Keindahan Asmaul Husna
Berbicara tentang keindahan al-Asma-ul husna (nama-nama Allah Ta’ala yang maha indah) berarti membicarakan suatu
kemahaindahan yang sempurna dan di atas semua keindahan yang mampu digambarkan
oleh akal pikiran manusia.
Betapa tidak, Allah Ta’ala adalah zat maha indah dan sempurna dalam semua nama
dan sifat-Nya, yang karena kemahaindahan dan kemahasempurnaan inilah maka tidak
ada seorang makhlukpun yang mampu membatasi pujian dan sanjungan yang pantas
bagi kemuliaan-Nya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menggambarkan hal ini dalam sebuah doa beliau yang
terkenal:
“Aku tidak mampu menghitung/membatasi
pujian/sanjungan terhadap-Mu, Engkau adalah sebagaimana (pujian dan sanjungan)
yang Engkau peruntukkan bagi diri-Mu”[1].
Maka sebagaimana kesempurnaan
sifat-sifat-Nya yang tidak terbatas, demikian pula pujian dan sanjungan
bagi-Nya tidak terbatas, karena pujian dan sanjungan itu sesuai dengan zat yang
dipuji. Oleh karena itu, semua pujian dan sanjungan yang ditujukan kepada-Nya
bagaimanapun banyaknya, panjang lafazhnya dan disampaikan dengan penuh
kesungguhan, maka kemuliaan Allah Ta’ala lebih agung (dari pujian dan sanjungan tersebut),
kekuasaan-Nya lebih mulia, sifat-sifat kesempurnaan-Nya lebih besar dan banyak,
serta karunia dan kebaikan-Nya (kepada makhluk-Nya) lebih luas dan sempurna[2].
Sebagaimana Allah Ta’ala menegaskan dalam al-Qur’an bahwa tidak ada satu
makhlukpun di dunia ini yang mampu mambatasi dan menuliskan dengan tuntas semua
bentuk keagungan dan keindahan nama-nama dan sifat-sifat-Nya, bagaimanapun besar
dan luasnya makhluk tersebut. Allah berfirman,
“Katakanlah: Kalau sekiranya lautan
menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Rabbku, sungguh habislah lautan
itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Rabbku, meskipun Kami datangkan
tambahan sebanyak itu (pula)” (QS al-Kahfi:109).
Dalam ayat lain Allah Ta’ala juga berfirman,
“Dan seandainya pohon-pohon di bumi
menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi)
sesudah (kering)nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat
Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (QS Luqmaan:27).
Imam Ibnu Katsir berkata, “(Dalam ayat
ini) Allah Ta’ala berfirman memberitakan tentang keagungan, kebesaran
dan kemuliaan-Nya, serta nama-nama-Nya yang maha indah, sifat-sifat-Nya yang
maha tinggi dan kalimat-kalimat-Nya yang maha sempurna, yang tidak mampu
diliputi oleh siapapun (dari makhluk-Nya), serta tidak ada seorang pun yang
mengetahui hakekat dan mampu membatasi/menghitungnya, sebagaimana sabda
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam … kemudian Ibnu Katsir menyebutkan hadits di atas …
Arti ayat ini: Seandainya semua pohon (yang ada di) bumi dijadikan pena dan
lautan (di bumi) dijadikan tinta dan ditambahkan lagi tujuh lautan (yang
seperti itu) bersamanya, untuk menuliskan kalimat-kalimat Allah yang
menunjukkan keagungan dan kemuliaan-Nya, serta (kesempurnaan) sifat-sifat-Nya,
maka (niscaya) akan hancur pena-pena tersebut dan habis air lautan (tinta) tersebut
(sedangkan kalimat-kalimat keagungan dan kemuliaan-Nya tidak akan habis)”[3].
Arti
‘kemahaindahan’ dalam al-Asma-ul husna
Allah Ta’ala berfirman,
“Hanya milik Allah-lah asma-ul husna
(nama-nama yang maha indah), maka berdoalah kepada-Nya dengan nama-nama itu,
dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang (dari kebenaran) dalam (menyebut
dan memahami) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa
yang telah mereka lakukan” (QS al-A’raaf:180).
Arti “al-Husna”
(maha indah) dalam ayat ini adalah yang kemahaindahannya mencapai puncak
kesempurnaan, karena nama-nama tersebut mengandung sifat-sifat kesempurnaan
yang tidak ada padanya celaan/kekurangan sedikitpun dari semua sisi[4].
Misalnya: nama Allah Ta’ala “al-Hayyu” (Yang Maha Hidup), nama ini mengandung sifat
kesempurnaan hidup yang tidak berpermulaan dan tidak akan berakhir. Sifat hidup
yang sempurna ini mengandung konsekwensi kesempurnaan sifat-sifat lainnya,
seperti al-‘ilmu (maha mengetahui), al-qudrah (maha kuasa/mampu), as-sam’u (maha mendengar) dan al-basharu (maha melihat).
Allah Ta’ala berfirman,
“Dan bertawakallah kepada Allah Yang Maha
Hidup (Kekal) dan tidak akan mati”
(QS al-Furqaan: 58).
Demikian pula nama Allah Ta’ala “al-‘Aliimu” (Yang Maha Mengetahui), nama ini mengandung sifat
kesempurnaan ilmu (pengetahuan) yang tidak didahului dengan kebodohan dan tidak
akan diliputi kelupaan sedikitpun, sebagaimana firman-Nya:
“Musa berkata: “Pengetahuan tentang itu
ada di sisi Rabbku di dalam sebuah kitab, Rabbku (Allah Ta’ala) tidak akan
salah dan tidak (pula) lupa” (QS Thaahaa: 52).
Pengetahuan-Nya maha luas dan meliputi
segala sesuatu secara garis besar maupun terperinci, sebagaimana firman-Nya:
“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci
semua yang ghaib; tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia
mengetahui apa yang ada di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daunpun
yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir bijipun
dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melaimkan
tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh)” (QS al-An’aam: 59).
Juga nama-Nya “ar-Rahmaan” (Yang Maha Penyayang), nama ini mengandung sifat
rahmat (kasih sayang) yang maha luas dan sempurna, sebagaimana yang digambarkan
oleh Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam dalam sabda beliau: “Sungguh Allah lebih penyayang terhadap
hamba-hamba-Nya daripada seorang ibu terhadap anak bayinya”[5].[6]
Segi-segi
‘kemahaindahan’ dalam al-Asma-ul husna
Hal ini diterangkan oleh imam syaikh
‘Abdur Rahman as-Sa’di[7], dan kami akan bawakan keterangan beliau di sini beserta
keterangan tambahan dari para ulama lainnya.
1. Termasuk
segi yang menunjukkan kemahaindahan al-Asma-ul husna adalah karena semuanya mengandung pujian bagi Allah Ta’ala, tidak ada satupun dari nama-nama tersebut yang tidak
mengandung pujian dan sanjungan bagi-Nya.
Imam Ibnul Qayyim berkata, “Sesungguhnya
nama-nama Allah seluruhnya maha indah , tidak ada sama sekali satu namapun yang
tidak (menunjukkan) kemahaindahan. Telah berlalu penjelasan bahwa di antara
nama-nama-Nya ada yang dimutlakkan (ditetapkan) bagi-Nya ditinjau dari
perbuatan-Nya, seperti ‘al-Khaaliq’ (Maha
Pencipta), ‘ar-Razzaaq’ (Maha Pemberi rezki), ‘al-Muhyii’ (Maha menghidupkan) dan ‘al-Mumiit’ (Maha Mematikan), ini menunjukkan bahwa semua
perbuatan-Nya adalah kebaikan semata-mata dan tidak ada keburukan sama sekali
padanya…”[8].
2. Termasuk
segi yang menunjukkan kemahaindahan al-Asma-ul husna adalah karena semua nama tersebut bukanlah sekedar
nama semata, tapi juga mengandung sifat-sifat kesempurnaan bagi AllahTa’ala.
Maka nama-nama tersebut semuanya menunjukkan zat Allah Ta’ala, dan masing-masingnya mengandung sifat-sifat
kesempurnaan bagi-Nya[9].
Imam Ibnul Qayyim berkata: “Sesungguhnya
nama-nama Allah yang maha indah adalah a’laam (nama-nama yang menunjukkan zat Allah Ta’ala) dan (sekaligus) aushaaf (sifat-sifat kesempurnaan bagi AllahTa’ala yang dikandung
nama-nama tersebut). Sifat-Nya tidak bertentangan dengan nama-Nya, berbeda
dengan sifat makhluk-Nya yang (kebanyakan) bertentangan dengan nama mereka…”[10].
3. Termasuk
segi yang menunjukkan kemahaindahan al-Asma-ul husna adalah karena semua nama tersebut menunjukkan
sifat-sifat kesempurnaan dan bagi-Nya dari semua sifat yang paling sempurna,
paling luas dan paling agung.
Allah Ta’ala berfirman,
“Orang-orang yang tidak beriman kepada
kehidupan akhirat, mempunyai sifat yang buruk; dan Allah mempunyai sifat yang
Maha Tinggi; dan Dia-lah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (QS an-Nahl :60).
Artinya: Allah Ta’ala mempunyai sifat kesempurnaan yang mutlak (tidak
terbatas) dari semua segi[11].
4. Termasuk
segi yang menunjukkan kemahaindahan al-Asma-ul husna adalah karena Allah Ta’alamemerintahkan
kepada hamba-hamba-Nya untuk berdoa kepada-Nya dengan nama-nama tersebut dan
itu merupakan sarana utama untuk mendekatkan diri kepada-Nya, karena Allah Ta’ala mencintai nama-nama-Nya, dan Dia mencintai orang yang
mencintai nama-nama tersebut, serta orang yang menghafalnya, mendalami
kandungan maknanya dan beribadah kepada-Nya dengan konsekwensi yang dikandung
nama-nama tersebut.
Allah Ta’ala berfirman,
“Hanya milik Allah-lah asma-ul husna
(nama-nama yang maha indah), maka berdoalah kepada-Nya dengan nama-nama itu” (QS al-A’raaf:180).
Yang dimaksud dengan berdoa dalam ayat
ini adalah mencakup dua jenis doa, yaitu doa permintaan dan permohonan, serta
doa ibadah dan sanjungan[12].
Doa permohonan adalah dengan menyebutkan
nama Allah Ta’ala yang sesuai dengan permintaan yang kita sampaikan
kepada-Nya. Contohnya: kita berdoa: “Ya Allah, ampunilah dosa-dosaku dan
rahmatilah aku, sesungguhnya Engkau adalah al-Gafuur (Maha Pengampun) dan ar-Rahiim (Maha Penyayang)”. “Ya Allah, terimalah taubatku,
sesungguhnya Engkau adalah at-Tawwaab (Maha Penerima taubat)”. “Ya Allah, limpahkanlah rezki
yang halal kepadaku, sesungguhnya Engkau adalah ar-Razzaaq (Maha Pemberi rezki)”.
Adapun doa ibadah adalah dengan kita
beribadah kepada Allah Ta’ala sesuai dengan kandungan nama-nama-Nya yang maha indah.
Maka kita bertaubat kepada-Nya karena kita mengetahui bahwa dia adalahat-Tawwaab (Maha
Penerima taubat), kita berzikir kepada-Nya dengan lisan kita karena kita
mengetahui bahwa dia adalah as-Samii’ (Maha Mendengar), kita melakukan amal shaleh dengan
anggota badan kita karena mengetahui bahwa dia adalah al-Bashiir (Maha Melihat), dan demikian seterusnya[13].
Penutup
Demikianlah penjelasan singkat tentang
keindahan al-Asma-ul
husna, dan tentu saja hakikat keindahannya
jauh di atas apa yang mampu di gambarkan oleh manusia.
Semoga tulisan ini bermanfaat bagi kaum
muslimin untuk membantu mereka memahami keindahan dan kesempurnaan nama-nama
dan sifat-sifat Allah Ta’ala, yang dengan itulah mereka bisa mewujudkan
peribadatan kepada-Nya dengan sebenar-benarnya, karena landasan utama ibadah,
yaitu kecintaan kepada-Nya, tidak akan bisa dicapai kecuali dengan mengenal
nama-nama dan sifat-sifat-Nya dengan baik dan benar.
Imam Ibnul Qayyim berkata, “Barangsiapa
yang mengenal Allah dengan nama-nama, sifat-sifat dan perbuatan-perbuatan-Nya
maka dia pasti akan mencintai-Nya”[14].
Akhirnya, kami tutup tulisan ini dengan
memohon kepada Allah dengan nama-nama-Nya yang maha indah dan sifat-sifat-Nya
yang maha sempurna, agar dia senantiasa menganugerahkan kepada kita petunjuk
dan taufik-Nya untuk memahami dan mengamalkan kandungan dari sifat-sifat
kesempurnaan-Nya.
Artikel www.muslim.or.id
[1] HSR Muslim (no. 486).
[2] Keterangan imam an-Nawawi dalam “Syarhu shahiihi
Muslim” (4/204).
[3] Tafsir Ibnu Katsir (3/596).
[4] Lihat kitab “al-Qawaa’idul mutsla” (hal. 21).
[5] HSR al-Bukhari (5653) dan Muslim (2754).
[6] Lihat kitab “al-Qawaa’idul mutsla” (hal. 21-22).
[7] Dalam kitab beliau “Taisiirul Kariimir Rahmaan” (hal.
502).
[8] Kitab “Badaa-i’ul fawaa-id (1/171).
[9] Lihat kitab “al-Qawaa’idul mutsla” (hal. 24).
[10] Kitab “Badaa-i’ul fawaa-id (1/170).
[11] Lihat “Tafsir Ibnu Katsir” (2/756).
[12] Lihat kitab “Badaa-i’ul fawaa-id (1/172) dan
“Taisiirul Kariimir Rahmaan” (hal. 180).
[13] Lihat kitab “Taisiirul Kariimir Rahmaan” (hal. 180)
dan “al-Qawaa-‘idul mutsla” (hal. 17-18).
[14] Kitab “Madaarijus saalikin” (3/17).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar