Tafsir Surat An Nashr/Juz Amma

( Tafsir Al Azhar )

Surat
AN-NASHR (PERTOLONGAN) Surat 110: 3 ayat
Diturunkan di MAKKAH


1-Apabila telah datang pertolongan Allah dan Kemenangan.

2- Dan engkau lihat manusia masuk ke dalam Agama Allah dalam keadaan berbondong-bondong.

3-Dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohon ampunlah kepadaNya. Sesungguhnya Dia adalah sangat Pemberi Taubat.

"Apabila telah datang pertolongan Allah." (pangkal ayat 1). Terhadap kepada agamaNya yang benar itu, dan kian lama kian terbuka mata manusia akan kebenarannya; "Dan Kemenangan." (ujung ayat 1). Yaitu telah terbuka negeri Makkah yang selama ini tertutup. Dan menang Nabi s.a.w. ketika memasuki kota itu bersama 10,000 tentara Muslimin, sehingga penduduknya takluk tidak dapat melawan lagi. Kedaulatan berhala yang selama ini mereka pertahankan dengan sebab masuknya tentara Islam itu dengan sendirinya telah runtuh. Berhala-berhala itu telah dipecahi dan dihancurkan. Ka'bah dan se­ kelilingnya telah bersih daripada berhala. Dan yang berkuasa ialah Islam; "Dan engkau lihat manusia masuk ke dalam Agama Allah dalam keadaan berbondong-bondong." (ayat 2).
Artinya bahwa manusia pun datanglah berduyun-duyun, berbondong-bondong dari seluruh penjuru Tanah Arab, dari berbagai persukuan dan kabilah. Mereka datang menghadap Nabi s.a.w. menyatakan diri mereka mulai saat itu mengakui Agama Islam, mengucapkan bahwa memang; "Tidak ada Tuhan, melainkan Allah; Muhammad adalah Rasul Allah." Dengan demikian bertukar keadaan. Agama yang dahulunya berjalan dengan sempit, menghadapi berbagai rintangan dan sikap permusuhan, sejak kemenangan menaklukkan Makkah itu orang datang berbondong menyatakan diri menjadi penganutnya.
Kalau sudah demikian halnya; "Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu." (pangkal ayat 3). Arti bertasbih ialah mengakui kebesaran dan kesucian Tuhan, dan bahwa semuanya itu tidaklah akan terjadi kalau bukan kurnia Tuhan. Dan tidaklah semuanya itu karena tenaga manusia atau tenaga siapa pun didalam alam ini, melainkan semata-mata kurnia Allah. Sebab itu hendaklah iringi ucapan tasbih itu dengan ucapan puji-pujian yang tiada putus-putus terhadapNya, bahkan; "Dan mohon ampunlah kepadaNya."Ini penting sekali. Karena selama berjuang, baik 13 tahun masa di Makkah sebelum hijrah, ataupun yang 8 tahun di Madinah sebelum menaklukkan, kerapkalilah engkau atau pengikut-pengikut engkau yang setia itu berkecil hati, ragu-ragu, kurang yakin, meskipun tidak dinyatakan; karena sudah begitu hebatnya penderitaan, namun pertolongan Tuhan belum juga datang. Hal ini pernah juga dibayangkan Tuhan di dalam janjiNya (Surat 2, al-Baqarah: 214);
"Atau apakah kamu sangka bahwa kamu akan masuk ke syurga, padahal belum datang kepada kamu seperti yang datang kepada yang sebelum kamu; mereka itu dikenai oleh kesusahan (harta-benda) dan kecelakaan (pada badan diri) dan digoncangkan mereka (oleh ancaman-ancaman musuh), sehingga ber­ katalah Rasul dan orang-orang yang beriman besertanya; bilakah akan datang pertolongan Allah itu?" - "Ketahuilah bahwa pertolongan Allah itu telah dekat."
Sampai Rasul sendiri dan sampai orang-orang yang beriman yang mengeliliginya telah bertanya bila lagi kami akan ditolong, padahal kesengsaraan telah sampai ke puncak, tidak terderitakan lagi.
Mohon ampunlah kepada Allah atas perasaan-perasaan yang demikian, agar rasa hati itu bersih kembali, dan kasih dengan Tuhan bertaut lebih mesra daripada yang dahulu. Dan taubat daripada kegoncangan fikiran dan keragu-raguan yang mendatang dalam hati ialah dengan menyempurnakan kepercayaan kepada Tuhan; "Sesungguhnya Dia adalah sangat Pemberi Taubat." (ujung ayat 3). Karena Dia adalah Tuhan, Dia adalah Kasih dan Sayang akan hamba-Nya, dan Dia adalah mendidik, melatih jiwa-raga hambaNya agar kuat menghadapi warna-warni percobaan hidup di dalam mendekatiNya.
Seakan-akan berfirmanlah Tuhan: "Bila pertolongan telah datang dan kemenangan telah dicapai, dan orang telah menerima agama ini dengan tangan dan hati terbuka, maka rasa sedih telah sirna dan rasa takut telah habis. Yang ada setelah itu adalah rasa gembira, sukacita dan syukur. Hendaklah diisi kegembiraan itu dengan tasbih dan tahmid puji dan syukur, tabah kuatkan hati mendekatinya. Jangan takabbur dan jangan lupa diri.

Oleh sebab itu maka tersebutlah di dalam siirah (sejarah) hidup Nabi s.a.w. bahwa seketika beliau masuk dengan kemenangan gemilang itu ke dalam kota Makkah, demi melihat orang-orang yang dahulu memusuhinya telah tegak meminggir ke tepi jalan, melapangkan jalan buat dilaluinya, beliau tundukkan kepalanya ke tanah, merendahkan diri kepada Tuhan, sehingga hampir terkulai ke bawah kendaraannya, unta tua yang bernama Qashwaa, yang dengan itu dia berangkat sembunyi-sembunyi meninggalkan negeri yang dicintainya itu dahulu, dan dengan unta itu pula dia masuk ke sana kembali sebagai penakluk delapan tahun kemudian.

Menurut  catatan  al-Hafiz  Ibnu  Hajar  di  dalam  kitabnya  al-Fathul-Bari,  dalam  Hadis  yang  dirawikan oleh Abu Ya'la dari Abdullah bin Umar, Surat ini diturunkan ialah ketika beliau berhenti di Mina di hari Tasyriq, [1] pada waktu beliau melakukan Haji Wada'. Maka mafhumlah beliau bahwa Surat ini pun adalah menjadi isyarat juga baginya bahwa tugasnya sudah hampir selesai di dunia ini dan tidak lama lagi dia pun akan dipanggil ke hadhrat Tuhan.

Ada juga kemusykilan orang tentang riwayat itu. Sebab Haji Wada' terjadi 2 tahun setelah Makkah takluk. Tetapi yang mempertahankan riwayat itu mengatakan bahwa orang berbondong masuk ke dalam Agama Allah itu tidaklah putus-putus sampai pun ketika Haji Wada' itu, bahkan sampai setelah beliau kembali ke Madinah selesai Haji Wada'.

Dan tersebut juga dalam catatan riwayat bahwa beberapa orang sahabat yang utama, sebagai Abu Bakar, Umar dan Abbas mengerti juga akan qiyas isyarat Surat ini. Karena mereka yang mengerti bahasa Arab, bahasa mereka sendiri, tahulah bayangan kata; kalau pertolongan telah datang dan ke­ menangan telah tercapai, artinya tugas telah selesai.

Sebab itu ada riwayat dari Muqatil, bahwa seketika ayat dibaca Nabi di hadapan sahabat-sahabat, banyak yang bergembira, namun ada yang menangis, yaitu Abbas bin Abdul Muthalib.

"Mengapa menangis, paman?" Tanya Nabi s.a.w. kepada beliau.

Abbas menjawab: "Ada isyarat pemberitahuan waktumu telah dekat!" "Tepat apa yang paman sangka itu," kata beliau.

Dan hanya 60 hari saja, menurut keterangan Muqatil, sesudah beliau bercakap-cakap hal itu dengan Nabi, memang berpulanglah Nabi ke hadhrat Tuhan.

Dalam sebuah Hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari, Umar bin Khathab pada masa pemerintahannya memanggil orang-orang tua yang hadir dalam Perang Badar untuk pertemuan Shilatur-rahmi. Di sana hadir Ibnu Abbas yang masih muda. Beliau tanyakan pendapatnya tentang "Idzaa Jaa-a Nashrullaahi", ini. Dia pun menyatakan bahwa Surat ini pun isyarat bahwa ajal Nabi telah dekat.

Dan sejak ayat itu turun, selalu Rasulullah membaca dalam sujud dan ruku'nya;

"Amat Suci Engkau, ya Tuhan kami, dan dengan puji-pujian kepada Engkau. Ya Tuhanku, ampunilah kiranya aku ini."

Berkata Ibnu Umar: "Surat Idzaa Jaa-a ini turun di Mina ketika Haji Wada' (Haji Rasulullah yang terakhir, atau Haji Selamat Tinggal). Kemudian itu turunlah ayat "Al-Yauma Akmaltu Lakum Diinakum. " (Surat 5, ayat 3). Setelah ayat itu turun, 80 hari di belakangnya Rasulullah s.a.w. pun wafat. Sesudah itu turun pulalah ayat al-Kalalah (Surat 4, an-Nisa', ayat 175 penutup Surat), maka 50 hari sesudah ayat itu turun, Rasulullah s.a.w. pun kembalilah ke hadhrat Tuhan. Kemudian turunlah ayat "Laqad Jaa-akum Rasuulun Min Anfusikum. '' (Surat 9, at-Taubah, ayat 128), maka 35 hari setelah ayat itu turun beliau pun meninggal. Akhir sekali turunlah ayat "Wattaqquu Yauman Turja'uu-na Fiihi Ilallaah." (Surat 2, al-Baqarah ayat 281). Maka 21 hari setelah ayat itu turun, beliau pun meninggal.


Tafsir Surat Al Lahab/Juz Amma

( Tafsir Al Azhar )
Surat
AL-LAHAB (NYALA)
Surat 111: 5 ayat Diturunkan di MAKKAH

1- Binasalah kedua tangan Abu Lahab, dan binasalah dia

2- Tidaklah memberi faedah kepadanya hartanya dan tidak apa yang diusahakannya

3- Akan masuklah dia ke dalam api yang bernyala-nyala.

4- Dan isterinya; pembawa kayu bakar.

5- Yang di lehernya ada tali dari sabut.

Abu Lahab adalah paman dari Nabi s.a.w. sendiri, saudara dari ayah beliau. Nama kecilnya Abdul 'Uzza. Sebagai kita tahu, 'Uzza adalah nama sebuah berhala yang dipuja orang Quraisy; Abdul 'Uzza bin Abdul Muthalib. Nama isterinya ialah Arwa, saudara perempuan dari Abu Sufyan Sakhar bin Harb, khalah [1] dari Mu'awiyah. Dia dipanggilkan Abu Lahab, yang dapat diartikan ke dalam bahasa kita dengan "Pak Menyala"; karena mukanya itu bagus, terang bersinar dan tampan. Gelar panggilan itu sudah lebih dikenal orang buat dirinya.

Dalam kekeluargaan sejak zaman sebelum Islam, hubungan Muhammad s.a.w. sebelum menjadi Rasul amat baik dengan pamannya ini, sebagai dengan pamannya yang lain-lain juga. Tersebut di dalam riwayat bahwa seketika Nabi Muhammad s.a.w. lahir ke dunia, Abu Lahab menyatakan sukacitanya, karena kelahiran Muhammad dipandangnya akan ganti adiknya yang meninggal di waktu muda, ayah Muhammad, yaitu Abdullah. Sampai Abu Lahab mengirimkan seorang jariahnya yang muda, bernama Tsuaibah untuk menyusukan Nabi sebelum datang Halimatus-Sa'diyah dari desa Rani Sa'ad.

Dan setelah anak-anak pada dewasa, salah seorang puteri Rasulullah s.a.w. kawin dengan anak laki-laki Abu Lahab.

Tetapi setelah Rasulullah s.a.w. menyatakan da'wahnya menjadi Utusan Allah, mulailah Abu Lahab menyatakan tantangannya yang amat keras, sehingga melebihi dari yang lain-lain. Bahkan melebihi dari sikap Abu Jabal sendiri.

Seketika datang ayat yang tersebut di dalam Surat 26, asy-Syu'ara', ayat 214:

"Dan beri peringatanlah kepada kaum kerabatmu yang terdekat," keluarlah Nabi s.a.w. dari rumahnya menuju bukit Shafa. Dia berdiri dan mulai menyeru: "Ya Shabahah!" (Berkumpullah pagi-pagi!). Orang-orang yang mendengar tanya bertanya, siapa yang menyeru ini. Ada yang menjawab: "Muhammad rupanya." Lalu orang pun berkumpul.

Maka mulailah beliau mengeluarkan ucapannya: "Hai Bani Fulan, Hai Bani Fulan, Hai Bani Fulan, Hai Bani Abdi Manaf, Hai Bani Abdul Muthalib!" Semua Bani yang dipanggilnya itu pun datanglah berkumpul. Lalu beliau berkata: "Kalau aku katakan kepada kamu semua bahwa musuh dengan kuda peperangannya telah keluar dari balik bukit ini, adakah di antara kamu yang percaya?"

Semua menjawab: "Kami belum pemah mengalami engkau berdusta."

Maka beliau teruskanlah perkataannya: "Sekarang aku beri peringatan kepadamu semuanya, bahwasanya di hadapan saya azab Tuhan yang besar sedang mengancam kamu."

Tiba-tiba sedang orang lain terdiam mempertirnbangkan perkataannya yang terakhir itu bersoraklah Abu Lahab; "Apa hanya untuk mengatakan itu engkau kumpulkan kami ke mari?" "Tubbanlaka!" Anak celaka! [1]

Tidak berapa saat kemudian turunlah Surat ini, sebagai sambutan keinginan Abu Lahab agar Nabi Muhammad s.a.w., anaknya itu dapat kebinasaan;

"Binasalah kedua tangan Abu Lahab." (pangkal ayat 1). Diambil kata ungkapan kedua tangan di dalam bahasa Arab, yang berarti bahwa kedua tangannya yang bekerja dan berusaha akan binasa. Orang berusaha dengan kedua tangan, maka kedua tangan itu akan binasa, artinya usahanya akan gagal; ' Watabb!"– "Dan binasalah dia."(ujung ayat 1). Bukan saja usaha kedua belah tangannya yang akan gagal, bahkan dirinya sendiri, rohani dan jasmaninya pun akan binasa. Apa yang direncanakannya di dalam menghalangi da'wah Nabi s.a.w. tidaklah ada yang akan berhasil, malahan gagal!

Menurut riwayat tambahan dari al-Humaidi; "Setelah isteri Abu Lahab mendengar ayat al-Quran yang turun menyebut nama mesjid. Beliau s.a.w. di waktu itu memang ada dalam mesjid di dekat Ka'bah dan di sisinya duduk Abu Bakar r.a. Dan di tangan perempuan itu ada sebuah batu sebesar segenggaman tangannya. Maka berhentilah dia di hadapan Nabi yang sedang duduk bersama Abu Bakar itu. Tetapi yang kelihatan olehnya hanya Abu Bakar saja. Nabi s.a.w. sendiri yang duduk di situ tidak kelihatan olehnya. Lalu dia berkata kepada Abu Bakar: "Hai Abu Bakar, telah sampai kepada saya beritanya, bahwa kawanmu itu mengejekkan saya. Demi Allah! Kalau saya bertemu dia, akan saya tampar mulutnya dengan batu ini."

Sesudah berkata begitu dia pun pergi dengan marahnya.

Maka berkatalah Abu Bakar kepada Nabi s.a.w. "Apakah tidak engkau lihat bahwa dia melihat engkau?" Nabi menjawab: "Dia ada menghadapkan matanya kepadaku, tetapi dia tidak melihatku. Allah menutupkan penglihatannya atasku."

Tidaklah memberi faedah kepadanya hartanya dan tidak apa yang diusahakannya." (ayat 2).

Dia akan berusaha menghabiskan harta-bendanya buat menghalangi perjalanan anak saudaranya, hartanyalah yang akan licin tandas, namun hartanya itu tidaklah akan menolongnya. Perbuatannya itu adalah percuma belaka. Segala usahanya akan gagal.

Menurut riwayat dari Rabi'ah bin 'Ubbad ad-Dailiy, yang dirawikan oleh al-Imam Ahmad; "Aku pernah melihat Rasulullah s.a.w. di zaman masih jahiliyah itu berseru-seru di Pasar Dzil Majaz; "Hai sekalian manusia! Katakanlah "La Ilaha lllallah," (Tidak ada Tuhan melainkan Allah), niscaya kamu sekalian akan beroleh kemenangan."

Orang banyak berkumpul mendengarkan dia berseru-seru itu. Tetapi di belakangnya datang pula seorang laki-laki, mukanya cakap pantas. Dia berkata pula dengan kerasnya; "Jangan kalian dengarkan dia. Dia telah khianat kepada agama nenek-moyangnya, dia adalah seorang pendusta!" Ke mana Nabi s.a.w. pergi, ke sana pula diturutkannya. Orang itu ialah pamannya sendiri, Abu Lahab.

Menurut riwayat dari Abdurrahman bin Kisan, kalau ada utusan dari kabilah-kabilah Arab menemui Rasulullah s.a.w. di Makkah hendak minta keterangan tentang Islam, mereka pun, ditemui oleh Abu Lahab. Kalau orang itu bertanya kepadanya tentang anak saudaranya itu, sebab dia tentu lebih tahu, dibusukkannyalah Nabi s.a.w. dan dikatakannya: "Kadzdzab, Sahir." (Penipu, tukang sihir).

Namun segala usahanya membusuk-busukkan Nabi itu gagal juga!

"Akan masuklah dia ke dalam api yang bernyala-nyala." (ayat 3). Dia tidak akan terlepas dari siksaan dan azab Allah. Dia akan masuk api neraka. Dia kemudiannya mati sengsara karena terlalu sakit hati mendengar kekalahan kaum Quraisy dalam peperangan Badar. Dia sendiri tidak turut dalam pe­ perangan itu. Dia hanya memberi belanja orang lain buat menggantikannya. Dengan gelisah dia menunggu-nunggu berita hasil perang Badar. Dia sudah yakin Quraisy pasti menang dan kawan-kawannya akan pulang dari peperangan itu dengan gembira. Tetapi yang terjadi ialah sebaliknya. Utusan-utusan yang kembali ke Makkah lebih dahulu mengatakan mereka kalah. Tujuh puluh yang mati dan tujuh puluh pula yang tertawan. Sangatlah sakit hatinya mendengar berita itu, dia pun mati. Kekesalan dan kecewa terbayang di wajah janazahnya.

Anak-anaknya ada yang masuk Islam seketika dia hidup dan sesudah dia mati. Tetapi seorang di antara anaknya itu bernama Utaibah adalah menantu Nabi, kawin dengan Ruqaiyah. Karena disuruh oleh ayahnya menceraikan isterinya, maka puteri Nabi itu diceraikannya. Nabi mengawinkan anaknya itu kemudiannya dengan Usman bin Affan. Nabi mengatakan bahwa bekas menantunya itu akan binasa dimakan "anjing hutan". Maka dalam perjalanan membawa perniagaan ayahnya ke negeri Syam, di sebuah tempat bermalam di jalan dia diterkam singa hingga mati.

"Dan isterinya." (pangkal ayat 4). Dan isterinya akan disiksa Tuhan seperti dia juga. Tidak juga akan memberi faedah baginya hartanya, dan tidak juga akan memberi faedah baginya segala usahanya; Pembawa kayu bakar. " (ujung ayat 4).

Sebagai dikatakan tadi nama isterinya ini Arwa, gelar panggilan kehormatannya sepadan dengan gelar kehormatan suaminya. Dia bergelar Ummu Jamil; Ibu dari kecantikan! Dia saudara perempuan dari Abu Sufyan. Sebab itu dia adalah 'ammah (saudara perempuan ayah) dari Mu'awiyah dan dari Ummul Mu'minin Ummu Habibah. Tetapi meskipun suaminya di waktu dulu seorang yang tampan dan ganteng [1], dan dia ibu dari kecantikan, karena sikapnya yang buruk terhadap Agama Allah kehinaan yang menimpa diri mereka berdua. Si isteri menjadi pembawa "kayu api", kayu bakar, menyebarkan api fitnah ke sana sini buat membusuk-busukkan Utusan Allah.

"Yang di lehernya ada tali dari sabut." (ayat 5).

Ayat ini mengandung dua maksud. Membawa tali dari sabut; artinya, karena bakhilnya, dicarinya kayu api sendiri ke hutan, dililitkannya kepada lehernya, dengan tali daripada sabut pelepah korma, sehingga berkesan kalau dia bawanya berjalan.

Tafsir yang kedua ialah membawa kayu api ke mana-mana, atau membawa kayu bakar. Membakar perasaan kebencian terhadap Rasulullah mengada-adakan yang tidak ada. Tali dari sabut pengikat kayu api fitnah, artinya bisa menjerat lehemya sendiri.
Ibnu Katsir mengatakan dalam tafsimya bahwa Tuhan menurunkan Surat tentang Abu Lahab dan isterinya ini akan menjadi pengajaran dan i'tibar bagi manusia yang mencoba berusaha hendak menghalangi dan menantang apa yang diturunkan Allah kepada NabiNya, karena memperturutkan hawa nafsu, mempertahankan kepercayaan yang salah, tradisi yang lapuk dan adat-istiadat yang karut-marut. Mereka
menjadi lupa diri karena merasa sanggup, karena kekayaan ada. Disangkanya sebab dia kaya, maksudnya itu akan berhasil. Apatah lagi dia merasa bahwa gagasannya akan diterima orang, sebab selama ini dia disegani orang, dipuji karena tampan, karena berpengaruh. Kemudian ternyata bahwa rencananya itu digagalkan Tuhan, dan harta-bendanya yang telah dipergunakannya berhabis-habis untuk maksudnya yang jahat itu menjadi punah dengan tidak memberikan hasil apa-apa. Malahan dirinyalah yang celaka. Demikian Ibnu Katsir.
Dan kita pun menampak di sini bahwa meskipun ada pertalian keluarga di antara Rasulullah s.a.w. dengan dia, namun sikapnya menolak kebenaran Ilahi, tidaklah akan menolong menyelamatkan dia hubungan darahnya itu.

* * *

Selain dari bernama "al-Lahab" (nyala) Surat ini pun bernama juga "al-Masadd", yang berarti tali yang terbuat dari sabut itu. Beberapa faedah dan kesan kita perdapat dari Surat ini.
Pertama: Meskipun Abu Lahab paman kandung Nabi s.a.w. saudara kandung dari ayahnya, namun oleh karena sikapnya yang menantang Islam itu, namanya tersebut terang sekali di dalam wahyu, sehingga samalah kedudukannya dengan Fir'aun, Haman dan Qarun, sama disebut namanya dalam kehinaan.
Kedua: Surat al-Lahab ini pun menjadi i'tibar bagi kita bagaimana hinanya dalam pandangan agama seseorang yang kerjanya "membawa kayu api", yaitu menghasut dan memfitnah ke sana ke mari dan membusuk-busukkan orang lain. Dan dapat pula dipelajari di sini bahwasanya orang yang hidup dengan sakit hati, dengan rasa kebencian kerapkalilah bernasib sebagai Abu Lahab itu, yaitu mati kejang dengan tiba -tiba bilamana menerima suatu berita yang tidak diharap-harapkannya. Mungkin juga Abu Lahab itu ditimpa oleh penyakit darah tinggi, atau sakit jantung.






Mushaf Qur'an Kuno

Perpustakaan Raja Abdul Azis di Madinah mempunyai koleksi Mushaf Al Qur'an Kuno, berikut adalah gambar serta keterangannya :

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15





1. Mushaf , Kulit Rusa  Ditulis pada tahun 678 H. ,Dengan Ejaan Imlak (, dengan tangan Abdullah Muhammad bin Saad bin Ali bin Salim Al-Kh)
2. Mushaf. Ditulis pada tahun 549 H. ,Dengan Ejaan Imlak (, dengan tangan Kaligrafer Abu Saad Muhammad bin Ismail Muhammad)
3. Mushaf , Gulungan Kulit Rusa. Ditulis pada tahun 488 H. ,Dengan Ejaan Imlak (, dengan tangan Ali bin Muhammad Al-Bathaliusi)
4.Mushaf . Ditulis pada tahun 985 H. ,Dengan Ejaan Imlak (, dengan tangan Hoja Jan bin Ali)
5. Mushaf. Ditulis pada tahun 842 H. ,Dengan Ejaan Imlak (, dengan tangan Ibnu Muaafah Umar bin Muhammad)
6. Mushaf , Kulit Rusa. Ditulis pada tahun Abad VIII ,Dengan Ejaan Imlak
7.Mushaf . Ditulis pada tahun 984 H. ,Dengan Ejaan Imlak
8. Mushaf. Ditulis pada tahun 960 H. ,Dengan Ejaan Imlak (, dengan tangan Darwisy Muhammad bin Mustafa)
9. Mushaf.  Ditulis pada tahun 953 H. ,Dengan Ejaan Imlak (, dengan tangan Pir Muhammad bin Syukrullah)
10. Mushaf. Ditulis pada tahun 1034 H. ,Dengan Ejaan Imlak (, dengan tangan Mustafa bin Abdullah
11. Mushaf. Ditulis pada tahun 1095 H. ,Dengan Ejaan Imlak (, dengan tangan Ibnu Muhammad Taqi Muhammad Thalib)
12. Mushaf.  Ditulis pada tahun 1001 H. ,Dengan Ejaan Imlak (, dengan tangan Husain bin Muhammad As-Suyusi)
13. Mushaf. Ditulis pada tahun 1090 H. ,Dengan Ejaan Imlak (, dengan tangan Umar bin Ismail)
14.Mushaf. Ditulis pada tahun 1066 H. ,Dengan Ejaan Imlak (, dengan tangan Mustafa Zulfikar)
15. Mushaf. Ditulis pada tahun 1044 H. ,Dengan Ejaan Imlak (, dengan tangan Muhammad Az-Zaki)

Mushaf Al-Quran Pertama di Dunia

Di sebuah sudut gelap di ibukota negara Uzbekistan, Tashkent, terdapat satu peninggalan paling bersejarah bagi umat Islam, iaitu Al-Quran tertua di dunia. Al-Quran ini berasal dari masa pemerintahan khalifah ketiga iaitu Othman Bin Affan.
Othman Bin Affan merupakan perintis yang membukukan Alquran, sebelum itu Al-Quran hanya dihafal atau ditulis di atas kulit kayu dan tulang unta. Pembukuan Al-Quran pertama ini dilakukan Othman Bin Affan ketika berada di Madinah. Pembukuan Al-Quran ini selesai pada tahun 651 atau 19 tahun setelah meninggalnya Rasulullah SAW.
Pembukuan ini dilakukan Othman untuk mencegah perselisihan dan perbezaan versi dari ayat Al-Quran, sehingga beliau memutuskan untuk membukukannya.
Di Tashkent, Al-Quran ini disimpan di sebuah kawasan yang dikenali dengan nama Hast-Imam sebuah lokasi yang jauh dari orang ramai.
Lokasi penyimpanan Al-Quran ini berdekatan dengan makam ilmuwan dari abad ke-10, Kaffel Sashi. Penyimpanan Alquran ini berada di kawasan bangunan yang menjadi pusat aktiviti Mufti Uzbekistan atau pimpinan agama tertinggi di negara ini.
Al-Quran tertulis pertama yang dibukukan ini sangatlah berharga, sebab itu ia disimpan dalam sebuah almari kaca yang dilekatkan di dinding. Sayangnya, kerana sudah berusia ratusan tahun, Al-Quran ini tidak utuh lagi.
Pada masa ini yang tinggal hanyalah sepertiganya saja atau sekitar 250 halaman lagi. Ayat-ayatnya ditulis dalam bahasa Hijaz dan ditulis di atas kulit rusa.
Dikatakan bahawa Khalifah Othman membuat lima salinan dari Al-Quran ini dan menyebarkannya ke berbagai wilayah Islam. Selain yang ada di Tashkent, salinan lainnya juga masih tersimpan di Topkapi Palace di Istanbul, Turki.
Tidak jauh dari lokasi penyimpanan Al-Quran tersebut, ada juga sebuah rumah yang menyimpan benda bersejarah lainnya, iaitu sehelai rambut Rasulullah SAW. Selain Al-Quran tertua, rambut baginda ini juga menjadi salah satu koleksi bersejarah yang dimiliki Asia Tengah dalam kaitan mereka dengan sejarah Islam.
Di lokasi yang sama juga terletak perpustakaan yang menyimpan kekayaan dengan koleksi bersejarahnya. ”Dikatakan di perpustakaan itu ada sekitar 20 ribu buku hingga tiga ribu naskah,”ujar Ikram Akhmedov, pembantu mufti.
Buku-buku itu rata-rata adalah buku tentang sejarah abad pertengahan, astronomi, dan kedoktoran. Namun ada juga Al-Quran dan buku-buku tentang ilmu hukum. ”Namun benda tertua di perpustakaan ini adalah Alquran yang berasal dari abad ketujuh atau dari masa pemerintahan khalifah Othman Bin Affan,”jelasnya.
Adanya Al-Quran tertua di dunia ini mengingatkan kita betapa kawasan Asia Tengah memberikan peranan sangat penting dalam sejarah perkembangan agama Islam. Ini juga merupakan fakta yang tidak boleh dinafikan, bahawa harta karun umat Islam berada di negara yang dulunya merupakan pecahan negara komunis terbesar di dunia, Soviet Union.
Sejarah tibanya Al-Quran dari dinasti pemerintahan Othman Bin Affan ke Tashkent ini sangatlah luar biasa. Setelah kematian Othman Bin Affan, sebahagian orang menyatakan bahawa Al-Quran ini dibawa oleh Ali bin Abi Talib ke Kuffah atau yang sekarang dikenal sebagai Irak.
Tujuh ratus tahun kemudian, ketika Tamerlane (penakluk kawasan Asia Tengah) datang ke daerah ini, ia menemui Al-Quran ini dan membawanya ke ibukotanya di Samarkand, Al-Quran ini berada di Samarkand lebih dari empat abad, hingga orang Rusia menakluk kota ini pada tahun 1868.
Pada masa itu, Gabenor Russia mengirimkan Alquran ini ke St Petersburg dimana Al-Quran ini kemudian disimpan di perpustakaan kerajaan. Namun setelah pecahnya revolusi Bolshevik, Lenin yang sangat bernafsu menguasai daerah umat Islam mengirimkan Al-Quran ini ke Ufa atau yang kemudian dikenal sebagai Bashkortostan.
Namun akhirnya, setelah berulang kali diminta oleh Muslim Tashkent, Al-Quran ini akhirnya kembali lagi ke Asia Tengah pada tahun 1924. Sejak saat itu, Al-Quran ini ditempatkan di Tashkent sehingga hari ini.
Sejak awal lagi, Al-Quran ini telah menarik banyak orang termasuk petinggi umat Islam untuk mengunjunginya. Sehingga terasa aneh kerana Alquran ini masih ditempatkan di lokasi tersebut.
Mufti yang juga menjaga serta menjaga ini mengatakan bahawa Al-Quran ini tidak dipertontonkan dan dijaga agar tidak terlalu menarik banyak perhatian. Ini dilakukan untuk menjaganya dari perkara-perkara negatif yang mungkin terjadi.

Tafsir Surat Al Ikhlas/Juz Amma

 (Tafsir Al Azhar )


Surat
AL-IKHLASH (TULUS)
Surat 112: 4 ayat Diturunkan di MAKKAH


1- Katakanlah: "Dia adalah Allah, Maha Esa."

2- Allah adalah pergantungan.

3- Tidak Dia beranak, dan tidak Dia diperanakkan.

4- Dan tidak ada bagiNya yang setara, seorang jua pun.

Dan Dia, Allah itu, tidak pula diperanakkan. Tegasnya tidaklah Dia berbapa. Karena kalau Dia berbapa, teranglah bahwa si anak kemudian lahir ke dunia dari ayahnya, dan kemudian ayah itu pun mati. Si anak menyambung kuasa. Kalau seperti orang Nasrani yang mengatakan bahwa Allah itu beranak dan anak itu ialah Nabi Isa Almasih, yang menurut susunan kepercayaan mereka sama dahulu tidak bepermulaan dan sama akhir yang tidak berkesudahan di antara sang bapa dengan sang anak, maka bersamaanlah wujud di antara si ayah dengan si anak, sehingga tidak perlu ada yang bernama bapak dan ada pula yang bernama anak. Dan kalau anak itu kemudian baru lahir, nyatalah anak itu suatu kekuasaan atau ketuhanan yang tidak perlu, kalau diakui bahwa si bapa kekal dan tidak mati-mati, sedang si anak tiba kemudian.
"Dan tidak ada bagiNya yang setara, seorang jua pun . " (ayat 4). Keterangan; Kalau diakui Dia beranak, tandanya Allah Tuhan itu mengenal waktu tua. Dia memerlukan anak untuk menyilihkan kekuasaanNya.
Kalau diakui diperanakkan, tandanya Allah itu pada mulanya masih muda yaitu sebelum bapaNya mati. Kalau diakui bahwa Dia berbilang, ada bapa ada anak, tetapi kedudukannya sama, fikiran sihat yang mana jua pun akan mengatakan bahwa "keduanya" akan sama-sama kurang kekuasaannya. Kalau ada dua yang setara, sekedudukan, sama tinggi pangkatnya, sama kekuasaannya atas alam, tidak ada fikiran sihat yang akan dapat menerima kalau dikatakan bahwa keduanya itu berkuasa mutlak. Dan kalau keduanya sama tarafnya, yang berarti sama-sama kurang kuasaNya, yakni masing-rnasing mendapat separuh, maka tidaklah ada yang sempuma ketuhanan keduanya. Artinya bahwa itu bukanlah tuhan. Itu masih alam, itu masih lemah.
Yang Tuhan itu ialah Mutlak kuasaNya, tiada terbagi, tiada separuh seorang, tiada gandingan, tiada bandingan dan tiada tandingan. Dan tidak pula ada tuhan yang nganggur, belum bertugas sebab bapanya masih ada!
Itulah yang diterima oleh perasaan yang bersih murni. ltulah yang dirasakan oleh akal cerdas yang tulus. Kalau tidak demikian, kacaulah dia dan tidak bersih lagi. Itu sebabnya maka Surat ini dinamai pula Surat al-Ikhlas; artinya sesuai dengan jiwa murni manusia, dengan logika; dengan berfikir teratur.
Tersebutlah di dalam beberapa riwayat yang dibawakan oleh ahli tafsir bahwa asal mula Surat ini turun ;"Shif lanaa rabbaka " كبر انل ف ;ialah karena pernah orang musyrikin itu meminta kepada Nabi
.(?Coba jelaskan kepada kami apa macamnya Tuhanmu itu, emaskah dia atau tembaga atau loyangkah)
Menurut Hadis yang dirawikan oleh Termidzi dari Ubay bin Ka`ab, memang ada orang musyrikin meminta kepada Nabi supaya diuraikannya nasab (keturunan atau sejarah) Tuhannya itu. Maka datanglah Surat yang tegas ini tentang Tuhan.
Abus Su'ud berkata dalam tafsirnya; "Diulangi nama Allah sampai dua kali (ayat 1 dan ayat 2) dengan kejelasan bahwa Dia adalah Esa, Tunggal, Dia adalah pergantungan segala makhluk, supaya jelaslah bahwa yang tidak mempunyai kedua sifat pokok itu bukanlah Tuhan. Di ayat pertama ditegaskan KeesaanNya, untuk menjelaskan bersihNya Allah dari berbilang dan bersusun, dan dengan menjelaskan bahwa Dialah pergantungan segala makhluk, jelaslah bahwa padaNya terkumpul segala sifat Kesempurnaan Dia tempat bergantung, tempat berlindung; bukan Dia yang mencari perlindungan kepada yang lain, Dia tetap ada dan kekal dalam kesempurnaanNya, tidak pernah berkurang. Dengan penegasan "Tidak beranak", ditolaklah kepercayaan setengah manusia bahwa malaikat itu adalah anak Allah atau Isa Almasih adalah anak Allah. Tegasnya dari Allah itu tidak ada timbul apa yang dinamai anak, karena tidak ada sesuatu pun yang mendekati jenis Allah itu, untuk jadi jodoh dan "teman hidupnya", yang dari pergaulan berdua timbullah anak." - Sekian Abus Su'ud.
Imam Ghazali menulis di dalam kitabnya "Jawahirul-Quran": "Kepentingan al-Quran itu ialah untuk ma'rifat terhadap Allah dan ma'rifat terhadap hari akhirat dan ma'rifat terhadap ash-Shirathal Mustaqim. Ketiga ma'rifat inilah yang sangat utama pentingnya. Adapun yang lain adalah pengiring-pengiring dari yang tiga ini. Maka Surat al-Ikhlas adalah mengandung satu daripada ma'rifat yang tiga ini, yaitu Ma'rifatullah, dengan membersihkanNya, mensucikan fikiran terhadapNya dengan mentauhidkanNya daripada jenis dan macam. ltulah yang dimaksud bahwa Allah bukanlah pula bapa yang menghendaki anak, laksana pohon. Dan bukan diperanakkan, laksana dahan yang berasal dari pohon, dan bukan pula mempunyai tandingan, bandingan dan gandingan."
lbnul Qayyim menulis dalam Zaadul Ma'ad: "Nabi s.a.w. selalu membaca pada sembahyang Sunnat al-Fajar dan sembahyang al-Witir kedua Surat al-Ikhlas dan al-Kafirun. Karena kedua Surat itu mengumpulkan Tauhid, llmu dan Amal, Tauhid Ma'rifat dan Iradat, Tauhid I'tiqad dan Tujuan. Surat al-Ikhlas mengandungi Tauhid I'tiqad dan Ma'rifat dan apa yang wajib dipandang tetap teguh pada Allah menurut akal murni, yaitu Esa, Tunggal. Nafi yang mutlak daripada bersyarikat dan bersekutu, dari segi mana pun. Dia adalah Pergantungan yang tetap, yang padaNya terkumpul segala sifat kesempumaan, tidak pemah berkekurangan dari segi mana pun. Nafi daripada beranak dan di­ peranakkan, karena kalau keduanya itu ada, Dia tidak jadi pergantungan lagi dan KeesaanNya tidak bersih lagi. Dan Nafi atau tiadanya kufu', tandingan, bandingan dan gandingan adalah menafikan perserupaan, perumpamaan ataupun pandangan lain. Sebab itu maka Surat ini mengandung segala ke­ sempumaan bagi Allah dan menafikan segala kekurangan. Inilah dia Pokok Tauhid menurut ilmiah dan menurut akidah, yang melepaskan orang yang berpegang teguh kepadanya daripada kesesatan dan mempersekutukan.
Itu sebab maka Surat al-Ikhlas dikatakan oleh Nabi Sepertiga Quran.
Sebab al-Quran berisi berita (khabar) dan Insyaa. Dan insyaa mengandung salah satu tiga pokok; (1) perintah, (2) larangan, (3) boleh atau diizinkan. Dan Khabar dua pula; (1) Khabar yang datang dari Allah sebagai pencipta (Khaliq) dengan nama-namaNya dan sifat-sifatNya dan hukum-hukumNya. (2) Khabar dari makhlukNya; maka diikhlaskanlah oleh makhluk di dalam Surat al-Ikhlas tentang nama-namaNya dan sifat-sifatNya; sehingga jadilah isinya itu mengandung sepertiga al-Quran. Dan dibersihkannya pula barangsiapa yang membacanya dengan Iman, daripada mempersekutukan Allah secara ilmiah. Sebagaimana Surat al-Kafirun pun telah membersihkan dari syirik secara amali, yang timbul dari kehendak dan kesengajaan.” - Sekian Ibnul Qayyim.
Ibnul Qayyim menyambung lagi: "Menegakkan akidah ialah dengan ilmu. Persediaan ilmu hendaklah sebelum beramal. Sebab ilmu itu adalah Imam, penunjuk jalan, dan hakim yang memberikan keputusan di mana tempatnya dan telah sampai di mana. Maka "Qul Huwallaahu Ahad" adalah punca ilmu tentang akidah. Itu sebab maka Nabi mengatakannya sepertiga al-Quran. Hadis-hadis yang mengatakan demikian boleh dikatakan mencapai derajat mutawatir. Dan "Qul Yaa Ayyuhal Kaafiruuna" sama nilainya dengan seperempat al-Quran. Dalam sebuah Hadis dari Terrnidzi, yang dirawikan dari Ibnu Abbas dijelaskan: "Idzaa Zulzilatil Ardhu" sama nilainya dengan separuh al-Quran. "QuI Huwallaahu Ahad" sama dengan sepertiga al-Quran dan "Qul Yaa Ayyuhal Kaafiruuna" sama nilainya dengan seperempat al-Quran.
Al-Hakim merawikan juga Hadis ini dalam al-Mustadriknya dan beliau berkata bahwa Isnad Hadis ini shahih.

* * *

Maka tersebutlah dalam sebuah Hadis yang dirawikan oleh Bukhari dari Aisvah, – moga-moga Allah meridhainya – bahwa Nabi s.a.w. pada satu waktu telah mengirim siryah (patroli) ke suatu tempat. Pemimpin patroli itu tiap-tiap sembahyang yang menjahar menutupnya dengan membaca "Qul Huwallaahu Ahad." Setelah mereka kembali pulang, mereka khabarkanlah perbuatan pimpinan mereka itu kepada Nabi s.a.w. Lalu beliau s.a.w. berkata: "Tanyakan kepadanya apa sebab dia lakukan demikian." Lalu mereka pun bertanya kepadanya, (mengapa selalu ditutup dengan membaca Qul Huwallaahu Ahad).

Tafsir Surat Al Falaq/Juz Amma

( Tafsir Al Azhar )

Surat
AL-FALAQ
(CUACA SUBUH) Surat 113: 5 ayat Diturunkan di MAKKAH



1- Katakanlah: "Aku berlindung dengan Tuhan dari cuaca Subuh".

2- Dari kejahatan apa-apa yang telah Dia jadikan.

3- Dan dari kejahatan malam apabila dia telah kelam.

4- Dan dari kejahatan wanita-wanita peniup pada buhul-buhul.

5- Dan dari kejahatan orang yang dengki apabila dia melakukan kedengkian.

"Katakanlah" — wahai UtusanKu — "Aku berlindung dengan Tuhan dari cuaca Subuh." (ayat 1). Tuhan Allah adalah tempat kita berlindung. Nabi s.a.w. dan kita semuanya diperintahkan Tuhan agar berlindung dengan Allah. Setengah daripada kekuasaan Allah itu ialah bahwa Dia menciptakan dan membuat suasana cuaca Subuh. Dalam ayat ini aI-Falaq yang tertulis di ujung ayat kita artikan cuaca Subuh, yaitu ketika perpisahan di antara gelap malam dengan mulai terbit fajar hari akan siang. Dengan hikmat tertinggi Tuhan mewahyukan kepada RasulNya akan kepentingan saat pergantian hari dari malam kepada siang itu. Waktu itu adalah hari yang baru, yang tengah kita hadapi. Dari permulaan Subuh itu Allah memberi kita waktu sebagai modal hidup sehari semalam 24 jam lamanya. Kita disuruh melindungkan diri, memohon perlindungan dan pernaungan kepada Tuhan yang menguasai cuaca Subuh itu. Berlindung kepada Tuhan agar terlepas dari segala bahaya yang ada di hadapan kita, yang kita sendiri tidak tahu.
AI-Falaq ada juga diartikan dengan peralihan. Peralihan dari malam ke siang, peralihan dari tanah yang

telah sangat kering karena kemarau, lalu turun hujan, maka hiduplah kembali tumbuh-tumbuhan. Peralihan dari biji kering terlempar ke atas tanah, lalu timbul uratnya dan dia memulai hidup. Maka berselindunglah kita kepada Tuhan, dalam sebutanNya sebagai RABB, yang berarti mengatur, mendidik dan memelihara; supaya berkenanlah kiranya Tuhan memperlindungi kita, dari kemungkinan-kemungkinan bahaya yang terkandung pada pergantian siang dan malam atau peralihan musim.
"Dari kejahatan apa-apa yang telah Dia jadikan."(ayat 2). Semua makhluk ini Allahlah yang menciptakannya; baik langit dengan segala matahari, bulan dan bintang gemintangnya, sampai kepada awan-awannya yang berarak. Atau bumi dengan segala isi penghuninya, lautnya dan daratnya, bukitnya dan lurahnya. Semuanya adalah ciptaan Tuhan, sedang kita manusia ini hanyalah satu makhluk kecil saja yang terselat di dalamnya. Dan segala yang telah dijadikan Allah itu bisa saja membahayakan bagi manusia, meskipun sepintas lalu kelihatan tidak apa-apa.
Hujan yang lebat bisa menjadi banjir dan kita ditimpa celaka kejahatan banjir; hanyut dan tenggelam. Panas yang terik bisa menjelma menjadi kebakaran besar; dan kita bisa saja turut hangus terbakar.
Gunung yang tinggi yang sepintas lalu menjadi perhiasan alam keliling dan penangkis angin dan ribut, bisa runtuh dan longsor, kita pun mati terhimpit dalam timbunan tanah..
Lautan yang luas dapat kita layari. Tetapi kapal yang kita tumpang bisa saja dihantam badai, tiang patah, atau tersandung kepada gunung salju, kapal pun tenggelam, kita pun mati.
Naik kapal udara adalah alat perhubungan yang paling cepat di zaman moden ini. Bisa saja awan sangat tebal sehingga tidak dapat ditembus oleh penglihatan, sehingga tiba-tiba kapalterbang terbentur [1] kepada gunung; dia pun hancur dan kita pun turut hancur di dalamnya. Atau sangat keras badai di laut sehingga kapal udara itu tidak dapat mengatasinya, dia pun tenggelam dan kita pun turut tenggelam ke dalam perut lautan.
Bermain-main di bawah pohon kayu besar. Tiba-tiba angin puyuh datang berhembus, pohon itu tumbang, kita mati dihimpitnya. Naik keretapi yang tergelincir relnya, sehingga jatuh dan hancur. Naik mobil yang tiba-tiba tidak terkendalikan, sehingga masuk ke dalam lurah. Sedang kita enak-enak berjalan di jalan raya, tiba-tiba ada orang mengamuk, mana yang bertemu ditikamnya, kita pun kena. Kompor [2] minyak sedang orang perempuan bertanak di dapur, tiba-tiba meletus. Perempuan yang tengah bertanak itu dikeluyut minyak tanah, terbakar dan mati. Orang sedang naik sepeda [3] kencang, tiba-tiba terbentur ke batu besar, terlempar badannya, kena tonggak kawat, pecah kepalanya dan mati.
Maka semua yang dijadikan Allah itu mungkin saja ada bahayanya, yang tidak kita sangka; Januari 1973 meletus gunung di Iceland dengan tiba-tiba padahal menurut penyelidikan ahli-ahli sudah 7000 tahun gunung itu tidak berapi lagi. Kita manusia ini hanya satu makhluk kecil saja hidup di antara makhluk Allah yang lebih besar dan lebih dahsyat.
Sepaku kecil yang terlepas daripada terompah orang di jalan raya. Apalah artinya sepaku kecil itu. Tiba-tiba terpijak di kaki seorang yang sedang berjalan kaki, karena kebetulan dia tidak memakai alas kaki. Sepaku itu berkarat dan karatnya itu berbisa. Dia terpijak oleh telapak kaki, lalu pada luka kecil itu timbul infeksi keracunan darah. Tidak lama kemudian matilah orang yang kena infeksi itu setelah

paku kecil yang bercampak di tengah jalan yang tidak berarti itu.
Sebab itu maka dapatlah dikatakan bahwa di mana-mana ada bahaya. Kita tidak boleh lupa hal ini. Tuhan Allah sebagai Pencipta seluruh alam Maha Kuasa pula menyelipkan bahaya pada barang-barang atau sesuatu yang kita pandang remeh. Oleh sebab itu di dalam ayat ini kita disuruh memperlindungkan diri kepada Tuhan dalam namanya sebagai RABB, penjaga, pemelihara, pendidik dan pengasuh, agar diselamatkanlah kiranya kita daripada segala bahaya yang mungkin ada saja di seluruh Alam Yang Tuhan Ciptakan. "Dan dari kejahatan malam apabila dia telah kelam." (ayat 3). Apabila matahari telah terbenam dan malam telah datang menggantikan siang, bertambah lama bertambah tersuruklah matahari itu ke sebalik bumi dan bertambah kelamlah malam. Kelamnya malam merobah sama sekali suasana. Di rimba-rimba belukar yang lebat, di padang-padang dan gurun pasir timbullah kesepian dan keseraman yang mencekam. Maka dalam malam hari itu berbagai ragamlah bahaya yang dapat terjadi. Binatang-binatang berbisa seperti ular, kala dan lipan, keluarlah gentayangan di malam hari. Kita tidur dengan enak; siapa yang memelihara kita dari bahaya tengah kita tidur itu kalau bukan Tuhan.
Dan orang pemaling [1] pun keluar dalam malam hari, sedang orang enak tidur. Kadang-kadang demikian enaknya tidur, sehingga segala barang-barang berharga yang ada dalam rumah diangkat dan diangkut pencuri kita samasekali tidak tahu. Setelah bangun pagi baru kita tercongong melihat barang-barang yang penting, milik-milik kita yang berharga telah licin tandas [2] dibawa maling.
Dalam kehidupan moden dalam kota yang besar-besar lebih dahsyat lagi bahaya malam. Orang yang tenggelam dalam lautan hawa nafsu, yang tidak lagi menuntut kesucian hidup, pada malam hari itulah dia keluar dari rumah ke tempat-tempat maksiat. Di malam harilah harta-benda dimusnahkan di meja judi atau dalam pelukan perempuan jahat. Di malam hari suami mengkhianati isterinya. Di malam harilah gadis-gadis remaja yang hidup bebas dirusakkan perawannya, dihancurkan hari depannya oleh manusia-manusia yang tidak pula mengingat lagi hari depannya sendiri.
Sebab itu maka di segala zaman disuruhlah kita berlindung kepada Allah sebagai Rabb dari bahaya kejahatan malam apabila dia telah kelam.
"Dan dari kejahatan wanita-wanita peniup pada buhul-buhul." (ayat 4). Yang dimaksud di sini ialah bahaya dan kejahatan mantra-mantra sang dukun. Segala macam mantra atau sihir yang digunakan untuk mencelakakan orang lain.
Ada satu perbuatan yang disebut TUJU! Dalam pemakaian kata secara umum, kata tuju berarti titik akhir yang dituju dalam perjalanan. Yang boleh dikatakan juga dalam bahasa Arab maqshud. Apa yang dituju, dengan apa yang dimaksud adalah sama artinya.
Tetapi di dalam Ilmu Sihir dan mantra dukun-dukun, TUJU itu mempunyai arti yang lain. Yaitu menujukan ingatan, fikiran dan segala kekuatan kepada orang tertentu, menujukan kekuatan batin terhadap orang itu, dengan maksud jahat kepadanya, sehingga walaupun berjarak yang jauh sekali, akan berbekas juga kepada diri orang itu.
Dengan adanya ayat ini nyatalah bahwa al-Quran mengakui adanya hal-hal yang demikian. Jiwa manusia mempunyai kekuatan batin tersendiri di luar dari kekuatan jasmaninya. Kekuatan yang demikian bisa saja digunakan untuk maksud yang buruk. Di dalam Bahasa Minangkabau kata-kata

TUJU itu terdapat sebagai bahagian dari sihir. Ada TUJU gelang-gelang; yaitu dengan membulatkan ingatan jahat kepada orang yang dituju, orang itu dapat saja sakit perut. Gelang-gelang atau cacing yang dalam perut orang itu bisa membangkitkan penyakit yang membawa sengsara, bahkan membawa maut bagi yang dituju! Gelang-gelang Si Raya Besar, atau gelang-gelang si Ma-u-wek!
Selain dari itu ada Tuju yang bernama gayung, ada yang bernama tinggam, ada yang bernama gasing. Dalam bahasa Jawa bagitu pula rupanya yang dimaksud dengan kata-kata "nuju wong", yang anti harfiyahnya menuju orang, maksudnya ialah menyihir orang.
Di dalam ayat 4 Surat al-Falaq ini kita berlindung daripada kejahatan wanita-wanita peniup pada buhul-buhul [3]. Karena di zaman dahulu tukang mantra yang memantrakan dan meniup-niupkan itu kebanyakannya ialah perempuan! Di Eropa pun tukang-tukang sihir yang dibenci itu diperlambangkan dengan perempuan-perempuan tua yang telah ompong [4] giginya dan mukanya seram menakutkan. Di hadapannya terjerang sebuah periuk yang selalu dihidupkan api di bawahnya dan isinya macam-macam ramuan.
Di antara ramuan itu ialah anak kecil hasil perzinaan yang baru lahir!
Maka dalam ayat ini disebutkan bahwa perempuan tukang sihir itu meniup atau menghembus-hembus barang ramuan yang dia bungkus, dan bungkusan itu mereka ikat dengan tali yang dibuhulkan.
lsinya ialah barang-barang yang kotor atau barang yang mengandung arti untuk TUJU tadi. Misalnya didapati di dalamnya jarum 7 buah; jarum itu guna menusuk-nusuk perasaan orang yang dituju, sehingga selalu merasa sakit. Ada juga cabikan [1] kain kafan, atau tanah pada perkuburan yang paling baru. Ada juga batu nisan (mejan). Pendeknya barang-barang ganjil yang mengandung kepercayaan sihir (magis) dengan maksud menganiaya.
Memang, jiwa manusia ini bisa saja dibawa kepada perbuatan yang buruk. Maka kalau jiwa orang yang kena tuju itu lemah, tidak ada pegangan dan tidak ada perlindungkan sejati terhadap Allah, dia bisa saja tewas karena mantra dukun tukang tiup tersebut. Maka dalam ayat ini seorang yang telah kokoh kepercayaannya kepada Allah, merasa yakin bahwa tuju jahat tukang sihir atau dukun jahat itu tidak akan mempan terhadap dirinya.
Tuhan berfirman di dalam al-Quran dengan tegas:
"Dan lemparkanlah apa yang dalam tanganmu itu, niscaya akan ditelannya apa-apa yang mereka bikin-bikin itu. Karena sesungguhnya apa yang mereka bikin itu hanyalah tipu daya tukang sihir. Dan tidaklah akan menang tukang sihir, biarpun dari mana mereka datang." (Thaha: 69)
Dan di dalam Surat al-Baqarah (Surat 2; ayat 102). Diterangkan bahwa Harut dan Marut di negeri Babil mengajarkan sihir, terutama sihir cara bagaimana menimbulkan kebencian di antara dua orang suami isteri, sehingga berkelahi atau bercerai. Dalam ayat itu terbayang bahwa maksud sihir demikian bisa saja berhasil. Tetapi di tengah ayat itu tertulis;



"Dan ahli sihir itu sekali-kali tidaklah akan memberi mudharrat, (sekali-kali tidaklah akan membahayakan) dengan sihirnya itu kepada seseorang pun kecuali dengan izin Allah."
Oleh sebab itu maka dianjurkanlah kita di dalam ayat ini memperlindungkan diri kepada Allah, Tuhan Yang Maha Kuasa yang menjadikan dan mentakdirkan segala sesuatu agar kita terpelihara daripada hembusan tukang sihir, laki-laki ataupun perempuan dengan buhul-buhul ramuan sihir itu. Sebab bila kita berlindung kepada Allah, tiada suatu pun alam ini, sebab dia perbuatan Allah, yang akan memberi bekas atas diri kita.
"Dan dari kejahatan orang yang dengki apabila dia melakukan kedengkian." (ayat 5).
Pada hakikatnya dengki itu adalah satu penyakit yang menimpa jiwa orang yang dengki itu. Dalam bahasa Baratnya dikatakan bahwa orang yang dengki itu adalah abnormal, atau kurang beres jiwanya. Sakit hatinya melihat nikmat yang dianugerahkan Allah kepada seseorang padahal dia sendiri tidaklah dirugikan oleh pemberian Allah itu.
Oleh karena dengki adalah semacam penyakit, atau kehilangan kewarasan fikiran, maka bisa saja si dengki itu bertindak yang tidak-tidak kepada orang yang didengkinya. Misalnya difitnahkannya. Dikatakannya mencuri padahal tidak mencuri. Dikatakannya memusuhi pemerintah, padahal tidak memusuhi pemerintah, sehingga lantaran pengaduannya orang yang didengkinya itu ditangkap dan dimasukkan ke dalam penjara, ditahan bertahun-tahun dengan tidak ada pemeriksaan sama sekali. Atau dituduhnya seorang perempuan baik-baik berkhianat kepada suaminya. Atau dibuatnya apa yang kita namai Surat Kaleng!
"Hasad atau dengki dosa kepada Allah yang mula dibuat di langit, dan dengki juga dosa yang mula-mula dibuat orang di bumi. Dosa di langit ialah dengki Iblis kepada Adam. Dosa di bumi ialah dengki Qabil kepada Habil."
Berkata Hakim (ahli hikmat): "Orang yang dengki memusuhi Allah pada lima perkara; (1) Bencinya kepada Allah mengapa memberikan nikmat kepada orang lain, (2) Sakit hatinya melihat pembahagian yang dibahagikan Tuhan, – "Seakan-akan dia berkata: "Mengapa dibagi begitu?" (3) Dia menantang Allah; karena Allah memberi kepada siapa yang Dia kehendaki, (4) Dia ingin sekali supaya nikmat yang telah diberikan Allah kepada seseorang, agar dicabut Tuhan kembali, (5) Dia bersekongkol dengan musuh Tuhan dan musuhnya sendiri, yaitu Iblis."
Ahli hikmat yang lain menulis pula; "Tidak ada yang akan didapat oleh orang yang dengki itu di dalam suatu majlis selain dari sesal dan jengkel, dan tidak ada yang akan didapatnya dari Malaikat selain dari kutuk dan kebencian, dan tidak pula ada yang akan didapatnya ketika dia bersunyi seorang diri selain kecewa dan susah, dan tidak ada yang akan didapatinya di akhirat kelak selain dari dukacita dan terbakar, dan tidak ada yang akan didapatnya dari Allah selain dari dijauhkan dan dibenci.

Benarkah Nabi Muhammad S.a.w.
Pernah Kena Sihir?

Menurut yang dinukil oleh asy-Syihab dari kitab "at-Ta'wilat" karangan Abu Bakar al-Asham darihal peristiwa Nabi s.a.w. kena sihir. Menurut beliau ini, Hadis berkenaan dengan Nabi s.a.w. kena sihir itu adalah matruk, artinya ialah Hadis yang mesti ditinggalkan dan tidak boleh dipakai. Karena kalau Hadis demikian diterima, berarti kita mengakui apa yang didakwakan oleh orang kafir, bahwa Nabi s.a.w. telah (mempan [1]) kena sihir. Padahal yang demikian itu sangat bertentangan dengan Nash yang ada dalam al-Quran sendiri. Dengan tegas Tuhan berfirman:
"Allah memelihara engkau dari manusia" – al-Maidah: 67
"Dan tidaklah akan berjaya tukang sihir itu, bagaimanapun datangnya." (Thaha: 69)
Dan lagi kalau riwayat Hadis itu diterima, berarti kita menjatuhkan martabat nubuwwah. Dan lagi, kalau Hadis itu dibenarkan, berarti bahwa sihir bisa saja membekas kepada Nabi-nabi dan orang-orang yang shalih, yang berarti mengakui demikian besar kekuasaan tukang-tukang sihir yang jahat itu sehingga dapat mengalahkan Nabi; dan semuanya itu adalah tidak benar! Dan orang-orang kafir pun dapat saja merendahkan martabat Nabi-nabi dan orang-orang yang shalih itu dengan mencap "Mereka itu kena sihir." Dan kalau benar-benar hal ini terjadi, niscaya benarlah dakwa orang-orang yang kafir, dan dengan demikian jelaslah Nabi Shallallahu `alaihi wa sallama ada aibnya, dan ini adalah tidak mungkin." – Sekian disalinkan dari at-Ta'wilat buah tangan Abu Bakar al-Asham tersebut.
Hadis Nabi kena sihir ini termasuk dalam catatan Hadis Shahih yang dirawikan oleh Bukhari dan Muslim, yang berasal dari Hadis Aisyah, bahwa beliau s.a.w. pernah disihir oleh seorang Yahudi dari Dikatakan dalam Hadis itu bahwa Nabi . مص علا نب د ي بل .Bani Zuraiq; namanya Labid bin al-A`sham
.merasa seakan-akan beliau berbuat sesuatu padahal tidaklah pernah diperbuatnya
Demikianlah beliau rasakan beberapa lamanya. Sampai pada suatu waktu Nabi berkata kepada Aisyah: "Hai Aisyah! Aku diberi perasaan bahwa Allah memberi fatwa kepadaku pada perkara yang aku meminta fatwa padaNya; maka datanglah kepadaku dua malaikat, yang seorang duduk ke sisi kepalaku dan yang seorang lagi di sisi kakiku. Lalu berkata yang duduk dekat kepalaku itu kepada yang duduk di ujung kakiku: "Orang ini diobatkan orang!" (Disihir? Kawannya bertanya: "Siapa yang mengobatkannya? (Menyihirnya?).
Yang di kepala menjawab: "Labid bin al-A'sham."
Kawannya bertanya: "Dengan apa?"
Yang di kepala menjawab: "Pada kudungan [1] rambut dan patahan sisir dan penutup kepala laki-laki, dihimpit dengan batu dalam sumur Dzi Auran." – Tersebut dihadis itu bahwa Nabi pergi ke sumur itu

membongkar ramuan yang dihimpit dengan batu itu dan bertemu.
Dalam riwayat dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah s.a.w. menyuruh Ali bin Abu Thalib dan Zubair bin Awwam dan `Ammar bin Yasir memeriksa sumur itu dan mencari ramuan tersebut. Lalu ditimba air sumur itu dan diselami ke bawah sampai bertemu bungkusan ramuan tersebut yang dihimpit dengan batu. Yang bertemu di dalam kain kasah bungkusan itu ialah guntingan rambut Nabi s.a.w., patahan sisir beliau dan sebuah potongan kayu yang diikat dengan 11 buah ikatan dan di tiap ikatan itu ditusukkan jarum. Lalu diturunkan Allah kedua Surat ini, jumlah ayat keduanya, "al-Falaq dan an-Nas" ialah 11 ayat pula. Tiap-tiap satu ayat dibaca, dicabut jarum dan dibuka buhulnya, dan tiap satu jarum dicabut dan satu buhul diungkai, terasa satu keringanan oleh Nabi s.a.w., sehingga sampai diuraikan buhul dan dicabut jarum yang 11 itu; dan terasa oleh Nabi s.a.w. bahwa beliau sembuh sama sekali.
Lalu bertanyalah mereka kepada beliau: "Apakah orang jahat itu tidak patut dibunuh saja?"
Beliau menjawab: "Allah telah menyembuhkan daku, dan aku tidak suka berbuat jahat kepada orang."
Dalam riwayat yang dibawakan oleh al-Qusyairi pun tersebut bahwa seorang pemuda Yahudi bekerja sebagai khadam Nabi s.a.w. Pada suatu hari anak itu dibisiki oleh orang-orang Yahudi supaya mengambil rambut-rambut Nabi yang gugur ketika disisir bersama patahan sisir beliau, lalu diserahkannya kepada yang menyuruhnya itu. Maka mereka sihirlah beliau, dan yang mengepalai mensihir itu ialah Labid bin al-A'sham. Lalu al-Qusyairi menyalinkan lagi riwayat Ibnu Abbas tadi.
Supaya kita semuanya maklum, meskipun beberapa tafsir yang besar dan ternama menyalin berita ini dengan tidak menyatakan pendapat, sebagai Tafsir al- Qurthubi, Tafsir al-Khazin bagi Ibrahim al-Baghdadi; malahan beliau ini mempertahankan kebenaran riwayat itu berdasar kepada shahih riwayatnya, Bukhari dan Muslim. Namun yang membantahnya ada juga. Di antaranya Ibnu Katsir.
Ibnu Katsir setelah menyalinkan riwayat ini seluruhnya, membuat penutup demikian bunyinya; "Demikianlah mereka riwayatkan dengan tidak lengkap sanadnya, dan di dalamnya ada kata-kata yang gharib, dan pada setengahnya lagi ada kata-kata yang mengandung nakarah syadidah (sangat payah untuk diterima). tetapi bagi setengahnya ada juga syawahid (kesaksian-kesaksian) dari segala yang telah tersebut itu."
Almarhum orang tua saya dan guru saya yang tercinta, Hadratusy-Syaikh Dr. Abdulkarim Amrullah di dalam Tafsir beliau yang bernama "al-Burhan" menguatkan riwayat ini juga. Artinya, bahwa beliau membenarkan bahwa Nabi s.a.w. kena sihir. Dengan alasan Hadis ini adalah shahih, Bukhari dan Muslim merawikan. Dengan menulis begitu beliau membantah apa yang ditulis oleh Syaikh Muhammad Abduh di dalam Tafsir Juzu' 'Ammanya. Karena Syaikh MuhAnmad Abduh menguatkan juga, sebagai yang tersebut di dalam kitab at-Ta'wilat, buah tangan Abu Bakar al-Asham yang telah kita salinkan di atas tadi, bahwa tidaklah mungkin seorang Nabi atau Rasul, ataupun orang yang shalih dapat terkena oleh sihir, berdasar kepada firman Tuhan sendiri di atas tadi pun telah kita salinkan, (al-Maidah ayat 67, dan Thaha, ayat 69). Bahwa tidak mungkin sihir dapat mengena kepada seseorang kalau Allah tidak izinkan. Dan terhadap kepada Rasul-rasul dan Nabi-nabi sudah dipastikan oleh Tuhan bahwa sihir itu akan gagal, walau dengan cara bagaimana pun datangnya.
Maka Penafsir yang sezaman dengan kita ini yang menolak Hadis itu, walaupun shahih, Bukhari dan Muslim yang merawikan, ialah Syaikh Muhammad Abduh dalam Tafsir Juzu"Ammanya, al-Qasimi dengan tafsir "Mahasinut-Ta'wil"nya yang terkenal, dan yang terakhir kita dapati ialah Sayid Quthub di dalam tafsirnya "Fi Zhilalil Quran" menegaskan bahwa Hadis ini adalah Hadis al-Ahad, bukan

mutawatir. Maka oleh karena jelas berlawan dengan ayat yang sharih dari al-Quran tidaklah mengapa kalau kita tidak percaya bahwa Nabi Muhammad bisa terkena oleh sihir walaupun perawinya Bukhari dan Muslim. Beberapa Ulama yang besar-besar, di antara Imam Malik bin Anas sendiri banyak menyatakan pendirian yang tegas menolak suatu Hadis al-Ahad kalau berlawanan dengan ayat yang sharih. Misalnya beliau tidak menerima Hadis bejana dijilat anjing mesti dibasuh 7 kali, satu kali di antaranya dengan tanah. Karena di dalam al-Quran ada ayat yang terang jelas, bahwa binatang buruan yang digunggung anjing dengan mulutnya, halal dimakan sesudah dibasuh seperti biasa dengan tidak perlu 7 kali, satunya dengan air.
Ulama yang banyak mencampurkan "Filsafat" dalam tafsimya atau memandang segala soal dari segi Filsafat dan Ilmu Alam, yaitu Syaikh Thanthawi Jauhari menulis tentang Hadis Nabi kena sihir itu demikian; "Segolongan besar ahli menolak Hadis-hadis ini dan menetapkannya sebagai merendahkan martabat Nubuwwat. Dan sihir yang menyebabkan Nabi merasa seakan-akan dia berbuat sesuatu padahal dia bukan berbuat, adalah amat bertentangan dengan Kebenaran, dipandang dari dua sudut:
Pertama; Bagaimana Nabi s.a.w. dapat kena sihir; ini adalah menimbulkan keraguan dalam syariat. Kedua; Sihir itu pada hakikatnya tidaklah ada.
Alasan ini ditolak oleh yang mempertahankan. Mereka berkata: "Sihir itu tidaklah ada hubungannya melainkan dengan hal-hal yang biasa terjadi saja. Dia hanyalah semacam penyakit. Sedang Nabi-nabi itu dalam beberapa hal sama saja dengan kita orang biasa ini; makan minum, tidur bangun, sakit dan senang. Kalau kita mengakui kemungkinannya tidur, mesti kita akui kemungkinan beliau yang lain. Dan yang terjadi pada Nabi kita ini hanyalah semacam penyakit yang boleh saja terjadi pada beliau sebagai manusia, dengan tidak ada pengaruhnya sama sekali kepada akal beliau dan wahyu yang beliau terima.
Dan kata orang itu pula: "Pengaruh jiwa dengan jalan mantra (hembus atau tuju) kadang-kadang ada juga, meskipun itu hanya sedikit sekali. Maka semua ayat-ayat dan Hadis-hadis ini dapatlah memberi dua kesan; (1) Jiwa bisa berpengaruh dengan jalan membawa mudharrat, dan jiwa pun bisa berpengaruh membawa yang baik. Maka si Labid bin al-A'sham orang Yahudi itu telah menyihir Nabi dan membekaskan mudharrat. Namun dengan melindungkan diri kepada Allah dengan kedua Surat "al-Falaq" dan "an-Nas", mudharrat itu hilang dan beliau pun sembuh." – Sekian Syaikh Thanthawi Jauhari.
Tetapi ada satu lagi yang perlu diingat! Kedua Surat ini tidak turun di Madinah, tetapi turun di Makkah, dan di Makkah belum ada perbenturan dengan Yahudi.
Sekarang mari kita lihat pula betapa pendapat Jarullah az-Zamakhsyari di dalam tafsimya "al-Kasysyaf". Tafsir beliau terkenal sebagai penyokong Aliran Mu`tazilah, sebagai ar-Razi penyokong Mazhab asy-Syafi`i. Penganut faham Mu`tazilah tidaklah begitu percaya terhadap pengaruh sihir, atau mantra atau tuju sebagai yang kita katakan di atas tadi.
Sebab itu maka seketika menafsirkan ayat 4; "Dan daripada kejahatan perempuan-perempuan yang meniup pada buhul-buhul," beliau menafsirkan demikian:
"Perempuan-perempuan yang meniup, atau sekumpulan perempuan tukang sihir yang membuhulkan pada jahitan, lalu disemburnya dengan menghembus. Menyembur ialah menghembus sambil menyemburkan ludah. Semuanya itu sebenamya tidaklah ada pengaruh dan bekasnya, kecuali kalau di situ ada semacam ramuan yang termakan yang memberi mudharrat, atau terminum atau tercium, atau

yang kena sihir itu menghadapkan perhatian kepadanya dari berbagai wajah. Tetapi Allah Azza wa Jalla kadang-kadang berbuat juga suatu hal pada seseorang untuk menguji keteguhan hatinya, apakah dia orang yang belum mantap fahamnya atau orang awam yang masih bodoh. Maka orang-orang yang dungu dan yang berfikir tidak teratur mengatakan kesakitan yang ditimpakan Allah kepadanya adalah karena perbuatan orang! Adapun orang yang telah mendapat ketetapan pendirian karena teguh imannya tidaklah dapat dipengaruhi oleh itu. Kalau engkau bertanya kepadaku: "Kalau demikian apakah yang dimaksud dengan bunyi ayat melindungkan diri kepada Allah dari kejahatan perempuan yang meniup pada buhul-buhul itu?
Saya akan jawab dengan tiga macam keterangan:
Artinya ialah berlindung kepada Allah dari kejahatan mereka itu, yaitu membuat ramuan sihir, dan berlindung kepada Allah dari dosanya.
Berlindung kepada Allah daripada kepandaian wanita-wanita itu memfitnah manusia dengan sihirnya dan penipuannya dengan kebatilan.
Berlindung kepada Allah jangan sampai Allah menimpakan suatu mushibah tersebab semburannya itu." — Sekian kita salin.
Dan di dalam Tafsirnya "al-Kasysyaf" itu tidak ada dia menyinggung-nyinggung Hadis-hadis yang mengatakan Nabi pemah kena sihir orang Yahudi itu. Karena menurut isi keterangan di atas, meskipun memang ada perempuan mengadakan mantra, menyembur, meniup, namun bekasnya tidak akan ada, kecuali kalau ada yang termakan, terminum, tercium atau tersentuh barang ramuan yang membahayakan. Artinya serupa juga dengan racun.
Maka menurut pendapatnya itu, sedangkan kepada manusia yang biasa tidak ada bekas hembus dan sembur itu, apatah lagi kepada Nabi s.a.w.
Pendapat yang dipilih oleh penafsir Abu Muslim lain lagi. Beliau menafsirkan ayat berlindung daripada kejahatan perempuan-perempuan yang meniup pada buhul-buhul itu tidak ada hubungannya sama sekali dengan sihir. Menurut beliau buhul-buhul yang dimaksud di ujung ayat 4 ini ialah suatu maksud atau rencana yang telah disusun oleh seorang laki-laki. Perempuan meniup-niup itu menurut beliau ialah bujuk dan rayuan perempuan, yang dengan lemah-lembut, lenggang-lenggok gemalai terhadap laki-laki, merayu dan membujuk, sehingga maksud laki-laki yang tadinya telah bulat menjadi patah, sehingga rencananya berobah dan maksudnya bertukar. Berdasar kepada ayat 28 dari Surat 12, Surat Yusuf;
"Sesungguhnya tipudaya kalian sangatlah besarnya, hai perempuan."
Berapa banyaknya benteng-benteng pertahanan laki -laki menjadi runtuh berantakan karena ditembak oleh peluru senyuman dan bujuk rayuan perempuan.
Matra dapatlah kita ambil kesimpulan bahwasanya masalah tentang Hadis yang dirawikan oleh Bukhari dan Muslim tentang Nabi s.a.w. kena sihir oleh orang Yahudi itu, sampai sihir itu membekas kepada

beliau, bukanlah baru zaman sekarang dibicarakan orang. lbnu Qatibah telah memperbincangkannya di dalam `Ta'wil, Mukhtalafil-Hadits", dan ar-Razi pun demikian pula. Keduanya sama-sama patut dipertimbangkan. Adapun pendapat az-Zamakhsyari yang mengadakan sama sekali pengaruh sihir, dapatlah kita tinjau kembali setelah maju penyelidikan orang tentang kekuatan Roh (Jiwa) manusia, tentang pengaruh jiwa atas jiwa dari tempat yang jauh, sebagai telepathi [1] dan sebagainya.
Dan kita cenderunglah kepada pendapat bahwasanya Jiwa seorang Rasul Allah tidaklah akan dapat dikenai oleh sihimya seorang Yahudi. Jiwa manusia yang telah dipilih Allah (Mushthafa) bukanlah sembarang jiwa yang dapat ditaklukkan demikian saja. Sebab itu maka pendapat Syaikh Thanthawi Jauhari yang menyamakan Roh seorang Rasul dengan Roh manusia biasa, karena sama-sama makan sama tidur, sama bangun dan sebagainya adalah satu pendapat yang meminta tinjauan lebih mendalam!

Murottal Quran 30 Juz Sheikh Maahir Al Mu'ayqali

Shalat Tepat Waktu !

KOLEKSI CERAMAH MP 3

Popular Posts

Blog Archive

Diberdayakan oleh Blogger.

Al Qur'anku

Mushaf Al Qur'an

Jazakumullah Khayran

Daftar Isi

Al Qur'an dan Murotal

TvQuran

Kajian Ilmu Tajwid