Para pembaca yang mulia,
semoga Allah subhanahu wata’ala mencurahkan rahmat-Nya kepada kita semua,
Syaithan!!! siapa diantara kita yang tidak pernah mendengar kata ini. Sudah
terlalu banyak orang yang terperosok dalam lembah kemaksiatan dan tenggelam
dalam syhawat akibat ulahnya. Penebar “racun” di seluruh sendi-sendi kehidupan
manusia. Menyeret manusia menjadi penghuni An Naar. Penampakannya yang kasat
mata semakin membuat leluasa gerakannya. Allah subhanahu wata’ala berfirman
(artinya):
“Sesungguhnya syaithan dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dari suatu tempat
yang kamu tidak bisa melihat mereka.” (Al A’raaf: 27)
Syaithan adalah sumber dari segala kejelekan yang ada,
perancang dari segala makar, peramu segala racun, menghembuskan was-was ke
dalam hati-hati manusia, mengemas perbuatan jelek sebagai perbuatan yang baik.
Sehingga kebanyakan manusia terpedaya dengan makar dan racunnya.
Namun kita tidak boleh gegabah dengan mengatakan ‘celaka kamu wahai syaithan’,
justru syaithan semakin membesar seperti besarnya rumah. Tetapi bacalah
basmalah (bismillah) niscaya syaithan semakin kecil seperti lalat. (HR. Abu
Dawud no. 4330)
Bukankah Allah subhanahu wata’ala telah memberikan penawar bagi “racun” yang
ditimbulkan oleh syaithan tersebut. Allah subhanahu wata’ala berfirman
(artinya):
“Dan Kami turunkan dari Al Qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi
orang-orang yang beriman”. (Al Isra’: 82)
Dan tidaklah Allah subhanahu wata’ala menurunkan suatu penyakit kecuali Allah
subhanahu wata’ala telah menyediakan penawarnya. Salah satu dari penawar
tersebut adalah surat An Naas, salah satu surat yang terdapat di dalam Al Quran
dan terletak di penghujung atau bagian akhir darinya serta termasuk surat-surat
pendek yang ada di dalam Al Quran.
Pada kajian kali ini, kami akan mengajak pembaca untuk mengkaji tentang
keutamaan surat An Naas dan apa yang terkandung di dalamnya.
Keutamaan surat An Naas
Surat ini termasuk golongan surat Makkiyah (turun sebelum hijrah) menurut
pendapat para ulama di bidang tafsir, diantaranya Ibnu Katsir Asy Syafi’i dan
Asy Syaikh Abdurrahman As Sa’dy.
Surat An Naas merupakan salah satu Al Mu’awwidzataini. Yaitu dua surat yang
mengandung permohonan perlindungan, yang satunya adalah surat Al Falaq. Kedua
surat ini memiliki kedudukan yang tinggi diantara surat-surat yang lainnya.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Telah diturunkan kepadaku ayat-ayat yang
tidak semisal dengannya yaitu Al Mu’awwidataini (surat An Naas dan surat Al
Falaq).” (H.R Muslim no. 814, At Tirmidzi no. 2827, An Naasa’i no. 944)
Setelah turunnya dua surat ini, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam
mencukupkan keduanya sebagai bacaan (wirid) untuk membentengi dari pandangan
jelek jin maupun manusia. (HR. At Tirmidzi no. 1984, dari shahabat Abu Sa’id
radhiallahu ‘anhu)
Namun bila disebut Al
Mu’awwidzat, maka yang dimaksud adalah dua surat ini dan surat Al Ikhlash. Al
Mu’awwidzat, salah satu bacaan wirid/dzikir yang disunnahkan untuk dibaca
sehabis shalat. Shahabat ‘Uqbah bin ‘Amir membawakan hadits dari Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wasallam, bahwa beliau shalallahu ‘alaihi wasallam berkata:
“Bacalah Al Mu’awwidzat pada setiap sehabis
shalat.” (HR. Abu Dawud no. 1523, dishahihkan oleh Asy Syaikh Al Albani dalam
Ash Shahihah no. 1514)
Al Mu’awwidzat juga dijadikan wirid/dzikir di waktu pagi dan sore. Barangsiapa
yang membacanya sebanyak tiga kali diwaktu pagi dan sore, niscaya Allah
subhanahu wata’ala akan mencukupinya dari segala sesuatu. (HR. Abu Dawud no.
4419, An Naasaa’i no. 5333, dan At Tirmidzi no. 3399)
Demikian pula disunnahkan
membaca Al Mu’awwidztat sebelum tidur. Caranya, membaca ketiga surat ini lalu
meniupkan pada kedua telapak tangannya, kemudian diusapkan ke kepala, wajah dan
seterusnya ke seluruh anggota badan, sebanyak tiga kali. (HR. Al Bukhari 4630
Al Muawwidzat juga bisa
dijadikan bacaan ‘ruqyah’ (pengobatan ala islami dengan membaca ayat-ayat Al
Qur’an). Dipenghujung kehidupan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam, beliau
dalam keadaan sakit. Beliau meruqyah dirinya dengan membaca Al Muawwidzat,
ketika sakitnya semakin parah, maka Aisyah yang membacakan ruqyah dengan Al
Muawwidzat tersebut. (HR. Al Bukhari no. 4085 dan Muslim no. 2195)
Tafsir Surat An Naas
1. Katakanlah: "Aku berlidung kepada
Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia.
2. raja manusia.
3. sembahan manusia.
4. dari kejahatan (bisikan) syaitan yang
biasa bersembunyi,
5. yang membisikkan (kejahatan) ke dalam
dada manusia,
6. dari (golongan) jin dan manusia.
Sebuah tarbiyah ilahi,
Allah memerintahkan kepada Nabi-Nya sekaligus Khalil-Nya untuk memohon
perlindungan hanya kepada-Nya. Karena Dia adalah Rabb (yaitu sebagai pencipta,
pengatur, dan pemberi rizki), Al Malik (pemilik dari segala sesuatu yang ada di
alam ini), dan Al Ilah (satu-satunya Dzat yang berhak diibadahi). Dengan ketiga
sifat Allah subhanahu wata’ala inilah, Allah subhanahu wata’ala memerintahkan
Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam untuk memohon perlindungan hanya
kepada-Nya, dari kejelekan was-was yang dihembuskan syaithan.
Sebuah pendidikan Rabbani,
bahwa semua yang makhluk Allah subhanahu wata’ala adalah hamba yang lemah,
butuh akan pertolongan-Nya subhanahu wata’ala. Termasuk Nabi Muhammad
shalallahu ‘alaihi wasallam, beliau adalah manusia biasa yang butuh akan
pertolongan-Nya. Sehingga beliau adalah hamba yang tidak boleh disembah, bukan
tempat untuk meminta pertolongan dan perlindungan, dan bukan tempat bergantung.
Karena hal itu termasuk perbuatan ghuluw (ekstrim), memposisikan Nabi
shalallahu ‘alaihi wasallam bukan pada tempat yang semestinya. Bahkan beliau
shalallahu ‘alaihi wasallam melarang dari perbuatan seperti itu. Beliau
shalallahu ‘alaihi wasallam bersada:
“Janganlah kalian berbuat ghuluw kepadaku
sebagaimana Nashara telah berbuat ghuluw kepada Ibnu Maryam. Aku ini hanyalah
seorang hamba, maka katakanlah Abdullah (hamba Allah) dan Rasul-Nya”.
(Muttafaqun ‘Alaihi)
Akan tetapi beliau
shalallahu ‘alaihi wasallam adalah seorang nabi dan rasul yang wajib ditaati
dan diteladani.
“Dari kejahatan (bisikan) syaithan yang biasa
bersembunyi.”
Makna Al was-was adalah bisikan yang betul-betul tersembunyi dan samar, adapun
al khannas adalah mundur. Maka bagaimana maksud dari ayat ini?
Maksudnya, bahwasanya syaithan selalu menghembuskan bisikan-bisikan yang
menyesatkan manusia disaat manusia lalai dari berdzikir kepada Allah subhanahu
wata’ala. Sebagaimana firman-Nya (artinya):
“Barangsiapa yang berpaling dari pengajaran Rabb yang Maha Pemurah (Al Qur’an),
Kami adakan baginya syaitan (yang menyesatkan). Maka syaitan itulah yang
menjadi teman yang selalu menyertainya.” (Az Zukhruf: 36)
Adapun ketika seorang hamba berdzikir kepada Allah subhanahu wata’ala, maka
syaithan bersifat khannas yaitu ‘mundur’ dari perbuatan menyesatkan manusia.
Sebagaimana dalam firman-Nya (artinya):
“Sesungguhnya syaitan itu tidak mempunyai kekuasaan atas orang-orang yang
beriman dan bertawakkal kepada Rabb-nya.” (An Nahl: 99)
Jawaban ini dikuatkan oleh Al Imam Ibnu Katsir di dalam kitab tafsirnya ketika
membawakan penafsiran dari Sa’id bin Jubair dan Ibnu ‘Abbas, yaitu: “Syaithan
bercokol di dalam hati manusia, apabila dia lalai atau lupa maka syaithan
menghembuskan was-was padanya, dan ketika dia mengingat Allah subhanahu
wata’ala maka syaithan lari darinya.
“Yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada
manusia.”
Inilah misi syaithan yang selalu berupaya menghembuskan was-was kepada manusia.
Menghiasi kebatilan sedemikian indah dan menarik. Mengemas kebenaran dengan
kemasan yang buruk. Sehingga seakan-akan yang batil itu tampak benar dan yang
benar itu tampak batil.
Cobalah perhatikan,
bagaimana rayuan manis syaithan yang dihembuskan kepada Nabi Adam dan istrinya.
Allah subhanahu wata’ala kisahkan dalam firman-Nya (artinya):
“Maka syaitan membisikkan pikiran jahat kepada keduanya untuk menampakkan
kepada keduanya apa yang tertutup dari mereka yaitu auratnya, dan syaitan
berkata: “Rabb-mu tidak melarangmu untuk mendekati pohon ini, melainkan supaya
kamu berdua tidak menjadi malaikat atau tidak menjadi orang-orang yang kekal
(dalam al jannah/surga)”. (Al A’raf: 20)
Demikian pula perhatikan,
kisah ketika Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam sedang beri’tikaf.
Shafiyyah bintu Huyay (salah seorang istri beliau shalallahu ‘alaihi wasallam)
mengunjunginya di malam hari. Setelah berbincang beberapa saat, maka Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wasallam mengantarkannya pulang ke kediamannya. Namun
perjalanan keduanya dilihat oleh dua orang Al Anshar. Kemudian syaithan menghembuskan
ke dalam hati keduanya perasaan was-was (curiga). Rasulullah shalallahu ‘alaihi
wasallam melihat gelagat yang kurang baik dari keduanya. Oleh karena itu
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam segera mengejarnya, seraya bersabda:
“Tenanglah kalian berdua, dia adalah Shafiyyah
bintu Huyay. Mereka berdua berkata: “Maha Suci Allah wahai Rasulullah. Maka
Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya syaithan mengalir di tubuh bani Adam sesuai
dengan aliran darah, dan aku khawatir dihembuskan kepada kalian sesuatu atau
keburukan.” (H.R Muslim no. 2175)
Demikianlah watak syaithan
selalu menghembuskan bisikan-bisikan jahat ke dalam hati manusia. Apalagi Allah
subhanahu wata’ala dengan segala hikmah-Nya telah menciptakan ‘pendamping’
(dari kalangan jin) bagi setiap manusia, bahkan Rasulullah shalallahu ‘alaihi
wasallam juga ada pendampingnya. Sebagimana sabdanya shalallahu ‘alaihi
wasallam:
“Tidaklah salah seorang dari kalian kecuali
diberikan seorang pendamping dari kalangan jin, maka para shahabat berkata:
Apakah termasuk engkau wahai Rasulullah? Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam
menjawab: Ya, hanya saja Allah telah menolongku darinya, karena ia telah masuk
Islam, maka dia tidaklah memerintahkan kepadaku kecuali kebaikan”. (HR. Muslim
no. 2814)
“Dari (golongan) jin dan manusia.”
Dari ayat ini tampak jelas bahwa yang melakukan bisikan ke dalam dada manusia
tidak hanya dari golongan jin, bahkan manusia pun bisa berperan sebagai
syaithan. Hal ini juga dipertegas dalam ayat lain (artinya):
“Dan Demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu
syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dan jenis) jin, sebagian mereka
membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah
untuk menipu (manusia)” (Al An’am: 112)
Maka salah satu jalan keluar dari bisikan dan godaan syaithan baik dari
kalangan jin dan manusia adalah sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala
(artinya): “Dan jika syaithan mengganggumu dengan suatu gangguan, maka mohonlah
perlindungan kepada Allah.” (Fushshilat: 36)
Penutup
Maka sudah sepantasnya bagi kita selalu memohon pertolongan dan perlindungan
hanya kepada Allah subhanahu wata’ala semata. Mengakui bahwa sesungguhnya
seluruh makhluk berada di bawah pengaturan dan kekuasaan-Nya subhanahu
wata’ala. Semua kejadian ini terjadi atas kehendak-Nya subhanahu wata’ala. Dan
tiada yang bisa memberikan pertolongan dan menolak mudharat kecuali atas
kehendak-Nya subhanahu wata’ala pula.
Semoga Allah subhanahu wata’ala menjadikan kita sebagai hamba-hamba-Nya yang
senantiasa meminta pertolongan, perlindungan dan mengikhlaskan seluruh
peribadahan hanya kepada-Nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar