Waktu di dunia ini sebenarnya pendek jika dibandingkan akhirat yang abadi.
Adapun usia manusia di dunia ini lebih pendek lagi. Keberadaannya di dunia ini
hanyalah beberapa hari yang terbatas, kemudian berjalan menuju akhirat. Oleh
karena itu, setiap orang yang berakal dan cerdas harus segera memanfaatkan
waktu dan membuahkan setiap kesempatan untuk beramal shalih, melakukan
ketaatan, dan mendekatkan diri kepada Allah ta’ala. Kesempatan yang ada di
dunia ini sedikit, dan perjalanan yang harus dilaluinya telah dekat, jalannya
menakutkan, dan bahayanya besar. Sesungguhnya Allah Maha Melihat. Jika
demikian, mungkinkah bagi orang yang berakal untuk menghilangkan detik-detik
usianya yang terbatas ini untuk sesuatu yang tidak bermanfaat setelah
kematiannya ?
Renungkanlah firman Allah ta’ala tentang
orang-orang yang berdosa besar pada hari kiamat. Allah ta’ala berfirman :
“Allah bertanya: “Berapa tahunkah lamanya kamu
tinggal di bumi?”. Mereka menjawab: “Kami tinggal (di bumi) sehari atau setengah
hari, maka tanyakanlah kepada orang-orang yang menghitung.” Allah berfirman:
“Kamu tidak tinggal (di bumi) melainkan sebentar saja, kalau kamu sesungguhnya
mengetahui.” Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu
secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?
[QS. Al-Mukminuun : 112-115].
Renungkanlah ! Orang-orang yang berdosa itu mengakui bahwa mereka hidup di
dunia ini hanya sebentar, yaitu sehari atau setengah hari. Pada hakekatnya
kehidupan dunia ini singkat, jika dibandingkan akhirat. Kemudian, Allah
menjelaskan hakekat ini seraya berfirman :
“Kamu tidak tinggal (di bumi) melainkan
sebentar saja, kalau kamu sesungguhnya mengetahui”.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Apa urusanku dengan dunia ? Sesungguhnya
perumpamaanku dan perumpamaan dunia adalah seperti pengembara yang tidur siang
hari di bawah naungan pohon. Ia istirahat, lalu meninggalkannya” [HR. Ahmad
1/391 dan At-Tirmidzi no. 2377; shahih].
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam mengkhabarkan kepada kita
tentang pendeknya usia manusia di dunia dengan bersabda :
“Umur umatku antara enam puluh hingga tujuh
puluh tahun, dan hanya sedikit di antara mereka yang melebihi umur tersebut”
[HR. At-Tirmidzi no. 3550, Ibnu Majah no. 4236, Abu Ya’la no. 5990, Ibnu
Hibbaan no. 2980, Al-Haakim 2/427, dan yang lainnya; dishahihkan oleh Al-Albani
dalam Silsilah Ash-Shahiihah no. no. 757].
Oleh karena itu, sungguh celaka orang yang berjuang untuk kepentingan
dunia yang pendek dan kemuliaan yang hina ini.
Orang bijak pernah berkata :
“Bagaimana bahagia dengan dunia orang yang
harinya menghabiskan bulannya, bulannya menghabiskan tahunnya, dan tahunnya
menghabiskan umurnya ? Bagaimana bisa bahagia dengan dunia orang yang dituntun
usianya kepada ajalnya, dan dituntun kehidupannya kepada kematiannya ?”.
Seorang penyair berkata :
“Kita berjalan kepada ajal di setiap setiap
detik waktu
Hari-hari kita dilipat dan itu merupakan tahapan-tahapan
Aku tidak pernah melihat sesuatu yang lebih hakiki daripada kematian
Jika sesuatu dilampaui angan-angan, maka bathil
Sungguh jelek kelalaian di waktu muda
Bagaimana uban itu memenuhi kepala ?
Ia berjalan dari dunia dengan bekal taqwa
Jadi, umurmu adalah kumpulan hari-hari; dan hari-hari itu amatlah sedikit
Adalah para shahabat, orang-orang yang patut menjadi teladan kita dalam
kebaikan. Al-Imam Ibnu Rajab menggambarkan keadaan para shahabat akan hal itu :
“Ketika para shahabat radliyallaahu ‘anhu
mendengar firman Allah ‘azza wa jalla : ‘Berlomba-lombalah kalian dalam
kebaikan’ (QS. Al-Baqarah : 148) ‘Berlomba-lombalah kalian untuk mendapatkan
ampunan dari Rabb kalian dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi’ (QS.
Al-Hadiid : 21); mereka memahami bahwa maksudnya adalah agar mereka bersungguh-sungguh
dan berlomba-lomba dalam ketaatan dan amal shalih agar tiap-tiap orang di
antara mereka segera mendapatkan kemuliaan dan derajat yang tinggi. Jika salah
seorang di antara mereka melihat yang lainnya beramal dengan satu amalan yang
ia merasa lemah untuk mengerjakannya, maka ia khawatir bahwa orang tersebut
akan mendahuluinya. Ia merasa sedih karena luput dalam mengerjakan amal.
Persaingan mereka (para shahabat) adalah dalam meraih (ketinggian) derajat di
akhirat” [Lathaaiful-Ma’aarif, hal. 244].
Mari kita baca satu pucuk surat Al-Imam Al-Hasan Al-Bashri yang pernah
ditujukan kepada Khalifah mulia, ‘Umar bin ‘Abdil-‘Aziiz rahimahumallah :
“Aku akan menggambarkan kepadamu bahwa dunia
ini adalah satu masa di antara dua masa yang lain. Satu masa telah lampau, satu
masa akan datang, dan satu masa lagi saat dimana engkau hidup sekarang. Adapun
masa lampau dan yang akan datang, tidaklah memiliki kenikmatan dan juga tidak
ada rasa sakit yang bisa dirasakan sekarang. Tinggallah dunia ini saat dimana
engkau hidup sekarang ini. Saat itulah yang sering memperdayamu hingga lupa
dengan akhirat, dan perjalanan yang bisa mengantarkanmu menuju neraka.
Sesungguhnya hari ini – bila engkau mengerti – ibarat tamu yang mampir ke
rumahmu dan akan segera pergi meninggalkan rumahmu. Apabila engkau memberi
penginapan yang baik dan menghormatinya, ia akan menjadi saksi atas dirimu,
memujimu, dan berbuat benar untuk dirimu. Akan tetapi bila engkau memberi
penginapan yang jelek, melayaninya dengan kasar, maka ia akan terus terbayang
di depan matamu.
Hari ini dan hari esok bagaikan dua orang bersaudara yang masing-masing
bertamu kepadamu secara bergantian. Ketika yang pertama singgah, engkau
bersikap jelek kepadanya dan tidak memberikan pelayanan yang baik antara engkau
dan dia. Lalu di hari kemudian saudaranya yang akan berkata : “Sesungguhnya
saudaraku telah engkau perlakukan buruk. Sekarang aku datang setelahnya. Bila
engkau melayaniku dengan baik, niscaya engkau dapat membayar perlakuan burukmu
terhadap saudaraku, dan aku akan memaafkan apa yang telah engkau perbuat
(terhadap saudaraku). Maka cukuplah engkau memberi pelayanan kepadaku apabila
aku singgah dan menemuimu setelah kepergian saudaraku tadi. Dengan itu engkau
telah mendapat keuntungan sebagai gantinya bila engkau mau berpikir. Gapailah
apa yang telah engkau sia-siakan”.
Bila yang datang kemudian engkau perlakukan seperti sebelumnya, alangkah
meruginya hidupmu di dunia akibat persaksian keduanya atas kejahatanmu. Sisa
umurmu tidak akan berguna dan berharga lagi. Apabila engkau kumpulkan dunia
seluruhnya, tidak akan dapat menggantikannya meskipun hanya satu hari yang
tersia-siakan. Maka, janganlah engkau jual hari ini, dan jangan engkau ganti
hari ini dengan dunia tanpa faedah yang berharga. Janganlah sampai terjadi,
bahwa orang yang telah dikubur saja lebih menghargai apa yang ada di hadapanmu
daripada dirimu sendiri, padahal semua itu milikmu. Demi Allah, apabila orang
yang telah dikebumikan itu ditanya : ‘Ini dunia beserta seisinya, dari awal
sampai akhirnya, yang bisa engkau pergunakan untuk anak cucumu setelah
kematianmu, agar mereka dapat berfoya-foya, yang keinginanmu hanyalah mereka;
dan ini satu hari yang disediakan untukmu yang dapat engkau gunakan untuk
beramal bagi dirimu” – manakah yang engkau pilih ? Tentu ia akan memilih satu
hari yang terakhir. Tidak ada sesuatu yang dapat diperbandingkan dengan satu
hari itu, melainkan ia pasti memilih hari itu karena kesukaannya dan
penghormatannya terhadap hari itu. Bahkan apabila hanya dicukupkan satu jam,
untuk diperbandingkan dengan berkali-kali lipat dari apa yang telah kita
paparkan tadi; pasti ia juga akan memilih yang satu jam tadi. Meskipun dengan
segala yang kita sebutkan dengan berbagai kelipatannya diberikan kepada orang
lain. Bahkan apabila ia diberikan (pahala) satu kata yang ia ucapkan, untuk
diperbandingkan dengan berlipat-lipat dari yang disebutkan tadi, pasti ia akan
memilih satu kata itu.
Maka mulailah hari ini ! Cermatilah hari-harimu untuk kemaslahatanmu.
Cermatilah meski hanya satu jam ! dan hormatilah meski hanya satu kata.
Waspadailah kehinaan yang datang di akhir kehidupanmu. Janganlah engkau merasa
aman untuk tidak dibantah oleh ucapanmu sendiri. Semoga nasihat ini berguna
buatmu dan buat kami sendiri. Semoga Allah memberikan rizki kepada kita dengan
akhir kehidupan yang baik. As-Salaamu ‘alaikum warahmatullaahi wabatakaatuh”.
[Hilyatul-Auliyaa’ 2/39].
Dan belanjakanlah sebagian
dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum kematian datang kepada salah
seorang di antara kamu, lalu ia berkata,”Ya Rabbku, mengapa Engkau tidak
menangguhkan (kematian)-ku sebentar saja, sehingga aku dapat bersedekah dan aku
menjadi orang-orang shalih”. Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan
(kematian) seseorang apabila datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan [QS. Al-Munafiquun : 10-11].
Dari Ibnu Umar radliyallaahu
‘anhuma ia berkata : Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallam pernah memegang
pundak kedua pundakku seraya bersabda : “Jadilah engkau di dunia seakan-akan
orang asing atau pengembara “. Ibnu Umar berkata : “Jika kamu berada di sore
hari jangan tunggu pagi hari, dan jika kamu berada di pagi hari jangan tunggu
sore hari, gunakanlah kesehatanmu untuk (persiapan saat) sakitmu dan
kehidupanmu untuk kematianmu”. [HR. Al-Bukhari no. 6416, Al-Baihaqi 3/369,
Ibnul-Mubaarak dalam Az-Zuhd no. 13, Al-Baghawiy no. 4029, dan yang lainnya].
”Manfaatkanlah lima (keadaan)
sebelum (datangnya) lima (keadaan yang lain) : Hidupmu sebelum matimu, sehatmu
sebelum sakitmu, waktu luangmu sebelum waktu sempitmu, masa mudamu sebelum masa
tuamu, dan kayamu sebelum miskinmu”.
Semoga ada manfaatnya…. Allaahu a’lam.
Abul-Jauzaa’
Sumber : http://abul-jauzaa.blogspot.com/abumuslih.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar