(ditulis oleh: Al-Ustadzah Ummu Ishaq
Al-Atsariyyah)
Setiap keluarga
muslim pasti mendambakan ketenteraman dan ketenangan dalam rumah yang mereka
huni, baik dia seorang suami, seorang istri, ataupun sebagai seorang anak.
Semua ingin rumah mereka seperti kata orang: Baiti jannati, rumahku adalah
surgaku. Bukan karena rumah itu mewah dilengkapi perabotannya yang wah, namun
karena semua merasa tentram ketika masuk dan berada di dalamnya.
Seorang suami pulang
ke rumah usai aktivitasnya di luar rumah, baik untuk mencari penghidupan
ataupun untuk berdakwah. Ia masuk ke rumahnya, didapatinya rahah (lapang).
Lelah dan kepenatannya serasa hilang saat bertemu dengan istri dan
anak-anaknya. Ketenangan menyelimutinya.
Seorang istri
merasa betah berdiam dalam rumahnya. Karena memang seperti titah Allah k kepada
kaum hawa:
“Tetaplah kalian
tinggal di rumah kalian.” (Al-Ahzab: 33)
Juga karena suasana
dalam rumah turut mendukung timbulnya rasa betah tersebut.
Anak-anak pun
merasa senang dalam rumah mereka walaupun rumahnya kecil dan sederhana.
Kerukunan dan kasih
sayang senantiasa terjalin di antara anggotanya.
Gambaran seperti
yang kita ungkapkan tentunya menjadi keinginan setiap insan. Lalu, apa
rahasianya untuk mewujudkan baiti jannati tersebut? Di antara faktor yang
sangat penting adalah menjauhkan rumah dari para setan. Kenapa demikian? Karena
setan merupakan musuh anak Adam, sebagaimana firman Allah k:
“Sesungguhnya setan
itu adalah musuh bagi kalian maka jadikanlah dia sebagai musuh.” (Fathir: 6)
Yang namanya musuh
tentu selalu berupaya mencari celah untuk mencelakakan orang yang dimusuhinya.
Yang disebut musuh pasti ingin menghancurkan orang yang dimusuhinya. Salah satu
target utama setan adalah merusak sebuah keluarga, menghancurkan ikatan di
antara anggota-anggotanya.
Iblis, gembong para
setan, demikian bergembira bila anak buahnya berhasil memisahkan seorang istri
dari suaminya. Sebagaimana kabar dari Rasulullah n:
Sesungguhnya iblis
meletakkan singgasananya di atas air lantas ia mengirim kan tentara-tentaranya.
Maka yang paling dekat di antara mereka dengan iblis adalah yang paling besar
fitnah yang ditimbulkannya. Datang salah seorang dari anak buah iblis menghadap
iblis seraya berkata, “Aku telah melakukan ini dan itu.” Iblis menjawab,
“Engkau belum melakukan apa-apa.” Lalu datang setan yang lain melaporkan,
“Tidaklah aku meninggalkan dia (anak Adam yang diganggunya) hingga aku berhasil
memisahkan dia dengan istrinya.” Maka iblis pun mendekatkan anak buahnya
tersebut dengan dirinya dan memujinya, “Engkaulah yang terbaik.” (HR. Muslim
no. 7037)
Al-Imam An-Nawawi t
menerangkan bahwa iblis bermarkas di lautan, dan dari situlah ia mengirim
tentara-tentaranya ke penjuru bumi. Iblis memuji anak buahnya yang berhasil
memisahkan suami dengan istrinya, karena kagum dengan apa yang dilakukan si
anak buah dan ia dapat mencapai puncak tujuan yang dikehendaki iblis. Iblis pun
merangkulnya. (Al-Minhaj, 17/154-155)
Kata Al-Imam
Al-Qadhi Iyadh t, hadits ini menunjukkan besarnya perkara firaq (perpisahan
suami dengan istrinya) dan talak, serta besarnya kemadharatan dan fitnahnya.
Selain itu juga menunjukkan besarnya dosa orang yang
berupaya memisahkan suami dari istrinya. Karena dengan berbuat demikian berarti
memutuskan hubungan yang Allah l perintahkan untuk disambung, menceraiberaikan
rahmah dan mawaddah yang Allah l jadikan di dalamnya, serta merobohkan rumah
yang dibangun dalam Islam. (Ikmalul Mu’lim bi Fawa’id Muslim, 8/349)
Iblis berikut bala
tentaranya ini berambisi menghancurkan hubungan suami dengan istrinya.
Sementara suami dan istri ini tentunya bernaung dalam sebuah rumah. Nah,
tentunya setan tidak akan tenang bila tidak bisa masuk ke rumah tersebut. Bila
setan telah berhasil mendiami sebuah rumah, niscaya ia akan menebarkan
kerusakan di dalamnya, sehingga terjadilah perselisihan di antara anak-anak dan
perpisahan antara suami dengan istrinya. Berubahlah mawaddah (kasih sayang)
menjadi ‘adawah (permusuhan), rahmah menjadi azab.
Dengan penjelasan
yang telah lewat, pahamlah kita kenapa kita harus membentengi rumah kita dari
setan yang terkutuk.
Di antara perkara
yang bisa kita lakukan untuk membentengi rumah kita adalah:
1. Meng-ucapkan salam ketika masuk rumah
dan banyak berzikir, baik di rumah ada orang atau tidak.
Al-Imam An-Nawawi t
berkata, “Disenangi seseorang mengucapkan bismillah dan banyak berzikir kepada
Allah l serta mengucapkan salam, sama saja apakah dalam rumah itu ada manusia
atau tidak, berdasarkan firman Allah l:
“Apabila kalian
masuk ke rumah-rumah maka ucapkanlah salam (kepada penghuninya yang berarti
memberi salam) kepada diri-diri kalian sendiri, salam yang ditetapkan dari sisi
Allah, yang diberkahi lagi baik.” (An-Nur: 61) [Al-Adzkar, hal. 25]
Ahli tafsir berbeda
pendapat tentang rumah yang dimaukan dalam ayat di atas. Ada yang berpendapat
masjid. Ada yang berpendapat rumah yang dihuni. Adapula yang berpendapat rumah
yang tidak ada seseorang di dalamnya. Ada yang mengatakan rumah orang lain, dan
ada pula yang berpendapat rumah sendiri. (Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an, 12/209)
Ibnul ‘Arabi t
menetapkan bahwa pendapat yang menyatakan rumah secara umum merupakan pendapat
yang shahih, karena tidak ada dalil yang menunjukkan pengkhususan. Kalau rumah
itu adalah rumah orang lain, maka ia ucapkan salam dan meminta izin kepada tuan
rumah sebelum masuk ke dalamnya. Bila rumah itu kosong ia ucapkan, “As-salamu
‘alaina wa ‘ala ‘ibadillahish shalihin” (Semoga keselamatan untuk kami dan
untuk para hamba Allah l yang shalih). Demikian kata Ibnu Umar c. Namun bila
dalam rumah itu ada keluarganya, anak-anaknya dan pembantunya, ia ucapkan
“Assalamu ‘alaikum.”
Namun kata Ibnul
Arabi t, bila rumah itu kosong maka tidak diharuskan seseorang mengucapkan
salam ketika hendak masuk. Adapun bila engkau masuk rumahmu sendiri disenangi
bagimu untuk berzikir kepada Allah l dengan mengatakan: “Masya Allah la quwwata
illa billah.” (Ahkamul Qur’an, 3/1408-1409)
Ketika memberikan
penjelasan terhadap surah Al-Kahfi ayat 39, Ibnul Arabi t menyatakan disenanginya
berzikir kepada Allah l bila salah seorang dari kita masuk rumah atau masjid
dengan mengucapkan: “Masya Allah la quwwata illa billah.” Asyhab berkata,
“Al-Imam Malik t mengatakan, ‘Sepantasnya setiap orang yang masuk ke
rumahnya mengucapkan zikir ini’.” (Ahkamul Qur’an, 3/1240)
Abu Umamah
Al-Bahili z, seorang sahabat Rasulullah n membawakan hadits dari Rasulullah n:
Ada tiga golongan
yang mereka seluruhnya berada dalam jaminan Allah k: (Pertama) seseorang yang
keluar berperang di jalan Allah k maka ia berada dalam jaminan Allah k hingga
Allah k mewafatkannya lalu memasukkannya ke dalam surga, atau mengembalikannya
(ke keluarganya) dengan pahala dan ghanimah yang diperolehnya. (Kedua)
seseorang berangkat ke masjid maka ia berada dalam jaminan Allah k hingga Allah
k mewafatkannya lalu memasukkannya ke dalam surga, atau mengembalikannya dengan
pahala dan ghanimah yang diperolehnya. (Ketiga) seseorang masuk ke rumahnya
dengan mengucapkan salam maka ia berada dalam jaminan Allah k.” (HR. Abu Dawud
no. 2494)
Makna jaminan Allah
l adalah berada dalam penjagaan Allah k. (Al-Adzkar, hal. 26)
2. Berzikir kepada Allah l ketika makan
dan minum.
Jabir bin Abdillah
c berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah n bersabda:
Apabila seseorang
masuk ke rumahnya lalu ia berzikir kepada Allah saat masuknya dan ketika hendak
menyantap makanannya, berkatalah setan, “Tidak ada tempat bermalam bagi kalian
dan tidak ada makan malam.” Bila ia masuk rumah dalam keadaan tidak berzikir
kepada Allah ketika masuknya, berkatalah setan, “Kalian mendapatkan tempat
bermalam.” Bila ia tidak berzikir kepada Allah ketika makannya, berkatalah
setan, “Kalian mendapatkan tempat bermalam sekaligus makan malam.” (HR. Muslim
no. 5230)
Berzikir kepada
Allah l akan mengusir setan dari rumah kita sehingga setan tidak dapat
menyertai kita saat makan dan tidur. Sementara, lalai dari zikrullah akan
memberikan kesempatan emas bagi setan karena ia mendapati tempat menginap plus
makan malamnya. Tentunya setan ini tidak sendirian. Bersamanya ada kawan-kawannya,
gerombolan setan, karena setan mengucapkan ucapan demikian kepada teman-teman,
pembantu-pembantu, dan sahabatnya. (Al-Minhaj, 11/191)
Sehingga mereka
menyesakkan rumah dan bersenang-senang di dalamnya, na’udzu billah. Maka
berhati-hatilah, jangan sampai kita lalai dari berzikir karena zikir merupakan
hishnul muslim, benteng bagi seorang muslim.
3. Banyak membaca Al-Qur’an dalam rumah
Al-Qur’anul Karim
akan mengharumkan rumah seorang muslim dan akan mengusir para setan. Abu Musa
Al-Asy’ari z mengabarkan dari Nabi n:
“Permisalan seorang mukmin yang membaca
Al-Qur’an adalah seperti buah atrujah, baunya harum dan rasanya enak.
Permisalan seorang mukmin yang tidak membaca Al-Qur’an seperti buah kurma,
tidak ada baunya namun rasanya manis. Adapun orang munafik yang membaca
Al-Qur’an permisalannya seperti buah raihanah, baunya wangi tapi rasanya pahit.
Sementara orang munafik yang tidak membaca Al-Qur’an seperti buah hanzhalah,
tidak ada baunya, rasanya pun pahit.” (HR. Al-Bukhari no. 5020 dan Muslim no.
1857)
Apa persangkaan
anda bila seorang mukmin sering menghiasi rumahnya dengan membaca dan
mentartilkan kalamullah? Tidak lain tentunya kebaikan.
Disamping itu,
membaca Al-Qur’an di rumah dengan penuh kekhusyukan menjadikan para malaikat
akan mendekat. Seperti kejadian yang pernah dialami seorang sahabat Rasulullah
n yang bernama Usaid ibnu Hudhair z. Suatu malam Usaid tengah membaca Al-Qur’an
di tempat pengeringan kurma miliknya. Tiba-tiba kudanya melompat. Ia membaca
lagi, kudanya melompat lagi. Ia terus melanjutkan bacaannya dan kudanya juga
melompat. Usaid berkata, “Aku pun khawatir bila sampai kuda itu menginjak Yahya
(putra Usaid, pen.), hingga aku bangkit menuju kuda tersebut. Ternyata aku
dapati di atas kepalaku ada semacam naungan. Di dalamnya seperti
lentera-lentera yang terus naik ke udara sampai aku tidak melihatnya lagi
(hilang dari pandanganku). Di pagi harinya aku menemui Rasulullah n.” Usaid
kemudian menceritakan apa yang dialaminya, setelahnya Rasulullah n menjelaskan:
“Itu adalah para malaikat yang mendengarkan
bacaanmu. Seandainya engkau terus membaca Al-Qur’an niscaya di pagi harinya
manusia akan dapat melihat naungan tersebut, tidak tertutup dari mereka. “ (HR.
Muslim no. 1856
Dalam riwayat
Al-Bukhari (no. 5011) dari Al-Bara’ z, ia berkata, “Ada seorang lelaki membaca
surah Al-Kahfi sementara di sisinya ada seekor kuda yang diikat dengan dua
tali. Lalu orang tersebut diliputi oleh awan yang mendekat dan mendekat.
Mulailah kudanya lari karena terkejut. Ketika di pagi harinya ia mendatangi
Nabi n, lalu diceritakannya kejadian yang dialaminya maka Nabi n bersabda:
“Itu adalah as-sakinah yang turun dengan
Al-Qur’an.”
Diperbincangkan
oleh para ulama seperti apa as-sakinah tersebut. Namun pendapat yang terpilih,
kata Al-Imam An-Nawawi t, as-sakinah adalah sesuatu dari makhluk-makhluk yang
di dalamnya ada thuma’ninah (ketenangan), rahmah (kasih sayang), dan bersamanya
ada para malaikat. (Fathul Bari, 9/73)
4. Membaca surah Al-Baqarah dalam rumah
Bila engkau merasa
di rumahmu demikian banyak masalah, tampak banyak penyimpangan dan
anggota-anggotanya saling berselisih, maka ketahuilah setan hadir di rumahmu,
maka bersungguh-sungguhlah mengusirnya. Bagaimanakah cara mengusirnya?
Rasulullah n memberikan jawabannya dengan sabda beliau:
“Sesungguhnya segala sesuatu ada puncaknya
(punuknya) dan puncak dari Al-Qur’an adalah surah Al-Baqarah. Sungguh setan
bila mendengar dibacakannya surah Al-Baqarah, ia akan keluar dari rumah yang di
dalamnya dibacakan surat Al-Baqarah tersebut.” (HR. Al-Hakim,
dihasankan Al-Albani t dalam Ash-Shahihah no. 588)
Abu Hurairah z
mengabarkan dari Rasulullah n, beliau bersabda:
“Janganlah kalian menjadikan rumah-rumah
kalian sebagai kuburan. Sesungguhnya setan akan lari dari rumah yang di
dalamnya dibacakan surah Al-Baqarah.” (HR. Muslim no. 1821)
5. Banyak melakukan shalat nafilah/sunnah
di rumah
Ibnu Umar c
menyampaikan bahwa Nabi n bersabda:
“Jadikanlah bagian dari shalat kalian di rumah-rumah
kalian, dan jangan kalian jadikan rumah kalian seperti kuburan.” (HR.
Al-Bukhari no. 432 dan Muslim no. 1817)
Dalam syariat
disebutkan pelarangan shalat di kuburan. Karenanya, Rasulullah n melarang kita
menjadikan rumah kita seperti kuburan, dengan tidak pernah dilakukan ibadah di
dalamnya. Beliau menghasung kita agar memberi bagian shalat sunnah untuk
dikerjakan di dalam rumah.
Al-Imam An-Nawawi t
berkata, “Rasulullah n memberikan hasungan untuk mengerjakan shalat nafilah
(sunnah) di rumah, karena hal itu lebih ringan dan lebih jauh dari riya, lebih
menjaga dari perkara yang dapat membatalkannya. Juga dengan mengerjakan shalat
nafilah di rumah akan memberi keberkahan bagi rumah tersebut. Akan turun rahmah
di dalamnya, demikian pula para malaikat. Sementara setan akan lari dari rumah
tersebut.” (Al-Minhaj, 6/309)
Dalam hadits yang
lain Rasulullah n memerintahkan:
“Seharusnya bagi kalian untuk mengerjakan
shalat di rumah-rumah kalian karena sebaik-baik shalat seseorang adalah di
rumahnya terkecuali shalat wajib.” (HR. Al-Bukhari no. 731 dan Muslim no. 1822
)
Abu Musa Al-Asy’ari
z menyampaikan sabda Rasulullah n:
“Permisalan rumah yang disebut nama Allah di
dalamnya dan rumah yang tidak disebut nama Allah di dalamnya seperti permisalan
orang yang hidup dan orang yang mati.” (HR. Muslim no. 1820)
(Sumber: asysyariah)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar