bahwa ibu adalah wanita yang paling berjasa bagi anak. Maka semestinya seorang anak untuk berbuat baik kepadanya lebih dari yang lainnya. Na­mun sangat disayangkan sekali, pada zaman kita sekarang banyak sekali anak­-anak yang tidak berbakti kepada ibunya. Lantas, seperti inikah balasan orang yang telah berjasa besar kepadamu?!
Saudaraku, seorang ibu adalah wanita yang sangat mulia dan pahlawan bagi anak, dia telah melakukan pengorbanan yang luar biasa dan berjasa dengan jasa yang tidak bisa dibayar dengan harta, dialah yang mengandung be­ berapa bulan lamanya dengan penuh kesulitan dan penderitaan, dialah yang melahirkan de­ ngan taruhan nyawa, dialah yang menyusui, merawat, mendidik, mengasihi hingga tumbuh dewasa. Ingatlah bahwa kebaikan apa pun yang telah engkau berikan kepada ibu, maka itu belum sesuai dengan jasa mereka sedikit pun.
Dikisahkan bahwa ada seorang berkata kepada sahabat Abdullah bin Umar, “Saya telah menggendong ibuku di atas punggungku dari Khurasan sampai selesai menunaikan ibadah manasik haji, apakah saya telah membalas budi ibu saya?!” Ibnu Umar, “Tidak seimbang sama sekali meskipun (hanya) dengan sekali penderitaannya saat melahirkan.” Akhirnya, kita berdo’a kepada Allah  agar menjadikan kita semua anak-­anak yang ber­bakti kepada orang tua kita, khususnya kepada ibu kita, baik ketika mereka masih hidup di du­nia atau sudah meninggal dunia. Âmîn. []
http://www.majalahalfurqon.com

Sejarah Masjid Shiratal Mustaqiem Samarinda


Didirikan tahun 1881, Shiratal Mustaqiem merupakan masjid tertua di Samarinda, Kalimantan Timur. Didirikan oleh pedagang muslim asal Pontianak, Kalimantan Barat bernama Said Abdurachman bin Assegaf bergelar Pangeran Bendahara.

Masjid Shiratal Mustaqiem yang sekarang berada di Jalan Pangeran Bendahara, Kelurahan Masjid, Kecamatan Samarinda Seberang, Kota Samarinda, dulunya sekitar tahun 1800-an merupakan tempat prostitusi, judi, penyembahan berhala, dan sarang bandit. Sehingga tidak khayal para saudagar maupun rakyat biasa enggan melintasi daerah itu.

Namun kondisi itu bertolak belakang ketika Sultan Kutai Kartanegara ke-18 (1845-1899), Aji Muhammad Sulaiman memberikan titah kepada Said menjadi tokoh masyarakat Samarinda Seberang. Tidak sekadar menjadi saudagar, Said juga menjadi kiai menyebarkan ajaran Islam.

Ada kisah menarik di balik usaha mendirikan 4 tiang utama penyangga masjid. Meski dilakukan secara gotong royong, pemasangan tiang yang terbuat dari kayu ulin dengan panjang mencapai 7 meter sulit dilakukan. Hal itu karena besarnya kayu ulin.

Akhirnya di tengah keputusasaan para pekerja, tiba-tiba mereka didatangi seorang nenek dari luar desa. Tanpa banyak bicara, sang nenek yang tidak diketahui namanya itu langsung menghampiri kerumunan pekerja dan menawarkan bantuan.

Setelah Said dan para pekerja menyetujui tawaran, sang nenek yang memakai jubah serba putih itu hanya meminta syarat supaya para warga Samarinda Seberang tidak melihat prosesi pemasangan tiang.

Melihat syarat yang cukup ringan, akhirnya warga Samarinda menyerahkan pemasangan tiang kepada sang nenek. Hingga akhirnya pada suatu pagi, warga dikejutkan dengan posisi 4 tiang ulin yang sudah terpancang tegak lurus.

Pembangunan Masjid Shiratal Mustaqiem memakan waktu 10 tahun, memiliki luas bangunan sekitar 625 meter persegi dan teras sepanjang 16 meter. Sultan Kutai Aji Mohammad Sulaiman merupakan imam pertama di masjid tersebut. Meski beberapa kali dicat ulang, namun bangunannya tidak mengalami perubahan.

Berbagai sumber.
[war]
http://www.merdeka.com

10 Kunci Untuk Mentadabburi Al-Qur’an


Kita sangat percaya dan tidak ragu lagi, bahwa apabila Alqur’an ini diturunkan kepada gunung, maka dia akan tunduk khusyu terpecah belah dikarenakan takut kepada Allah. Sebagaimana firman Allah Subhanahu Wata’ala :
لَوْ أَنزَلْنَا هَذَا الْقُرْءَانَ عَلَى جَبَلٍ لَّرَأَيْتَهُ خَاشِعًا مُتَصَدِّعًا مِّنْ خَشْيَةِ اللهِ وَتِلْكَ اْلأَمْثَالُ نَضْرِبُهَا لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
“Kalau sekiranya kami menurunkan al-Qur’an ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan takut kepada Allah.Dan perumpamaan-perumpamaan itu kami buat untuk manusia supaya mereka berfikir”. (al-Hasyr :21)
Tapi kebanyakan kita manusia yang punya matahati, malah biasa – biasa saja ketika membacanya. Kita tidak menemukan apa yang Allah gambarkan pada ayat di atas. Tidak meninggalkan bekas dan hampir tak ada bedanya dengan kita membaca buku cerita atau sejenisnya.
Di mana letak kesalahannya?
Kalau Alqur’an, kita tidak ragu lagi kalau dia adalah ayat – ayat Allah yang punya daya pengaruh yang sangat kuat. Jadi tidak ada kemungkinan lain kecuali kesalahan itu ada pada diri kita sendiri dan cara kita berinteraksi dengan Alqur’an.
Segala sesuatu pasti ada kuncinya. Kunci shalat adalah bersuci, kunci surga adalah kalimat tauhid, kunci kemenangan adalah sabar, dan kunci – kunci yang lain. Begitu juga permasalahan yang kita hadapi ini pasti ada kuncinya. Kunci agar kita khusyu ketika membaca Alqur’an, mentadabburi dan menghayatinya sepenuh hati.
Syaikh Khalid ibn Abdil Karim mencoba mencari dan memaparkan kepada kita sepuluh kunci untuk mentadabburi dan menghayati Alqur’an.
10 Kunci tersebut adalah :
  • Kunci Pertama : Hati yang Cinta Alqur’anSudah dimaklumi bahwa kalau hati sudah cinta pada sesuatu, maka dia akan tertambat, selalu ingin bertemu dan rindu padanya. Begitu juga Alqur’an. Kalau seseorang sudah cinta padanya maka dia akan selalu merasa senang membacanya dan mengerahkan seluruh kemampuannya untuk memahami dan menyelami makna yang terkandung dalam Alqur’an. Maka lahirlah dari situ penghayatan dan pentadabburan yang sangat dalam. Sebaliknya, kalau tidak ada cinta ini, maka orang akan sangat sulit sekali menyelami makna – makna Alqur’an.
    Pada kenyataan sehari – haripun kita dapatkan hal seperti ini. Anak yang cinta pelajaran dan punya semangat belajar, maka dia akan lebih mudah dan cepat menyerap pelajaran dibandingkan dengan anak yang tidak cinta ilmu dan bermalas – malasan.
    Sudahkah kita cinta Alqur’an ?
    Cinta Alqur’an mempunyai beberapa tanda, di antaranya :
    1. Gembira bila bersua dengannya
    2. Duduk bersanding lama dengannya tanpa bosan
    3. Selalu rindu padanya bila lama tak bertemu atau adanya kesibukan yang menghalangi dia darinya, serta selalu berusaha menghilangkan apapun penghalang antara dia dengannya
    4. Selalu minta petunjuknya, percaya dan puas dengan pengarahannya dan selalu merujuk kepadanya bila mendapatkan permasalahan hidup, baik yang berat ataupun yang ringan
    5. Selalu mentaatinya di perintah dan larangannya
    Abu Ubaid rahimahullah berkata :
    “Seorang hamba ditanya tentang dirinya hanya dengan Alqur’an. Apabila dia cinta Alqur’an, maka sungguh dia cinta Allah dan RosulNya”
  • Kunci Kedua : Meluruskan Tujuan Membaca Alqur’an Ada lima tujuan yang agung ketika membaca Alqur’an, yaitu :
    1. Mengharapkan pahala
    2. Bermunajat dengan Penciptanya
    3. Berobat
    4. Mendapatkan ilmu
    5. Bertujuan untuk mengamalkannya
    Bilamana seorang muslim membaca Alqur’an dengan menggabungkan lima tujuan agung ini di dalam hatinya, maka pahalanya akan lebih besar dan manfaatnya akan lebih banyak.
    Nabi Muhammad sallalluhu ‘alaihi wasallam bersabda :
    إنما الأعمال بالنيات و إنما لكل امرئ ما نوى
    “ Segala amal itu tergantung niatnya, dan setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan” (HR. Bukhari : 1, Muslim : 1907)
    Maka setaip kali niat itu lebih ikhlas, lebih murni, lebih tinggi nilainya maka pahala dan hasilnyapun akan lebih besar.
  • Kunci Ketiga : Sholat Malam Bersama Alqur’an Maksudnya adalah kita membaca Alqur’an ketika shalat malam. Ini adalah termasuk kunci yang paling utama untuk bisa mentadabburi Alqur’an dengan baik. Banyak sekali dalil – dalil yang menunjukkan penting dan utamanya shalat malam, di mana amalan ini bisa menjadikan bacaan Alqur’an lebih bermakna.
    Di antaranya adalah firman Allah Subhanahu Wata’ala :
    وَمِنَ الَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نَافِلَةً لَّكَ عَسَى أَن يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَّحْمُودًا
    “Dan pada sebagian malam hari shalat tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Rabb-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji”. (Al-Isra : 79)
    Juga firman Allah Ta’ala :
    يَآأَيُّهَا الْمُزَّمِّلُ . قُمِ الَّيْلَ إِلاَّ قَلِيلاً . نِّصْفَهُ أَوِ انقُصْ مِنْهُ قَلِيلاً . أَوْزِدْ عَلَيْهِ وَرَتِّلِ الْقُرْءَانَ تَرْتِيلاً . إِنَّا سَنُلْقِي عَلَيْكَ قَوْلاً ثَقِيلاً . إِنَّ نَاشِئَةَ الَّيْلِ هِيَ أَشَدُّ وَطْئًا وَأَقْوَمُ قِيلاً
    “Hai orang yang berselimut (Muhammad), bangunlah (untuk shalat) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya),(yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit, atau lebih dari seperdua itu, Dan bacalah al-Qur’an itu dengan perlahan-lahan. Sesungguhnya Kami akan menurunkan kepadamu perkataan yang berat.Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyuk) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan”. ( Al Muzzammil : 1-6)
    Nabi Muhammad Sallallahu ‘alahi wasallam juga bersabda :
    “ Apabila seorang ahli Alqur’an mengamalkannya, dia baca Alqur’an di malam dan siang hari, niscaya hafalannya terjaga. Tapi kalau ia tinggalkan maka hilanglah hafalannya”. (HR. Muslim : 789)
  • Kunci Keempat : Membacanya di Malam HariWaktu malam, apalagi menjelang fajar adalah waktu yang sangat baik untuk menghayati dan merenungi ayat – ayat Alqur’an. Itu dikarenakan waktu itu adalah waktu yang barokah, dimana Allah turun ke langit dunia dan dibukanya pintu – pintu langit. Di samping waktu itu adalah waktu yang tenang dan sunyi.
    Di antara dalil yang menunjukkan bahwa membaca Alqur’an di malam hari adalah kunci tadabbur Alqur’an adalah firman Allah Ta’ala :
    وَمِنَ الَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نَافِلَةً لَّكَ عَسَى أَن يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَّحْمُودًا
    “Dan pada sebagian malam hari shalat tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Rabb-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji”. (Al-Isra : 79)
    Dan juga firman Allah Ta’ala :
    إِنَّ نَاشِئَةَ الَّيْلِ هِيَ أَشَدُّ وَطْئًا وَأَقْوَمُ قِيلاً
    “Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyuk) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan”. ( Al Muzzammil : 6)
    Ibnu ‘Abbas radhiyallahu anhuma dalam hal baca Alqur’an di malam hari ini berkata : “ Itu lebih mudah untuk memehami Alqur’an “
  • Kunci Kelima : Mengkhatamkan Alqur’an PerpekanInilah yang diamalkan oleh kebanyakan Shahabat radhiyallahu anhum dan para Salafussholeh, dimana mereka adalah orang – orang yang paling menghayati dan mentadabburi serta mengamalkan ayat – ayat Alqur’an.
    Ibnu Mas’ud radhiyallahu anhu berkata :” Janganlah Alqur’an itu di khatamkan kurang dari tiga hari. Khatamkanlah dalam tujuh hari sekali, dan hendaklah dijaga hizbnya (tanda penunjuk bacaannya)”
    Dalam hal ini, Imam Nawawi rahimahullah berkata : “ Seperti itulah amalan kebanyakan para Salaf”
    Adapun Imam Suyuti rahimahullah, beliau berkata : “ Amalan yang seperti ini lebih baik dan lebih seimbang. Dan itu adalah amalan kebanyakan para Shahabat dan yang lainnya”.
  • Kunci Keenam : Membacanya Melalui HafalanOrang yang hafal Alqur’an, dia lebih mudah untuk merenungi dan menghayati Alqur’an, karena Alqur’an telah mendarah daging di dalam tubuhnya dan mudah untuk menghadirkannya kapan saja dan di mana saja. Oleh karena itu Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wasallam mencela orang yang sama sekali tidah hafal Alqur’an.
    Nabi Muhammad Sallallahu ‘alahi wasallam bersabda :
    إن الذي ليس في جوفه شيئ من القرأن كالبيت الخرب
    “ Sesungguhnya orang yang di dalam dirinya tidak ada Alqur’an walaupun sedikit, dia itu seperti rumah yang telah usang” (HR. Tirmidzi : 2913, beliau berkata : hadits hasan)
  • Kunci Ketujuh : Mengulang – ulang Ayat yang DibacaTujuan diulang – ulangnya ayat adalah untuk memahami ayat yang dibaca. Lebih sering diulang maka pemahaman dan penghayatan akan lebih dalam. Para Salafussalih kita dahulu selalu mengulang ayat – ayat yang mereka baca, mengikuti suri tauladan mereka, makhluk yang paling mereka cintai yaitu Rasulullah sallalluhu ‘alaihi wasallam.
    Abu Dzar radhiyallahu anhu menceritakan : Rasulullah melaksanakan shalat malam hingga shubuh dengan mengulang – ulang satu ayat, yaitu ayat :
    إِن تُعَذِّبْهُمْ فَإِنَّهُمْ عِبَادُكَ وَإِن تَغْفِرْ لَهُمْ فَإِنَّكَ أَنتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
    “ Jika engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya adalah hamba-hamba Engkau, dan jika Engkau mengampuni mereka, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (al-Maidah :118)
  • Kunci Kedelapan : Mengkaitkan Alqur’an Dengan Makna dan Realita KehidupanArtinya adalah selalu mengaitkan apa yang kita baca dari Alqur’an dengan makna di kehidupan nyata kita sehari – hari. Apapun yang kita temukan di kehidupan kita, kita selalu ingat Alqur’an dan mengaitkan dengannya. Dengan ini Alqur’an selalu ada di dalam jiwa kita hidup dan mendarah-daging.
  • Kunci Kesembilan : Membaca Alqur’an Secara TartilMembaca tartil artinya membaca dengan perlahan tidak tergese – gesa. Ini dilakukan kita si pembaca bisa memahami dan menghayati apa yang kita baca.
    Allah Ta’ala telah memerintahkan kita semua untuk membaca Alqur’an dengan tartil.
    Allah Subhanahu Wata’ala berfirman :
    وَرَتِّلِ الْقُرْءَانَ تَرْتِيلاً
    “Dan bacalah al-Qur’an itu dengan perlahan-lahan” (al-Muzzammil :5)
    Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan ayat ini : “ Maksudnya adalah: bacalah dengan pelan dan tidak tergesa – gesa, Karena yang seperti itu membantu sekali dalam memahami dan menghayati Alqur’an “
  • Kunci Kesepuluh : Mengeraskan Bacaan Alqur’an Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wasalam telah memerintahkan kita umatnya agar memperbagus lantunan Alqur’an dan mengeraskan bacaannya. Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wasalam bersabda :
    ليس منا من لم يتغنى بالقرأن يجهر به
    “ Bukanlah termasuk dari golongan kami orang yang tidak melantunkan Alqur’an dengan mengeraskan bacaannya” (HR. Bukhari : 7089 dan yang lainnya)
    Ibnu Abbas radhiyallahu anhu berkata kepada orang yang membaca Alqur’an dengan cepat :
    “ Kalau kamu baca Alqur’an, maka bacalah dengan bacaan yang bisa didengar telingamu dan difahami matahatimu”.
    Ibnu Abi Laila rahimahullah berkata :
    ” Kalau anda membaca Alqur’an maka usahakanlah didengar telingamu, karena hati itu pertengahan antara lidah dan telinga”.
    Semoga kita semua bisa memahami, menghayati, mentadabburi dan mengamalkan ayat – ayat Alqur’an. Dan semoga kita mendapatkan syafaat dari Alqur’an. Amin. Wallahu A’lam.
( Abu Maryam, disarikan dari kitab : Mafatih Tadabbur Alqur’an oleh Syaikh Khalid ibn Abdil Karim )
Sumber : http://www.alsofwah.or.id/index.php?pilih=lihatquran&id=120

[Download] Al-Qur’an Digital V.3.1 — Murottal, Terjemah (Ind-Eng), Belajar Tajwid, dll.


Digital Qur'an - Awal
Digital Qur'an - Awal
Al-Qur’an merupakan ucapan Allah Subhanahu wa Ta’la yang hendaknya setiap manusia pada umumnya dan kaum muslimin pada khususnya agar mempelajarinya dengan pemahaman yang benar, kemudian meyakininya dan mengamalkannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Digital Quran merupakan salah satu program komputer berbasis windows yang menampilkan Kitab Suci Al-Qur’an sehinga dengannya diharapkan dapat lebih mendekatkan manusia pada umumnya dan kaum muslimin pada khususnya dengan ucapan Allah Subhanahu wa Ta’latersebut.
Digital Quran Versi.3.0 (DQV.3) merupakan versi terbaru Digital Quran, yang mana pada versi.3.0 ini terdapat beberapa penyempurnaan dan kelebihan jika dibandingkan dengan versi-versi sebelumnya, seperti pada sistem pencarian kata yang lebih lengkap (pencarian dengan bahasa Indonesia, Inggris dan Arab), tombol belajar Tajwid, adanya pilihan jenis bahasa terjemahan (Indonesia-Inggris), dan adanya pilihan simak per surat atau seluruh surat yang ada pada Kitab Suci Al-Qur’an, namun semuanya itu tetap tidak menghilangkan kesederhanaan dan kemudahan DQV.3 bagi anda, singkat kata DQV.3 akan mempermudah anda didalam mentelaah Kitab Suci Al-Qur’an.
Link Untuk Mendownload Digital Qur’an Versi 3.1 Dari Server Lokal (Indowebster)
File dikompres menggunakan WinRar, displit ke dalam 9 File @ 50Mb, kecuali file ke 9, 40.77Mb. Download seluruh file, kemudian Extract menggunakan WinRar atau aplikasi sejenis. Software Dapat Langsung Dijalankan tanpa di install.
Afwan, ana lupa dapaet dari mana.. tapi insya Alloh aplikasi ini sangat bermanfaat. Semoga pembuatnya mendapatkan balasan terbaik dari Allah ta’ala..

Download Software : “Ayat” Software Al-Qur’an dari King Sa’ud University


Ayat adalah versi desktop dari Proyek Al-Qur’an Al-Karim dari King Sa’ud University, yang menawarkan semua fitur versi online tanpa perlu koneksi internet. Aplikasi ini memiliki beberapa fitur menarik diantaranya :
  1. Terjemah Al-Qur’an ke dalam lebih dari Duapuluh Bahasa : Inggris, Indonesia, Perancis, Jerman, dll.
  2. Tafsir Al-Qur’an dari Enam Kitab Tafsir : Tafsir As-Sa’di, Tafsir Ibn Katsir, Tafsir Al-Baghawi, Tafsir Al-Qurthubi, Tafsir Ath-Thabari, Tafsir Al-Muyassar.
  3. Pembacaan oleh beberapa Qari’ ternama : Syaikh Al-Hudzaify, Syaikh Sa’ad Al-Ghamidi, Syaikh Abdulbashit, Syaikh Al-Husari, Syaikh Misyari Rasyid Al-’Afasy.
  4. Pengulangan bacaan untuk membantu dalam menghafal terutama bagi anak-anak.
  5. [Fitur Baru] I’rab Al-Qur’an.
Untuk dapat menggunakan program tanpa koneksi internet Anda harus pertama untuk men-download konten yang diperlukan (tilawah file audio, file gambar (scan halaman Alquran), terjemahan file) pada PC Anda, ada tiga metode untuk men-download isi:
  1. mendownload konten melalui panel download (di kiri layar) yang memungkinkan Anda untuk men-download bacaan file audio, file gambar dan file terjemahan.
  2. men-download file patch yang berisi konten yang diperlukan, patch ini tersedia di website program.
  3. download sesuai permintaan – program akan mencoba untuk mendownload konten yang hilang dan akan menyimpannya untuk penggunaan offline, misalnya jika Anda mencoba untuk mendengarkan Surat Al-Faatiha program akan mencoba untuk mendownload file audio diperlukan dan cahce itu.
Untuk bantuan lebih lanjut silahkan kunjungi website program.
Download Versi Windows :
Download Versi Linux :
Linux Version [22 MB Contains the program only, You will have to download content packsseparately]
Download Versi Mac :
Mac version [Contains the program only, You will have to download content packs separately]
Download Package Untuk Tilawah dsb. di sini.
Terima kasih terkhusus untuk : King Fahd Complex for the Printing of the Holy Qur’an (source file gambar Al-Qur’an) , Tanzil.net (source Text Al-Qur’an dan Terjemahnya) , mosshaf.com(source file untuk Tafsir) and Verse by Verse Quran (source file audio).

Dua Belas Kiat dalam Menggapai lmu Syar'i


Kiat Pertama:Mengikhlaskan Niat Dalam Menuntut Ilmu
Dalam menuntut ilmu kita harus ikhlas karena Allah Ta’ala, dan seseorang tidak akan mendapatkan ilmu yang bermanfaat jika ia tidak ikhlas karena Allah. Banyak sekali ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam yang memerintahkan kita untuk ikhlas.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
Padahal mereka tidak disuruh kecuali agar menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itlllah agama yang lunts.” (QS. AI-Bayyinah: 5)
Kiat Kedua: Memohon Ilmu Yang Bermanfaat Kepada Allah Ta’ala
Dan di antara do’a yang Rasulullah shallallaahll ‘alaihi wa sallam ucapkan adalah:
Ya Allah, aku memohon kepada-Mu ilrnu yang bermanfaat, rizki yang halal, dan amal yang diterima.”
[Hadits shahih: Diriwayatkan oleh al-Humaidi (1/143, no. 299), Ahmad (VI/322), Ibnu Majah (no. 925), Ibnus Sunni dalam ‘Amalul Yaum wal Lailah (no. 110), dan an-Nasa-i dalam ‘Amalul Yaum wal Lailah (no. 102), dari Shahabivah Ummu Salamah radhiyallaahu ’anha. Lihat Shahiih lbnu Majah (1/152, no. 753).]
Juga do’ a beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam:
Ya Allah, berikanlah manfaat kepadaku dengan apa-apa yang Engkau ajarkan kepadaku, dan ajarkanlah aku apa-apa yang bermanfaat bagiku. Dan tambahkanlah ilmu kepadaku.”
[Hadits shahih: Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (no. 3599) dan ibnu Majah (no. 251, 3833), dari Shahabat Abu Hurairah radhiyallaahu’anhu. Lihat Shahiih Sunan at-Tirmidzi (no. 2845) dan Shahiih Sunan lbni Majah (no. 203).]
Kiat Ketiga: Bersungguh-Sungguh Dalam Menuntut Ilmu Dan Rindu Untuk mendapatkannya
Dalam menuntut ilmu syar’i diperlukan kesungguhan. Tidak layak para penuntut ilmu bermalas-malasan dalam mencarinya. Kita akan mendapatkan ilrnu yang berrnanfaat -dengan izin Allah- apabila kita bersungguh-sungguh dalam menuntutnya.
Imam asy-Syafi’i rahimahullaah pemah mengatakan dalam sya’irnya,
Saudaraku, engkau tidak akan mendapat ilmu, melainkan dengan enam perkara.
Kukabarkan kepadamu rinciannya dengan jelas
Kecerdasan, kemauan keras, bersungguh-sungguh, bekal yang cukup, bimbingan ustadz, dan waktunya yang lama
.
[Diwaan lmam asy-Syafi’i (hal. 378). Cet. Daml Fikr, th. 1415 H.]
Kiat Keempat: Menjauhkan Diri Dari Dosa Dan Maksiyat Dengan Bertaqwa Kepada Allah Azza Wa Jalla
Imam Ibnul Qayyim rahimahullaah menjelaskan dalam kitabnya ad-Daa’ wad Dawaa’ bahwa seseorang tidak mendapatkan ilmu disebabkan dosa dan maksiyat yang dilakukannya. Seseorang terhalang dari ilmu yang bermanfaat disebabkan banyak melakukan dosa dan maksiyat.
Seorang Muslim dan Muslimah harus menjauhi dosa-dosa besar, apalagi ia seorang penuntut ilmu, oleh sebab itu kita harus menjauhi dosa dan maksiyat. Dosa yang paling besar adalah syirik, durhaka kepada kedua orang tua, melakukan bid’ah, kemudian menjauhkan dosa-dosa besar seperti muamalah riba dengan berbagai macamnya (di antaranya bunga bank, renten, dsb), minum khamr (minuman keras), narkoba, merokok, mencukur jenggot, makan dan minum dari usaha yang haram, isbal (memanjangkan kain atau celana melebihi mata kaki bagi laki-laki), tabarruj (wanita membuka aurat di hadapan laki-laki yang bukan mahramnya), durhaka kepada suami, namimah (mengadu domba), dusta (berbohong), ghibah (membicarakan aib seorang Muslim), menggunjing, menuduh seorang Muslim dengan tuduhan yang tidak benar, memfitnah seorang Muslim, dan lain sebagainya.
Imam Ibnul Qayyim rahimahullaah berkata, “Di antara hal yang sangat mengherankan bahwa ada seseorang yang mudah menjaga dirinya dan berhati-hati dari makan makanan yang haram, berbuat berzina, mencuri, minum khamr, melihat kepada sesuatu yang haram, dan selainnya. Namun, ia sangat sulit untuk menahan gerak lisannya hingga Anda dapat melihat seseorang yang dianggap faham agama, zuhud, dan banyak beribadah, ia berbicara dengan kata-kata yang tanpa sadar dapat mendatangkan murka Allah Ta’ala. Yang dengan satu kalimat darinya ia dimasuk-kan ke dalam Neraka yang dalamnya lebih jauh dari-pada jarak antara timur dan barat.”
[ad-Daa’ wad Dawaa’ (hat 244), tahqiq: Syaikh ‘Ali bin Hasan bin’ Ali ‘Abdul Hamid.]
Perhatikanlah, sesungguhnya dosa dan maksiyat dapat menghalangi ilmu yang bermanfaat, bahkan dapat mematikan hati, merusak kehidupan, dan mendatangkan siksa Allah Ta’ ala.
Kiat Kelima: Tidak Boleh Sombong Dan Tidak Boleh Malu Dalam Menuntut Ilmu
Ketahuilah bahwa sombong dan malu menyebabkan pelakunya tidak akan mendapatkan ilmu selama kedua sifat itu masih ada dalam dirinya.
Ummul Mukminin ‘Aisyah (wafat th. 58 H) radhiyallaahu’anha pemah berkata tentang sifat para wanita Anshar,
”Sebaik-baik wanita adalah wanita Anshar. Rasa malu tidak menghalangi mereka untuk memperdalam ilmu agama.”
[Hadits shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam Sahiihnya kitab al-ilmu bab al-Hayaa’ fil ‘ilmi.]
Para wanita Anshar radhiyallaahu ‘anhunna selalu bertanya kepada Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wa sallam jika ada permasalahan agama yang masih rumit bagi mereka. Rasa malu tidak menghalangi mereka demi menimba ilmu yang bermanfaat.
Ummu Sulaim radhiyallaahu ‘anha pemah bertanya kepada RasuIullah, ”Wahai Rasulullah! Sesungguhnya Allah tidak malu terhadap kebenaran apakah seorang wanita wajib mandi apabila ia mimpi (berjima’)?” Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ”Apabila ia melihat air.”
[Hadits shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 130).]
Maksudnya seorang wanita wajib mandi apabila ia mimpi berjima’ dan keluar air mani. Ia dapati air mani setelah terbangun dari tidumya. Ini menunjukkan bahwa wanita pun mengeluarkan air mani sebagaimana halnya laki-laki. Penyerupaan anak kepada ayah atau ibunya tergantung pada air mani keduanya, mana yang lebih unggul, maka anak itu akan mirip dengannya.
Imam Mujahid bin Jabr (wafat th. 104 H) rahima-hullaah mengatakan, “Tidak akan mendapatkan ilmu orang yang malu dan orang yang sombong.”
[Atsar shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam Shahiihnya kitab al-’Ilmu bab al-Hayaa’ fil ‘Ilmi dan Ibnu ‘Abdil Barr dalam al-Jaami’ (1/534-535, no. 879).]
Kiat Keenam: Mendengarkan Baik-Baik Pelajaran Yang Disampaikan Ustadz, Syaikh, Atau Guru
Para Salafush Shalih adalah manusia yang sangat antusias terhadap ilmu. Apabila seorang syaikh atau guru menyampaikan pelajaran, mereka pun mendengarkan dengan sungguh-sungguh.
Imam adz-Dzahabi (wafat th. 748 H) rahimahullaah menyebutkan dalam kitab Siyar A’laamin Nubalaa’ dan Tadzkiratul Huffaazh bahwa Ahmad bin Sinan (wafat th. 256 H) rahimahullaah berkata, “Dalam majelis ‘Abdurrahman bin Mahdi (wafat th. 198 H) tidak ada seorang pun yang berbicara, tidak ada pensil yang diraut, dan tidak ada seorang pun yang berdiri. Seolah-olah di atas kepala mereka ada burung atau seolah-olah mereka sedang shalat.”
[Tadzkiratul Huffa£lzh (1/242, no. 313) cet. Darul Kutub aJ-’Ilmiyyah.]
Kiat Ketujuh: Diam Ketika Pelajaran Disampaikan
Ketika belajar dan mengkaji ilmu syar’i kita tidak boleh berbicara yang tidak bermanfaat, tanpa ada keperluan, dan tidak ada hubungannya dengan ilmu syar’i yang disampaikan, tidak boleh ngobrol. Haruslah dibedakan antara majelis ilmu dan majelis yang lainnya; antara tempat kita menuntut ilmu syar’i dengan tempat yang lain, apalagi yang disampaikan adalah ayat-ayat Allah dan hadits-hadits Rasulullahshallallaahu ‘alaihi wa sallam.
Secara umum Allah menyebutkan tentang hal ini dalam firman-Nya,”Dan apabila dibacakan Al-Qur-an, maka dengarkanlah dan diamlah agar kamu mendapat rahmat.” (QS. Al-A’raaf: 204)
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam.”
[Hadits shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 6018, 6136), Muslim (no. 47), dan at-Tirmidzi (no. 2500), dari Shahabat Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu.]
Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
Barangsiapa yang diam, maka ia akan selamat.”
[Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Ahmad (II/159, 177), at-Tirmidzi (no. 2301), dan ad-Darimi (lI/299), dari Shahabat ‘ Abdullah bin’ Amr radhiyallaahu ‘anhuma. Lihat Silsilah ash-Shahiihah (no. 536) dan Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (no. 6367).]
Kiat Kedelapan: Berusaha Memahami Ilmu Syar’i Yang Disampaikan
Dalam memahami pelajaran, manusia berbeda-beda keadaannya, ada yang langsung tanggap dan memahami pelajaran yang disampaikan, ada pula yang lambat. Namun, kita harus senantiasa berusaha memahami dan memohon kepada Allah agar diberikan pemahaman. Sebagaimana disebutkan dalam hadits bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Barangsiapa yang dikehendaki kebaikan oleh Allah, maka Dia akan memberikan pemahaman agama kepadanya.”
[Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Ahmad (I/306, II/234, IV/92, 95, 96), al-Bukhari (no. 71, 3116, 7312), dan Muslim (no. 1037), dari Shahabat Mu’awiyah bin Abi Sufyan radhiyallaahu ‘anhuma.]
Shahabat’Abdullah bin Mas’ud radhiyallaahu ‘anhu pernah berdo’ a:
Ya Allah, tambahkanlah kepada kami keimanan, keyakinan, dan pemahaman (yang benar).”
[Atsar ini diriwayatkan oleh ‘Abdullah bin Imam Ahmad dalam As-Sunnah (I/368, no. 797) dan al-Laalikai dalam Syarah Ushul I’tiqaad Ahlis Sunnah wal Jama’ah (no. 1704). AI-Hafizh Ibnu Hajar menyatakan sanadnya shahih dalam Fat-hul Baari (I/48).]
Kiat Kesembilan: Menghafalkan Ilmu Syar’i Yang Disampaikan
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Semoga Allah memberikan cahaya kepada wajah orang yang mendengar perkataanku, kemudian ia memahaminya, menghafalkannya, dan menyampaikannya. Banyak orang yang rnernbawa fiqih kepada orang yang lebih faham daripadanya…
[Hadits shahih: Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (no. 2658), dari Shahabat ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallaahu ‘anhu.]
Dalarn hadits tersebut Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam berdo’ a kepada Allah agar Dia memberikan cahaya pada wajah orang-orang yang mendengar, memahami, menghafal, dan mengamalkan sabda beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Maka, kita pun diperintahkan untuk menghafalkan pelajaran-pelajaran yang bersumber dari Al-Qur-an dan hadits-hadits Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
Kiat Kesepuluh: Mengikat Ilmu Atau Pelajaran Dengan Tulisan
Ketika belajar, seorang penuntut ilmu harus mencatat pelajaran, poin-poin penting, atau berbagai dalil bagi suatu permasalahan yang dibawakan oleh syaikh atau gurunya. Tujuannya agar ilmu yang disampaikannya tidak hilang dan terus tertancap diingatannya setiap kali ia mengulangi pelajarannya. Karena daya tangkap atau kemampuan menghafal dan memahami pelajaran berbeda antara satu orang dengan yang lain-nya. Selain itu, dengan mencatat pelajaran ia dapat memahami dan menghafalkannya.
Adanya catatan atau alat tulis serta buku tulis mempakan bekal seorang penuntut ilmu untuk memperoleh ilmu sebagaimana hal itu telah diisyaratkan oleh imam asy-Syafi’i rahimahullaah.
Rasulullah shallallaahu ‘ alaihi wa sallam bersabda,
Ikatlah ilmu dengan tulisan.”
[Hadits hasan: Diriwayatkan oleh Ibnu ‘ Abdil Barr dalam al-Jaami’ (1/306, no. 395), dari Shahabat Anas bin Malik radhiyallanhu’anhu. Lihat takhrij lengkapnya dalam kitab Silsilah ash-Shahiihah (no. 2026) dan Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (no. 4434).]
Kiat Kesebelas: Mengamalkan Ilmu Syar’i Yang Telah Dipelajari
Hal ini sangat penting karena ilmu syar’i yang telah dipelajari adalah untuk diamalkan, bukan sekedar untuk dihafalkan. Para ulama menasehati kita bahwa menghafal ilmu dengan cara mengamalkannya. Hendaklah seorang penuntut ilmu mencurahkan perhatiannya untuk menghafalkan ilmu syar’i ini dengan mengamalkannya dan ittiba’. Sebagian Salaf mengatakan, “Kami biasa memohon bantuan dalam menghafalkan ilmu dengan cara mengamalkannya.”
[Lihat kitab Miftaah Daaris Sa’aadah (1/344) dan lqtidha’ al-’llmi al-’Amal (no. 149).]
Menuntut ilmu syar’i bukanlah tujuan akhir, tetapi sebagai pengantar kepada tujuan yang agung, yaitu adanya rasa takut kepada Allah, merasa diawasi oleh-Nya, takwa kepada-Nya, dan mengamalkan tuntutan dari ilmu tersebut. Dengan demikian, maka siapa saja yang menuntut ilmu bukan untuk diamalkan, niscaya ia diharamkan dari keberkahan ilmu, kemuliaannya, dan ganjaran pahalanya yang besar.
[Kaifa Tatahammas li Thalabil ‘Ilmi Syar’i (hal. 74),]
Allah Ta’ ala berfirman:
Dan katakanlah: ‘Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu…” (QS. At-Taubah: 105)
Dan Surga diwariskan bagi orang yang mengamalkan Islam dengan benar, sebagaimana firman-Nya:
Dan itulah Surga yang diwariskan kepada kamu disebabkan amal-amal yang dahulu kamu kerjakan.” (QS. Az-Zukhruf: 72)
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah mewanti-wanti agar kita mengamalkan ilmu yang sudah diketahui (dipelajari), beliau bersabda,
Tidak akan beranjak kedua kaki seorang hamba pada hari Kiamat hingga ia ditanya tentang umurnya untuk apa ia habiskan; tentang ilmunya, apa yang telah diamalkan; tentang hartanya darimana ia peroleh dan ke mana ia habiskan; dan tentang tubuhnya-capek dan’ letihnya-untuk apa ia habiskan.”
[Hadits shahih: Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (no. 2417), dari Shahabat Abu Barzah Nadhlah bin ‘Ubaid al-Aslami radhiyallaahu ‘anhu, At-Tirmidzi mengatakan, "Hadits hasan shahih."]
Kiat Kedua belas: Mendakwahkan Ilmu
Ilmu syar’i yang telah kita peroleh dan fahami bukanlah untuk kita sendiri. Namun, kita harus mendakwahkannya.
Dakwah ini harus dengan mengetahui syari’at Allah ‘Azza wa Jalla sehingga dakwah tersebut tegak di atas ilmu dan bashirah, berdasarkan firrnan Allah Ta’ala,
Katakanlah (Muhammad), inilah jalanku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan yakin, Mahasuci Allah, dan aku tidak termasuk orang musyrik.” (QS. Yusuf: 108)
Yang dimaksud bashirah dalam dakwah adalah seorang da’i harus mengetahui hukum syar’i, cara berdakwah, dan mengetahui keadaan orang yang menjadi objek dakwah.
[Syarah Tsalaatsatil Ushuul (hal. 22).]
Objek dakwah yang paling utama adalah keluarga dan kerabat kita karena Allah Ta’ ala berfirman,
Wahai orang-orang yang beriman, peliharah dirimu dan keluargamu dari api Neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya Malaikat-Malaikat yang kasar dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At-Tahriim: 6)
Mengenai pengertian ayat ini ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu berkata,
“Didik dan ajarkanlah mereka.”
Ibnu ‘Abbas (wafat th. 68 H) radhiyallaahu ‘anhuma berkata, “Lakukanlah ketaatan kepada Allah, takutlah berbuat maksiat kepada-Nya, dan suruhlah keluarga kalian berdzikir, niscaya Allah akan menyelamatkan kalian dari Neraka.”
Maraji': Makalah Daurah Muslimah X di Masjid Imam Ahmad bin Hanbal Sabtu, 24-25 Rabiul Akhir 1428/ 12-13 Mei 2007 (Baiturrahmah)

Murottal Quran 30 Juz Sheikh Maahir Al Mu'ayqali

Shalat Tepat Waktu !

KOLEKSI CERAMAH MP 3

Popular Posts

Blog Archive

Diberdayakan oleh Blogger.

Al Qur'anku

Mushaf Al Qur'an

Jazakumullah Khayran

Daftar Isi

Al Qur'an dan Murotal

TvQuran

Kajian Ilmu Tajwid